Kamis, 11 Juni 2009

Artikel Strategi Pengembangan Kurikulum

a. Bibliografi

Situmorang, J. 2006. Strategi Pengembangan Kurikulum. SKOLAR (Jurnal Kependidikan) 2006: 23-25.

b. Tujuan Penulisan

· Menjelaskan mengenai makna pendidikan yang merupakan sistem dalam masyarakat dan keduanya tidak terpisahkan, maka kurikulum harus memajukan kehidupan masyarakat.

· Menjelaskan desentralisasi memiliki kaitan erat dengan penyusunan kurikulum pembelajaran.

· Menjelaskan lima kategori tujuan pembelajaran yaitu intellectual skills, cognitive strategies, verbal informastion, motor skill dan attitudes.

c. Fakta-Fakta Unik

Mutu pendidikan dapat diartikan sebagai gambaran sejauh mana suatu lembaga pendidikan berhasil mengubah tingkah laku anak didik. Bila dikaitkan dengan tujuan pendidikan, yaitu sebagai hasil pengukuran tingkah laku anak didik berupa penyatuan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimilikinya setelah mereka menamatkan suatu jenjang pendidikan. Gambaran mutu pendidikan dapat dilihat dari proses pendidikan, sebab proses pendidikan dianggap menentukan hasil pendidikan maupun hasil akhir pendidikan. Untuk meningkatkan formalitas setiap subjek didik dan menumbuhkan dasar-dasar kejiwaan yang matang, menumbuhkan kreativitas subjek didik, kemampuan berpikir dan kemampuan menumbuhkan jati dirinya, menumbuhkan kesempatan yang terbaik dalam memilih masa depannya, meningkatkan pendidikan sepanjang hayat, secara bertahap menyadari bahwa subjek didik adalah bagian dari masyarakat dunia. Kurikulum diartikan berbeda-beda oleh beberapa kelompok orang atau masyarakat.

Kurikulum berarti seperangkat rencana dari sekumpulan pengetahuan yang memungkinkan diberikan kepada sekelompok orang. Dengan demikian kurikulum erat kaitannya dengan belajar dan membelajarkan orang. Belajar adalah proses perubahan yang memungkinkan orang dapat memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. Kemampuan orang untuk belajar menjadi ciri penting yang membedakan dari jenis-jenis makhluk yang lain (pintar-bodoh). Kurikulum berarti dapat membuat orang menjadi pintar dan sebaliknya membuat orang menjadi bodoh. Kurikulum dibuat oleh orang, berarti pintar bodohnya orang, juga tergantung pada muatan yang tergantung dalam kurikulum yang dibuat oleh perencana dan pengembangan kurikulum tersebut.

Keterkaitan antara tujuan pendidikan dan kurikulum sarna sekali tidak bisa ditawar-tawar. Tetapi pencapaian melalui penyelenggaraan seperangkat pengalaman kerja itu memerIukan sumber daya yang memadai. Tinjauan mengenai indikator mutu pendidikan, tidak bisa lepas dari pandangan yang mengemukakan bahwa lembaga pendidikan merupakan suatu sistem, dari sistem kemasyarakatan. Lembaga pendidikan merupakan suatu sistem, maka akan diperoleh beberapa komponen sistem yang saling berinteraksi (output-proses-output-outcomes) dalam suatu proses untuk mencapai tujuan pendidikan. Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.

Frymier (1967) mengemukakan tiga unsur dasar kurikulum yaitu aktor, artifak, dan pelaksanaan. Aktor adalah orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kurikulum. Artifak adalah isi dan rancangan kurikulum. Pelaksanaan adalah proses interaksi antara aktor yang melibatkan artifak. Seluruh sistem rekayasa kurikulum menurut (Beauchamp, 1975) mencakup lima hal, yaitu, (1) arena atau Iingkup tempat dilaksanakannya berbagai proses rekayasa kurikulum, (2) keterlibatan orang-orang dalam proses kurikulurn, (3) tugas-tugas dan prosedur perencanaan kurikuIum, (4) tugas-tugas dan prosedur implementasi kurikulum, dan (5) tugas-tugas dan prosedur evaluasi kurikulum. Berdasarkan hal di atas dapat dijelaskan bahwa unsur-unsur kurikulum mencakup pendidikan dan masyarakat, perkembangan masyarakat seperti perubahan pola pekerjaan, perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan teknologi, dan pengaruh perkembangan ilmu dan teknologi.

Penyusunan kurikulum seyogianya dilakukan berdasarkan teori yang sudah dikonseptualisasikan secara teliti dan hati-hati. Agar isi/muatan kurikulum dapat terealisir secara menyeluruh, maka konsep yang ada di dalamnya senantiasa harus ditelaah bersama secara mendalam, sehingga dalam.penyajian di kelas dapat sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan. Penyusunan kurikulum dimulai dengan suatu proses perencanaan, yaitu menetapkan berbagai kebutuhan, mengadakan indentifikasi tujuan dan sasaran, menyusun persiapan dan pelaksanaan penyampaian yang sesuai dengan segala persyaratan kebudayaan, sosial dan pribadi. Oleh karena itu penyusunan kurikulum harus disertai dengan analisis yang bertalian dengan berbagai akibat pendekatan-pendekatan yang dilakukan sebelum penyajian terse but dilaksanakan.

Dalam penyusunan kurikulum, terjadi suatu proses pengembangan misi berdasarkan nilai-nilai pengembangan kebijakan, menetapkan tujuan, sasaran dan standar, memilih aktivitas belajar, menjamin implementasi yang tepat, mengadakan peninjauan kembali dan siap melakukan revisi bila temyata ada kesalahan. Penyusunan kurikulum tidak dapat terlepas dari berbagai aspek kehidupan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, mulai dari pemikiran sampai pada pelaksanaannya, agar kurikulum itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan peserta didik.

Menurut Doll (1998), sekurang-kurangnya ada tiga pendekatan dalam penyusunan kurikulum (subjek akademis). Pendekatan pertama, melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan. Peserta didik belajar bagaimana memperoleh dan menguji fakta-fakta dan bukan sekedar mengingat-ingatnya. Kedua, adalah studi yang bersifat integratif. Pendekatan ini merupakan respons terhadap perkembangan masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan yang lebih komprehensif terpadu. Pelajaran tersusun atas satuan-satuan pelajaran, dalam satuan-satuan pelajaran tersebut batas-batas ilmu menjadi hilang. Pengorganisasian tema-tema pengajaran didasarkan atas fenomena- fenomena alam, proses kerja ilmiah dan problem-problem yang ada. Ketiga, adalah pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamental is. Mereka tetap mengajar berdasarkan mata-mata pelajaran dengan menekankan membaca, menulis, dan memecahkan masalah-masalah matematis. Pelajaran-pelajaran lain seperti ilmu kealaman, ilmu sosial, dan lain-lain dipelajari tanpa dihubungkan dengan kebutuhan praktis pemecahan masalah dalam kehidupan. Untuk kegiatan pelatihan, yang umum dilakukan adalah pendekatan yang bersifat integratif.

Kurikulum dalam kaitannya dengan kebutuhan dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat yang ingin maju. Pendidikan dan masyarakat membentuk suatu sistem, pengertian sisitem adalah kombinasi terpadu antara saran, informasi dan manusia terlibat untuk menyelesaikan suatu misi spesfik. Namun kelemahan dalam penyusunan kurikulum bersumber pada persepsi yang berbeda di antara komponen-komponen pelaksana (administrator, pengawas, tenaga pengajar) serta kurang mampunya menerjemahkannya ke dalam kegiatan belajar-mengajar. Dalam pengembangan dan penyusunan kurikulum, maka gagasan tentang desentralisasi pendidikan perlu dibahas secara intensif. Gagasan ini muncul dengan beberapa pertimbangan, sebagai berikut:

1. Desentralisasi merupakan upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pendidikan untuk mencapai tingkat keberhasilan yang lebih baik. Hal itu diperoleh karena dapat dijamin relevansi perencanaan, keeratan koordinasi aparat, kelincahan pengendalian, dan kejelian dalam pengawasan dan penilaian.

2. Melalui desentralisasi penyusunan kurikulum dilaksanakan ditinjau berdasarkan keragaman sosial budaya dan aspek geografis di seluruh nusantara sehingga kebutuhan dan aspirasi masyarakat disalurkan.

3. Melalui desentralisasi dalam penyusunan kurikulum diharapkan tumbuh kemampuan daerah untuk mengembangkan potensinya secara mandiri.

4. Desentralisasi mempengaruhi perencanaan kurikulum dalam hal merencanakan strategi untuk mempengaruhi penyusunan kurikulum dalam hal merencakan strategi untuk merealokasi sumber daya pendidikan agar tersebar secara merata sesuai dengan kebutuhan daerah, dan tidak terkonsentrasi di pusat. Justru desentralisasi pendidikan bertujuan untuk mendekatkan peserta didik dengan lingkungannya. Konsep desentralisasi dalam penyusunan kurikulum tentu berkaitan erat dengan substansi kurikulum yaitu ketenagaan serta pembiayaan. Strategi penyusunan kurikulum dalam hal ini tetap berlandaskan pada paham kesatuan dan persatuan bangsa.

Penyusunan kurikulum dengan prinsip desentralisasi tidak berarti melenyapkan ciri dari kurikulum yang bersifat nasional. Bahkan pengembangan substansi yang relevan dengan prakondisi sosio-bio-kultural masyarakatjustru memperkuat pengembangan kurikulum nasional sehingga menjadi kian bermakna bagi peserta didik. Konsekuensi langsung dari tuntutan itu adalah pengembangan kemampuan tenaga pengajar agar mampu secara fleksibel untuk mengadaptasi kurikulum dengan keadaan lokal dan menyelaraskannnya dengan kebutuhan masyarakat. Hal inilah yang menimbulkan tuntutan barn terhadap desain lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK), khususnya tenaga pengajar, yakni bukan sekedar membekali kemampuan para calon lulusan untuk menerapkan kaidah ilmiah yang usang, tetapi menyiapkan mereka sebagai pemikir yang sadar akan masalahnya dan mampu menyiapkan alternatif pemecahannya hingga . pembuatan.keputusan yang tepat.

Penyusunan kurikulum dilakukan untuk memecahkan permasalahan utama, yang ditimbulkan oleh perubahan yang terjadi dalam masyarakat, terutama yang berkaitan dengan kualitas dan relevansi. Oleh karena itu, faktor kualitas dan relevansi menjadi dasar pertimbangan utama daiam melakukan penyusunan kurikulum. Kualitas kurikulum merupakan kesesuaian substansi kemampuan yang disiapkan dalam kurikulum dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini perlu dijadikan pertimbangan, karena keberadaan kebutuhan masyarakat itu sendiri bersifat dinamis. Menurut Tilaar (1991), masyarakat industri modern selalu didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi serta selalu mengacu kepada kualitas dalam segala aspek kehidupan. Untuk mempersiapkan sumber daya manusia dalam masyarakat industri modern, kurikulum perlu diperbaiki dan disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat industri.

Relevansi kurikulum menyangkut kesesuaian antara isi kurikulum dengan kemajuan dalam iImu pengetahuan darrteknologi (disesuaikan dengan pengembangan daerah, industri, pariwisata). Faktor relevansi ini mencakup relevansi internal, dan relevansi eksternal. Relevansi internal adalah kesesuaian antar komponen-komponen utama kurikulum, yaitu tujuan, isi, stuktur program, dan evaluasi. Sedangkan relevansi eksternal adalah kesesuaian antara isi kurikulum itu sendiri dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kurikulum sebagai rencana belajar mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi pandangan (vision) dan dimensi struktur (Wiles and Bondi,1989). Dimensi pandangan terkait dengan pandangan tentang peran apa yang dimainkan oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan. Pandangan ini diturunkan dari perpaduan antar filosofi, kenyataan, acuan-acuan formal (undang-undang) dan hasil penelitian terkait yang dapat dijadikan dasar dalam merumuskan bentuk dan tujuan kurikulum. Dimensi struktur terkait dengan rencana belajar yang diturunkan dari dimensi pandangan (visi). Dimensi ini menyangkut isi, struktur program, dan implementasi kurikulum yang perencanaannya dibuat dengan menganalisis tujuan-tujuan kurikulum yang telah dirumuskan. Keterkaitan an tara dua dimensi ini dapat menjawab permasalahan relevansi internal dari suatu kurikulum.

Telah dikemukakan bahwa, dalam kurikulum atau pembelajaran, tujuan mernegang peranan penting, akan rnengarahkan sernua kegiatan pembelajaran dan mewamai komponen-komponen kurikulum lainnya. Tujuan kurikulum dirumuskan berdasarkan dua hal. Pertama, perkembangan tuntutan, kebutuhan dan kondisi rnasyarakat. Kedua, didasari oleh pernikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian nilai-nilai filosofis, 'terutama falsafah negara. Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan jangka panjang, tujuan ideal pendidikan bangsa Indonesia. Tujuan institusional, merupakan sasaran pendidikan sesuatu lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler, adalah tujuan yang ingin dicapai oleh sesuatu program studio Tujuan instruksional merupakan target yang harus dicapai oleh sesuatu mata pelajaran.

Dalarn kegiatan belajar-mengajar di dalarn kelas, tujuan-tujuan khusus lebih diutarnakan, karena lebih jelas dam mudah pencapaiannya. Dalarn mempersiapkan pelajaran, pengajar menjabarkan tujuan mengajamya dalarn bentuk tujuan-tujuan khusus yang bersifat operasional. Tujuan demikian akan menggambarkan "what will the student be able to do as a result of the teaching that he was unable to do before" (Rowntree, 1974). Mengajar di kelas lebih menekankan tujuan khusus, sebab hal itu akan dapat memberi gambaran yang lebih konkret, dan menekankan pada perilaku peserta didik, sedang perumusan tujuan umum lebih bersifat abstrak, pencapaiannya memerlukan waktu yang lebih lama dan lebih sukar diukur.

Tujuan-tujuan mengajar dibedakan atas beberapa kategori, sesuai dengan perilaku yang menjadi sasarannya. Gage dan Briggs (1974) mengemukakan lima kategori tujuan, yaitu intellectual skills, cognitive strategies, verbal information, motor skill and attitudes. Bloom mengemukakan tiga kategori tujuan mengajar sesuai dengan domain-domain perilaku individu, yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif berkenaan dengan penguasaan kemarnpuan-kemampuan intelektual atau berpikir. Domain afektif berkenaan dengan penguasaan dan pengembangan perasaan, sikap, minat, dan nilai-nilai. Domain psikomotorik menyangkut penguasaan dan pengembangan keterampilan-keterampilan motorik. .

Dalarn kegiatan belajar-mengajar di dalarn kelas, tujuan-tujuan khusus lebih diutarnakan, karena lebih jelas dam mudah pencapaiannya. Dalarn mempersiapkan pelajaran, pengajar menjabarkan tujuan mengajamya dalarn bentuk tujuan-tujuan khusus yang bersifat operasional. Tujuan demikian akan menggambarkan "what will the student be able to do as a result of the teaching that he was unable to do before" (Rowntree, 1974). Mengajar di kelas lebih mene.kankan tujuan khusus, sebab hal itu akan dapat memberi gambaran yang lebih konkret, dan menekankan pada perilaku peserta didik, sedang perumusan tujuan umum lebih bersifat abstrak, pencapaiannya memerlukan waktu yang lebih lama dan lebih sukar diukur.

Dalam proses belajar mengajar peranan kurikulum sangat penting sebagai faktor pendukung tercapainya sasaran pendidikan. Untuk itu kurikulum hams selalu direlevansikan dengan kebutuhan masyarakat. Berbagai komponen terkait perlu diidentifikasi. Oleh karena itu, yang paling esensial adalah adanya revisi sebagai upaya perbaikan apakah kurikulum tersebut telah dapat mengadopsi tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi serta kebutuhan masyarakat sesuai dengan perkembangan/dinamika masyarakat itu sendiri. Untuk melakukan perubahan (perbaikan dan penyesuaian) perlu dilakukan analisis kebutuhan pengembangan daerah. Bagaimana sekalipun pembangunan selalu diikuti oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pada dewasa ini tingkat masalah telah manahap ke pelibatan "Budaya Masyarakat-Sekolah", dimana dengan sekolah diartikan sebagai institusi (sistem sosial). Kritik tentang perolehan dari transformasi formal di sekolah yang kognitivistik verbalisme dan yang berkehendak sebagai input, tidak ditinjau dalam refrensi dari wawasan lingkungan masyarakat di mana peserta didik telah akrab mengenal atau mengetahuinya.

Ada 3 (tiga) unsur yang membentuk sosok pengelolaan kurikulum yang dikehendaki yaitu, kebebasan aspirasi yang sesuai dengan konsep sistem, pertanggungjawaban dan kendali mutu. Untuk memperkaya dan memperluas wawasan keilmuan peserta didik, diharapkan kurikulum sekolah termasuk di dalarnnya muatan lokal harus menampung aspirasi daerah, sehingga kepedulian akan pengembangan dimana mereka hidup menjadi hal yang utama dalam pemikiran mereka, yang kelak dikemudian hari dapat dikembangkannya sendiri menurut kemampuan masing-masing.

d. Pertanyaan Yang Dapat Dimunculkan

· Apakah efektif makna desentralisasi dalam pembelajaran anak didik untuk menumbuhkan nilai persatuan NKRI pada anak didik.

· Akankan desentralisasi tidak menjadi suatu kelatahan sosial yang menciptakan raja-raja kecil pada masing-masing daerah.

· Bagaimana efektifitas kurikulum yang desentralisasi kepada pembenahan kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik.

· Bagaimana penyusunan kurikulum yang diharapkan menggandeng kepentingan masyarakat di dalamnya.

e. Konsep Utama

Penyusunan kurikulum yang desentralisasi menuju kepada pembenahan masyarakat melalui proses pembelajaran.

f. Refleksi

Diharapakan idealnya perencanaan kurikulum tersebut akan menjadi sebuah langkah pembenahan kehidupan masyarakat.

Artikel Extracurricullar Opportunities

a. Bibliografi
Crawley, Patricia. 1998. Extracurricullar Opportunities. The American Biologi Teacher. 1998:37-38

b. Tujuan Penulisan

Memberikan penjelasan pentingnya program ekstrakurikuler sebagai penunjang kemampuan belajar sains di kelas dan pembentukan keterampilan hidup (Life skill).

c. Fakta-Fakta Unik

Summer Science Academy dimulai musim panas dari 1989. Pelatihan Academy, ditawarkan selama musim panas pada setiap hari sabtu , dirancang untuk para siswa minoritas untuk meningkatkan keberanian siswa serta mengadakan pelatihan-pelatihan meningkatkan kemampuan meneliti siswa sehingga tidak menganggap sekolah hanya mendapat ijazah. Jumlah siswa yang mengikuti pelatihan berasal dari berbagai kelompok yaitu 76 persen African-American, 7 persen Hispanic, 10 persen putih, dan 1 persen kelompok-kelompok rasial lain. Dua pertiga dari para siswa yang ikut serta dalam pelatihan mengungkapkan bahwa mereka lebih cerdas dan matang setelah melakukan pelatihan tambahan disekolah. Dengan demikian mereka terbiasa dengan peraturan perusahaan dibandingkan dengan siswa yang tidak mengikuti pelatihan. Banyak siswa memandang pengalaman mereka di dalam pelatihan benar-benar implorer/masukan pendidikan mereka disekolah dan menentukan masa depan mereka. Summer Science Academy itu adalah suatu sekolah yang penuh kegiatan, selama 6 minggu di musim panas siswa belajar berbagai ilmu pengetahuan alam, matematik, dan computer. Aktivitas di desain sedemikian rupa sehingga siswa mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang sains dan runag lingkupnya.

Para siswa dalam pelatihan tersebut dididik dengan berbagai teknik-teknik laboratorium yang baru dan keterampilan-keterampilan dan dilibatkan di dalam banyak pemecahan masalah dan aktivitas berfikir kritis yang langsung berhubungan dengan lingkungan dalam masyarakat. Program ekstrakurikuler tersebut dimulai dengan 58 siswa di dalam program musim panas dan 30 siswa di dalam program Sabtu, sudah berkembang menjadi 1500 siswa di musim panas dan 800 siswa di hari Sabtu tahun ini. Pada program itu siswa dilibatkan pada sejumlah proyek- proyek lingkungan yang unik, dari pembersihan pantai sampai penanaman gandum. Para siswa dalam program itu dengan aktif dilibatkan dalam pemeliharaan dan pemuliaan di lingkungan pantai yang rusak di sebelah selatan Florida.

Topik-topik dari studi termasuk: bukit pasir pesisir dan batu karang, Everglades. dan tumbuh-tumbuhan dan fauna dari Selatan Florida. Hasil lembaga survey, mendukung kegiatan yang diisi dengan pemberian pengalaman-pengalaman selama pendidikan untuk siswa, lebih bermakna dan harus relevan dengan tujuan akademis untuk kesuksesan jangka panjang. Rangkaian model-model pembelajaran, seperti instruktur-instruktur, pemberi ceramah/ dosen tamu, dan personil ladang adalah satu bagian integral dari program. Tambahan pula, banyak lulusan academy kembali lagi keacademy sebagai asisten-asisten akademi . Karena ingin berbagi pengalaman-pengalaman sukses mereka, Pembelajaran dengan model ini kepada para siswa membantu mereka untuk menetapkan jenjang karier mereka kedepannya yang lebih pasti.

Beberapa kriteria untuk dapat diterima kedalam pelatihan akademi selama musim panas, peserta harus memenuhi kriteria:

· Adalah minoritas atau wanita telah terdaftar oleh pemerintah pusat;

· Sudah menyelesaikan kelas yang ketujuh dengan baik dengan standar nilai 275 GPA atau di atas;

· Sudah mengumpulkan nilai pada bagian standarisasi pengujian matematika yang 75th.

· Rekomendasi dari kepala departemen, seorang peneliti, atau seorang ahli matematika.

· Menyatakan sangat berminat dibidang matematika, IPA, computer, dan ilmu lingkungan.

Untuk melengkapi program Academi penelitian musim pana, bersama dengan Broward Community College, menyediakan satu Program ilmu pengetahuan pada hari Sabtu. Program Sabtu ini memperluas wawasan siswa bersama dengan pengalaman penelitian dimusim panas. Pembelajarannya dirancang untuk menarik minat untuk meneliti pada diri siswa. Siswa akan banyak mengalami aktivitas penelitian, dan proyek-proyek penelitian individual yang disediakan untuk para siswa setelah sekolah setahun ini. Seorang siswa dapat mengambil bagian di dalam program kedua-duanya, sesi-sesi musim panas dan Sabtu secara keseluruhan, dari tingkatan kelas delapan sampai lulusan perguruan tinggi yang ingin berlatih di dalam bidang biologi, ilmu kimia, peri kehidupan alam, ilmu eksakta, Ilmu pengetahuan bumi, ekologi, ilmu pengetahuan lingkungan, ilmu perbintangan, dan geologi.

Banyak para siswa memilih untuk berpartisipasi di Science Engineering Communications Mathematics Excellence (SECME) sebagai satu bagian pelatihan Sabtu mereka. SECME adalah headquartered pada Georgia Institute dari Technology di Atlanta dan dipersatukan universitas lain seperti Florida Atlantic University. SECME kerjasama dengan academi ini menyediakan pengalaman baru bagi para siswa dengan menghadirkan pembicara tamu ahli-ahli professional dari masyarakat yang akan berbagi pengalaman dan pandangan mengenai pengalaman mereka sehingga siswa memiliki padangan-pandangan atau tips mengenai peningkatan kemampuan meneliti.

Sementara itu siswa yang dapat menyelesaikan program tidak sampai akhir tahun, mereka yang mampu menyelesaikan studi dengan waktu yang singkat, mereka akan dikirim ke Universitas pilihan mereka dengan beasiswa full. Barangsiapa siswa dapat sukses mengikuti kegiatan akademi selama 4 tahun atau dengan 8 semester disekolah menengah menyelesaikan dengan baik akan seperti juga Broward Community College rangkap. Penerimaan siswa memiliki standar-standard. Para siswa ditaksir didasarkan pada kinerja mereka di presentasi-presentasi test, dan keikutsertaan.

Siswa yang mengikuti Program gratis didukung oleh negara dan dibiayai oleh pemerintah lokal. Sebutan dan dibelakangi oleh program-program partner-in-excelence, Satu perusahaan rekonstruksi lingkungan. merekrut para siswa berkwalitas, dan rencana penyusunan program dimulai oleh siswa dengan baik. Umumnya disepakati Yang dikenal bahwa ada faktor-faktor kausatif yang ganda mendorong ke arah underrepresentation kelompok khusus di dalam ilmu pengetahuan dan profesi-profesi rancang-bangun. Sementara sistim pendidikan yang ada bisa melambat jika menunjukkan perbedaan-perbedaan, Academy ini telah sukses memfasilitasi siswa ini dengan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk mereka kembangkan disekolah menengah. Dasar untuk mempersiapkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi dan untuk menyenangi karier-karier sukses di bidang ilmu pengetahuan, matematika, atau teknologi.


d. Pertanyaan Yang Dapat Dimunculkan

· Bagaimana pola penerapan ekstrakurikuler sains di Indonesia demi pembentukan life skill?

· Apakah mungkin untuk menerapkan ekstrakurikuler sains di sekolah dengan padatnya beban mata pelajaran intrakurikulernya?

· Bagaimana pola mitra kerja dengan perguruan tinggi dalam pemberdayaan kualitas ektrakurikuler di sekolah?

e. Konsep Utama

Pembentukan keterampilan sains siswa melalui eksrakurikuler program musim panas dan program sabtu selama satu tahun (Community College) yang bekerjasama dengan perguruan tinggi.

f. Refleksi Mencoba menjawab kebutuhan masyarakat melalui ekstrakurikuler.

ARTIKEL The Nature Of The Ideal Environmental Science Curriculum

a. McComas F. William. 2003. The Nature Of The Ideal Environmental Science Curriculum. The American Biology Teacher 2003:171-177

b. Tujuan Penulisnya

Menjelaskan tentang kriteria kurikulum ilmu lingkungan yang ideal bagi anak sekolah menengah dan memberikan sebuah gambaran tentang buku teks yang diperlukan untuk mendukung pembelajaran lingkungan yang sesuai dengan kurikulum.

c. Fakta-fakta Unik

Buku teks Biologi &Pendidikan Ekologi

Diharapkan dalam setiap teks Biologi dirancang percobaan menerangkan sifat peduli lingkungan kepada siswa sekolah menengah. Teks harus banyak mengandung panduan ekologi, prinsip-prinsip ekologi dan lingkup ekologi serta aktivitas laboratorium mencakup didalam panduan. Analisis teks ekologi dilakukan dengan memasukkan daftar-daftar teks materi yang diharapkan ada berdasarkan tujuan pembelajaran ekologi sekolah menengah yang ada dalam kurikulum yang telah dikeembangkan untuk meninjau ulang isi sebuah buku ekologi yang dipakai sebagai teks biologi dengan cara perbandingan. Apakah isi materi telah mencakup materi ilmiah yang semestinya diberikan atau tidak.

Pada materi akhir teks biologi, sebaiknya atau seharusnya dibahas mengenai cakupan ekologi secara menyeluruh, atau suksesi. Gibson (1996) menemukan bahwa banyak buku teks biologi yang tidak menjelaskan cakupan ekologi secara menyeluruh dan tidak lagi relevan dimasa ini. kesimpulannya bahwa meskipun suatu buku teks biologi telah membahas mengenai ekologi secara menyeluruh seperti suksesi, tidak memberikan jaminan bahwa konsep dan data pembuktiannya akurat, tetapi hanya memandang pada satu sudut pandang saja dan tidak mengembangkan daya analisis siswa. Wilson (2000) menganalisa buku teks biologi yang membahas mengenai perubahan-perubahan ekologi sepanjang waktu. Bagaimana dia menggunakan cara kerja yang berbeda dengan cara kerjan yang menjadi ketetapan daripada kurikulum.

Sebagai contoh, dalam melaporkan hasil analisis mengenai suksesi dan lingkungan, siswa tidak diharapkan hanya mencatat, tetapi Wilson membuat siswa tertarik dengan mengangkat materi mengenai isu-isu lingkungan seperti konservasi hutan dan kehidupan rimba, serangga-serangga, burung-burung, dan energi, unsur Hara serta bagaimana keterlibatan siswa didalamnya. Dengan menggunakan rubrik-rubrik tertentu, Wilson menemukan bahwa sejak tahun 1990 hingga 2003 isi tentang konsep lingkungan didalam buku text biologi hanya 10%. Justru dari tabel hasil pengamatannya menyatakan bahwa kebanyakan buku teks telah berisi tentang materi-materi yang diharapkan dalam kurikulum ekologi. Namun, mayoritas buku ekologi hanya membahas ilmu lingkungan yang sama dan tidak membahas mengenai tingkatan ekologi secara lengkap. Sepuluh dari 13 buku yang ditinjau berisi mengenai teks-teks materi yang sama.

Bukan hal yang mengejutkan, teks-teks dalam buku merancang secara rinci dengan satu fokus ekologi menerapkan pendekatan integratif dengan kajian ilmu lainnya yang terkait. Sudah banyak argumentasi bahwa topik-topik sintetik seperti ekologi dan evolusi harus dihubungkan sepanjang teks. Hal itu nampak adanya dengan hampir separuh dari buku ekologi di dalam suatu bab yang terpisah atau pada kesimpulannya mengungkapkan bahwa ekologi berubah dari waktu ke waktu. Kelengakapan dan perkembangan suatu kajian buku teks dengan fenomena lingkungan dan pengembangan kurikulum adalah satu kesatuan yng tidak dapat dipisahkan, yakni ilmu lingkungan sangat berkaitan erat dengan kemudahan pembelajaran dikelas Biologi. Sebagai bentuk penyamarataan, semua buku mengenai ilmu lingkungan haruslah mencakup semua bahasan mengenai lingkungan. Bukan tujuan utama dari artikel ini untuk membandingkan buku yang satu dengan yang lainnya.

Instruksi Laboratorium dan Pendidikan Ekologi

Tidak diragukan lagi bahwa untuk memperjelas dan melengkapi ilmu lingkungan tidak bisa dilakukan sebatas konsep dan observasi lapangan, namun harus dilakukan praktek laboratorium dengan berdasar prinsip-prinsip ekologi. Tidak aneh, jika banyak buku teks membahas mengenai panduan kegiatan laboratorium yang terkait dengan ekologi. Ataupun masih dalam batas kewajaran, jika di dalam buku panduan laboratorium ekologi hanya terdapat latihan soal-soal untuk meningkatkan pemahaman siswa. Bagaimanapun itu, teks-teksnya harus berkaitan dengan kegiatan laboratorium pendidikan lingkungan. Pertama-tama, dalam penulisan panduan laboratorium dengan tema kegiatan laboratorium pada konsep materi tertentu, kemudian pengelompokan kegiatan laboratorium hingga analisis kerja. Pada tabel 2 memaparkan hasil tinjauan buku teks yang berisi tentang kegiatan laboratorium.

Hal yang umum dipaparkan dalam buku teks adalah kegiatan pengukuran populasi, habitat, dan interaksi-interaksi populasi seperti kompetisi dan pemangsaan, keanekaragaman hayati dan aspek pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh tindakan manusia seperti polusi. Bukan hal yang mengejutkan lagi jika didalam panduan terdapat pelatihan/teknik pengomposan juga dicantumkan. Beberapa dari teks-teks mencakup aktivitas yang dihubungkan dengan pengambilan keputusan dengan seperti dengan pernyataan "Apakah setiap orang senang melestarikan lingkungan?” Suatu studi dari dampak manusia lokal, dan membuat keputusan mengenai penggunaan lahan. Tidak ada buku berisi tentang eksplorasi-eksplorasi laboratorium yang berkaitan langsung dengan topik-topik utama lingkungan, tetapi hanya beberapa teks yang membahas secara mendalam.

Bagian ini sangat penting karena memberikan arahan-arahan yang jelas mengenai hal yang sama yaitu peninjauan kembali buku teks. Memasukkan aktivitas-aktivitas laboratorium sangat tergantung dari perencanaan guru di kelas. Karena banyak teori mengenai kegiatan laboratorium namun belum tentu dapat diterapkan di kelas. Kegiatan laboratorium dapat diterapkan dengan mendesain sesuai panduan kemudian diterapkan pada kehidupan nyata, hal ini membangun kemandirian dan berguna untuk mengkaji isi dari kurikulum pendidikan ekologi yang dikembangkan oleh Asosiasi Amerika Utara untuk Environmental Education ( NAAEE) salah satu dari para pendukung utama pendidikan lingkungan.

Pembaca NAAEE Guide-lines ini adalah petunjuk pertama mengembangkan konsep. Sebagai contoh, pelajar-pelajar diminta untuk memahami bahwa lingkungan kehidupan terdiri atas suatu "sistem dinamis yang saling berhubungan". Hal ini berarti banyak element yang saling berhubungan untuk suatu kedinamisan. Standar yang diterapkan oleh NAAEE pada umumnya mengenai pengambilan keputusan. Aturan NAAEE menghargai bahwa siswa harus mengetahui hal-hal yang mempengaruhi lingkungan, peran dari politik dan sistem ekonomi, dampak-dampak global, dan peran teknologi terhadap lingkungan. Hal ini menjadi fokus utama dan harus dilakukan dalam suatu tindakan dengan harapan keterampilan-keterampilan seperti aplikasi informasi dan analisa untuk menyelidiki isu-isu lingkungan, keterampilan-keterampilan di dalam pengambilan keputusan dan kewarganegaraan, dan pemahaman mengenai hak-hak dan tanggung-jawab warganegara terhadap lingkungan. Itu telah jelas bahwa petunjuk NAAEE menekankan unsur-unsur tanggung-jawab dan tindakan yang sosial berhubungan dengan studi dari lingkungan.

Menyadari dampak lingkungan yang begitu luas NAAEE tidak hanya membatasi pada masalah ekologi saja, tetapi kemudian akan disuguhkan dalam Konteks kehidupan tradisional. Ada beberapa contoh di dalam instruksi ilmu pengetahuan menyarankan orang untuk melihat di luar buku teks dan buku panduan laboratorium, tetapi kembali pada keadaan tradisional untuk menyusun kurikulum. Para pembela lingkungan sudah mengembangkan suatu cakupan yang luas untuk mengembangkan kurikulum, dengan aktif mempromosikan pengajaran ekologi dengan menyediakan peluang pelatihan guru.

Kesimpulan

Pembahasan kurikulum, maka dipertimbangkan adanya dua orientasi utama yaitu pertama orientasi "konsep", siswa diminta untuk belajar prinsip-prinsip dasar ilmiah yang dihubungkan dengan lingkungan. Orientasi yang kedua boleh jadi dipertimbangkan "praktis" berfokus di mana pelajar-pelajar didorong untuk menjadi yang dilibatkan di dalam akativis lingkungan. Tidak anehnya, Agenda yang pertama adalah sering diselenggarakan oleh pendidik-pendidik bersifat tradisional dengan memaparkannya di dalam buku teks dan patokan ilmu pengetahuan formal. Pandangan yang kedua lebih mungkin dicerminkan di dalam sasaran yang disediakan oleh perlindungan terhadap lingkungan.

Di dalam artikel ini, ilmu lingkungan dan ekologi telah digunakan secara bersamaan tetapi harus berhati-hati dalam mengartikannya, karena memiliki arti yang berbeda. Rekomendasi kurikulum mengungkapkan suatu pembedaan yang lebih sulit dipisahkan di dalam pemakaian kata-kata ini. Mereka yang tergolong konseptual, di mana pendekatan lingkungan lebih mungkin untuk memperbicangkan tentang ekologi atau ilmu pengetahuan lingkungan, sedangkan yang berpikir pragmatis atau praktis kelihatannya menyukai istilah ilmu lingkungan. Namun keduanya memiliki tujuan dan sikap yang sama terhadap kelangsungan lingkungan melalui pembelajaran.

Perbedaan makna dari "konsep" versus "praktis/tindakan" dikesampingkan, ketika berbagai sumber data diambil secara keseluruhan, sasaran bersama untuk studi dari ekologi di dalam pengaturan K-12 dan, terutama sekali di dalam kelas-kelas biologi sekolah menengah, harus jelas. Tinjauan ulang dari buku teks biologi yang ada juga menunjukkan suatu adanya rasa kebersamaan dari kedua golongan tersebut. Dokumen ini menyediakan suatu perasaan pengertian yang kuat dari sasaran bersama. Pemikiran bersama ini menyediakan suatu rekomendasi bahwa lingkungan sebagai bagian dari kurikulum ekologi yang ideal.

d. Pertanyaan yang dapat dimunculkan

Bagaimana penyusunan kurikulum yang ideal?

Apa bentuk kontribusi laboratorium terhadap perkembangan kurikulum?

Bagaimana kontribusi kurikulum berbasis lingkungan tersebut terhadap penyadaran individu terhadap kelestarian hutan?

e. Konsep Utama

Memahami isi buku teks yang sesuai dengan kurikulum dan stategi pembenahannya agar sesuai dengan kurikulum

f. Refleksi

Ingin membentuk pola belajar efektif dengan berbasis lingkungan

Ingin mengembangkan kurikulum melalui pemberdayaan laboratorium

Menjadi salah satu aspek kajian dalam rencana tesis

EKSTRAKURIKULER

PENGEMBANGAN EKSTRAKURIKULER

1). Definisi ekstrakurikuler

Ekstrakurikuler merupakan pemisahan atau sebagian ruang lingkup pelajaran yang diberikan di pendidikan menengah, tidak merupakan bagian integral dari mata pelajaran yang sudah ditetapkan dalam kurikulum atau berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum, seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa. Pembelajaran di sekolah yang mengemban tugas untuk membentuk manusia indonesia seutuhnya, maka tidak berarti pembelajaran tersebut harus mengedepankan kecerdasan intelektual (IQ) semata, namun harus mengakomodir kecerdasan emosionalnya (EQ), kecerdasan kreativitasnya (CQ), dan kecerdasan religiusnya (RQ). Dengan terkopernya berbagai kecerdasan tersebut, maka otak manusia baik bagian kiri dan kanan, yang diciptakan Allah SWT akan termamfaatkan secara seimbang dalam pembentukan manusia tersebut secara utuh. Hal ini sebagaimana firma Allah SWT yang berbunyi;

وَاللهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُوْنِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِد

َةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ (النحل:78)

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan af-idah (daya nalar) (Q.S. An-Nahl: 78).

قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لاَ يَعْلَمُوْنَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُوا الأَلْبَابِ (الزمر: 9)

Katakanlah: apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya, hanya orang-orang yang berakallah yang mampu menerima pelajaran. (Q.S. Az-Zumar: 9)

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِـكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُوْلً

Dan janganlah kamu membiasakan diri pada apa yang kamu tidak ketahui, karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan daya nalar semuanya itu akan dimintai pertanggung jawabannya. (Q.S. Al-Isra': 36)

Upaya untuk mengembangkan potensi anak didik sehingga berkembang mencapai taraf maksimal bukan saja melalui kegiatan intrakurikuler, tetapi juga bisa didukung oleh kegiatan ektrakurikuler. Ekstrakurikuler yang latah dengan pemaknaan sebagai aktivitas tambahan atau pelengkap bagi pelajaran wajib, membuat perannya selalu diabaikan dalam pembentukan potensi anak didik. Untuk mempertajam perngertiannya, maka ekstrakurikuler dapat ditilik dari beberapa aspek. Pertama, dari tujuannya ekstrakurikuler menekankan pada penyaluran dan pemupukan bakat atau potensi perorangan melalui kegiatan tambahan yang intensif. Kedua, dari sudut kegiatan yang dilakukan, program ekstrakurikuler dapat mencakup berbagai macam kegiatan yang menarik minat siswa. Ketiga, dilihat dari keterlibatan anak didik, bahwa dalam kegiatan ekstrakurkuler tidak ada paksaan. Keterlibatan mereka secara sukarela, bahkan berdasarkan kebutuhan mereka sendiri. Karena itu, ekstrakurikuler merupakan program yang berorientasi pada anak didik.

2). Realita ekstrakurikuler

Ekstrakurikuler di sekolah seakan berada dalam dua sisi mata uang. Disatu sisi keberadaannya diperlukan siswa sebagai media untuk mengembangkan potensi diri, selain itu diharapkan mampu mengangkat dan mengharaumkan nama sekolah dengan prestasinya. Namun di sisi lain justru menjadi musabab menurunnya nilai siswa dan bukan tidak mungkin hanya menjadi formalitas saja untuk mencari keuntungan. Kenyataan di lapangan memang menunjukkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler mendapat proporsi yang tidak seimbang, kurang mendapat perhatian, bahkan cenderung disepelekan. Perhatian sekolah-sekolah juga masih kurang serius, hal ini terlihat dari kurangnya dukungan yang memadai baik dari segi dana, perencanaan, dan pelaksanaan, serta perannya sebagai bagian dari evaluasi keberhasilan siswa.

Padahal dikalangan siswa, banyak proses aktualisasi potensi siswa yang terjadi melalui kegiatan ekstrakurikuler. Misalnya aktualisasi tentang kepemimpinan, sains, olahraga, kepekaan sosial, nilai religius, dan sebagainya sering muncul ketika ekstrakurikuler. Jika dilihat secara mendalam, maka ada bebarapa manfaat mengukuti ektrakurikuler. Pertama, dapat mengakomodasi keragaman kecerdasan dan potensi siswa. Kedua, lebih mendekatkan pendidikan pada dunia riil. Ketiga, memiliki fleksibilitas yang tinggi dari segi program dan kurikulum. Keempat, pendidikan dilaksanakan secara menarik dan menyenangkan. Perlu diluruskan lagi bahwa kecerdasan manusia tidak hanya dilihat dari kecerdasan intelektual (IQ) saja, tetapi juga dilihat kecerdasan emosionalnya (EQ), kecerdasan kreativitasnya (CQ), dan kecerdasan religiusnya (RQ). Keberagaman kecerdasan ini sangat mungkin tidak terakomodasi selama proses pembelajaran. Sekolah hanya mengutamakan pencapaian logical dan mathematical intelegence. Padahal potensi anak beragam.

Dengan demikian pemahaman dan pengelolaan ektrakurikuler yang baik akan membentuk siswa yang kreatif, inovatif, dan beradab. Memang, pada sekolah tertentu pengelolaan ekstrakurikuler belum menunjukkan hasil yang maksimal. Bahkan menimbulkan keprihatinan dan korban jiwa. Hal ini bukan tampa sebab. Kadang kala ekstrakulikuler menjadi ajang balas dendam bagi kakak-kakak senior kepada junior. Ini sudah tidak aneh lagi, apalagi jika berlaku undang-undang Senioritas ; pertama, senior selalu benar. Kedua, junior selalu salah. Ketiga, jika senior salah maka kembali ke pasal pertama. Kalau sudah begini, maka semua system perencanaan sematang apapun akan tak berdaya dalam program ekstrakurikuler. Tentunya hal ini yang perlu dibenahi. Sekolah sekarang jangan hanya buat program ekstrakulikuler tetapi juga melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab. Menjadikan ekstrakerikuler sebagai salah satu andalan sekolah bukanlah persoalan mudah. Banyak hal yang harus dibenahi.

Konferensi anak-anak sedunia di Gerenoble, Prancis tahun 1993 menyimpulkan bahwa kurikulum pendidikan formal memiliki kemampuan terbatas untuk menyerap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Konferensi ini juga merekomendasikan konsep pendidikan sains di luar sekolah melalui kegiatan-kegiatan ilmiah di luar sekolah. Hal tersebut membuat kulikulum formal menjadi terbatasi oleh birokrasi dan penjadwalan kegiatan yang terlambat. Akibatnya tidak seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi. Kondisi inilah yang sebenarnya dapat ditutupi oleh kegiatan ektrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler tidak seperti penjadwalan di dalam kelas. Pembuatan programnya pun terbilang mudah dan tidak serumit kurikulum formal. Program penyelenggaraan ekstrakurikuler dapat bersifat fleksibel sehingga sangat memungkinkan untuk mengadakan pendidikan yang integratif dan multidisiplin.

Ekstrakurikuler sering terdengar membosanakan. Kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan di sekolah sebagian besar masih bertumpu pada bentuk kegiatan yang berhubungan dengan penyaluran bakat dan minat siswa, seperti olahraga, kesenian, karya ilmiah, kesehatan, pramuka, pencinta alam, dan lainnya. Ekstrakurikuler masih belum menyentuh pada kegiatan yang mampu mempersiapkan siswa pada dunia kerja atau life skill. Pengembangan kegiatan ekstrakurikuler berbasis dunia kerja sebenarnya dapat dilakukan, seperti ekstrakurikuler sains, wirausaha, otomotif, tata busana, tata boga, cetak sablon, internet, pengembangan bibit tanaman, pembuatan kolam ikan, pertanian hidroponik, dan lain-lain. Kegiatan ekstrakurikuler biasanya diikuti oleh siswa yang memang berminat pada kegiatan tersebut. Namun perkembangan psikologis anak di keluarga dan berhubungan dengan teman sepermainan menyebabkan alasan mengikuti ekstrakurikuler tidak lagi berdasarkan pada minat tetapi dapat juga dari faktor teman, misalnya ikut-ikutan saja. Atau juga faktor keluarga, yaitu bosan di rumah atau agar tidak disuruh-suruh di rumah. Maka ekstrakurikuler menjadi alasan yang tepat sebagai jalan keluar, apalagi ramai-ramai dengan teman atau doi, amoi asyiknya.

Fleksibel, itulah yang dapat dilakukan agar ekstrakulikuler tidak membosankan. Pola pelaksanaan yang begitu-gitu saja diganti dengan pola integratif dan multidisiplin serta tidak melupakan fun. Misalnya, jika selama ini ektrakulikuler belum bisa menjadi suatu hal yang dibangggakan berarti ada yang salah. Atau sekedar menghabiskan anggaran biaya. Tentunya harus dirubah. Jika senior tidak bisa membimbing juniornya, maka ganti dengan tenaga yang memang ahli. Bayangkan selama 07.30-14.00 pelajaran wajib berlangsung, siswa bertemu dengan teman-teman sepermainan. Ketika ektrakulikuler juga demikian. Apalagi mereka tahu kualitas senior sehingga apresiasi mereka kurang. Mengapa tidak untuk mengambil dari luar sekolah atau instansi lain seperti perguruan tinggi yang memang benar-benar berkualitas. Menciptakan pola kerja sama dengan instansi atau lembaga lain menjadi solusi. Ingat, serahkanlah pada ahlinya jika tidak tunggulah kehancurannya.

Yang lebih parah adalah adanya oknum-oknum guru yang mengambil keuntungan dari ekstrakulikuler. Penulis tidak tahu persis berapa anggaran tiap sekolah untuk kegiatan ekstrakulikulernya. Yang jelas, untuk yang satu ini biasanya ada dana pembinaan ataupun pengembangan diri. Walaupun tidak terlalu besar, namun yang namanya uang tetap saja berguna. Misalkan jika dalam satu semester program berjalan untuk kegiatan ekstrakulikuler dilaksanakan sebanyak 10-12 pertemuan namun hanya dilaksanakan 2 atau 3 saja, tentu ini merugikan bagi siswa. Apalagi jika tidak dilaksanakan sama sekali. Anehnya, oknum guru seperti ini santai saja seolah tidak tidak terjadi apa-apa. Malah ia berusaha mencari kambing hitam kepada siswa seolah mereka yang tidak aktif. Si guru tidak sadar bahwa ia telah menghilangkan kesempatan siswa untuk mengembangkan diri. Jika demikian bagaimana mau menghasilkan prestasi untuk membanggakan dan mengharumkan nama sekolah Tentunya yang begini ini yang harus direformasi.

Alangkan adilnya jika tidak hanya senior yang memberikan materi tetapi juga bersinergi dengan guru dan siswa untuk melaksanakan ekstrakulikuler. Dari sini juga guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk mengembangkan potensi diri. Bagi guru yang jeli, ia dapat juga melihat seberapa besar apresiasi siswa terhadap proses belajar mengajar dengan kegiatan ektrakulikuler. Jika siswa terlalu asik dengan ekstrakulikuler maka guru dapat mengingatkan bahwa jangan meninggalkan hal yang wajib. Atau juga guru memberikan motivasi pengembangan diri bagai siswa yang kesulitan belajar melalui kegiatan ekstrakulikuler. Sehingga orang tua tidak perlu khawatir jika anaknya terlalu asik dengan ektrakulikuler nilainya akan jatuh karena guru mengawasi secara langsung.

Jika ini mampu dilakukan guru maka ia berarti mampu mengembangkan 10 kompetensi guru secara baik. Terlebih dalam UU Sisdiknas No. 22/2003 terutama pasal 58 tentang evaluasi. Disebutkan evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Inilah yang membuat profesi guru menjadi unik, ia tidak saja mengajar tetapi juga membimbing dan mengarahkan siswa.

3). Pembinaan ekstrakurikuler

a. dasar pemikiran

Pembangunan di bidang pendidikan diarahkan kepada pengembangan sumberdaya manusia yang bermutu tinggi, guna memenuhi kebutuhan dan menghadapi tantangan kehidupan di masa depan. Melalui pendidikan, sumberdaya manusia yang bersifat potensi diaktualisasikan hingga optimal; dan seluruh aspek kepribadian dikembangkan secara terpadu. Sejalan dengan peningkatan mutu sumberdaya manusia, Departemen Pendidikan Nasional terus berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama (Direktorat PSMP), Ditjen Mandikdasmen, dalam hal ini telah melakukan berbagai upaya, baik pengembangan mutu pembelajaran, pengadaan sarana dan prasarana, perbaikan manajemen kelembagaan sekolah, maupun pembinaan kegiatan kesiswaan.

Peningkatan mutu pendidikan di sekolah tidak hanya terpaku pada pencapaian aspek akademik, melainkan aspek non-akademik juga; baik penyelenggaraannya dalam bentuk kegiatan kurikuler ataupun ekstra-kurikuler, melalui berbagai program kegiatan yang sistematis dan sistemik. Dengan upaya seperti itu, peserta didik (siswa) diharapkan memperoleh pengalaman belajar yang utuh; hingga seluruh modalitas belajarnya berkembang secara optimal. Di samping itu, peningkatan mutu diarahkan pula kepada guru sebagai tenaga kependidikan yang berperan sentral dan strategis dalam memfasilitasi perkembangan pribadi peserta didik di sekolah. Peningkatan mutu guru merupakan upaya mediasi dalam rangka pembinaan kesiswaan. Tujuan dari peningkatan mutu guru adalah pengembangan kompetensi dalam layanan pembelajaran, pembimbingan, dan pembinaan kesiswaan secara terintegrasi dan bermutu.

Dengan demikian, dalam pembinaan kesiswaan terlingkup program kegiatan yang langsung melibatkan peserta didik (siswa) sebagai sasaran; ada pula program yang melibatkan guru sebagai mediasi atau sasaran antara (tidak langsung). Namun, sasaran akhir dari kinerja pembinaan kesiswaan adalah perkembangan siswa yang optimal; sesuai dengan karakteristik pribadi, tugas perkembangan, kebutuhan, bakat, minat, dan kreativitasnya.

Gambar 1. Pelayanan pendidikan yang bermutu di sekolah

b. kompetensi pembinaan siswa

Walaupun di sekolah-sekolah telah ada wakil kepala sekolah urusan kesiswaan, akan tetapi sifatnya koordinatif dan administratif. Ia bertugas mewakili kepala sekolah dalam hal memadukan rencana serta mengkoordinasikan penyelenggaraan pembinaan kesiswaan sebagai bagian yang terpadu dari keseluruhan program pendidikan di sekolah. Pada dasarnya, pembinaan kesiswaan di sekolah merupakan tanggung jawab semua tenaga kependidikan. Guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang kerap kali berhadapan dengan peserta didik dalam proses pendidikan. Guru sebagai pendidik bertanggungjawab atas terselenggaranya proses tersebut di sekolah, baik melalui bimbingan, pengajaran, dan atau pelatihan. Seluruh tanggung jawab itu dijalankan dalam upaya memfasilitasi peserta didik agar kompetensi dan seluruh aspek pribadinya berkembang optimal. Apabila guru hanya menjalankan salah satu bagian dari tanggung jawabnya, maka perkembangan peserta didik tidak mungkin optimal. Dengan kata lain, pencapaian hasil pada diri peserta didik yang optimal, mempersyaratkan pelayanan dari guru yang optimal pula.Oleh karena guru merupakan tenaga kependidikan, maka guru pun bertanggungjawab atas terselenggaranya pembinaan kesiswaan di sekolah secara umum dan secara khusus terpadu dalam setiap mata pelajaran yang menjadi tanggung jawab masing-masing. Dengan demikian, setiap guru sebagai pendidik seyogianya memahami, menguasai, dan menerapkan kompetensi bidang pembinaan kesiswaan. Dalam kerangka berpikir dan bertindak seperti itulah dikembangkan standar kompetensi guru bidang pembinaan kesiswaan; yang selanjutnya dirinci ke dalam sub-sub kompetensi dan indikator-indikator sebagai rujukan penyelenggaraan pembinaan kesiswaan. Keseluruhan indikator yang diturunkan dari enam kompetensi dasar yang dimaksud dapat dijadikan acuan, baik bagi penyelenggaraan pembinaan kesiswaan secara umum dalam program pendidikan di sekolah; maupun secara khusus terpadu dalam program pembelajaran dan bimbingan yang menjadi tanggung jawab guru mata pelajaran dan guru pembimbing.

c. fungsi dan tujuan

Fungsi dan tujuan akhir pembinaan kesiswaan secara umum sama dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional; sebagaimana tercantum dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, Pasal 3, yang berbunyi sebagai berikut.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Adapun secara khusus, pembinaan kesiswaan ditujukan untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik (siswa) melalui penyelenggaraan program bimbingan, pembelajaran, dan atau pelatihan, agar peserta didik dapat mewujudkan kegiatan-kegiatan sebagai berikut.

1. Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bentuk kegiatannya antara lain: (a) pelaksanaan ibadah yang sesuai dengan ajaran agama masing-masing; (b) kegiatan-kegiatan keagamaan; (c) peringatan hari-hari besar keagamaan; (d) perbuatan amaliyah; (e) bersikap toleran terhadap penganut agama lain; (f) kegiatan seni bernafaskan keagamaan; dan (g) lomba yang bersifat keagamaan.

2. Kepribadian yang utuh dan budi pekerti yang luhur . Kegiatannya dapat dalam bentuk pelaksanaan: (a) tata tertib sekolah; (b) tata krama dalam kehidupan sekolah; dan (c) sikap hormat terhadap guru, orangtua, sesama siswa, dan lingkungan masyarakat.

3. Kepemimpinan. Kegiatan kepemimpianan antara lain siswa dapat berperan aktif dalam OSIS, kelompok belajar, kelompok ilmiah, latihan dasar kepemimpinan, forum diskusi, dan sebagainya.

4. Kreativitas, keterampilan, dan kewirausahaan. Dalam hal ini bentuk kegiatannya, antara lain: (a) keterampilan menciptakan suatu barang menjadi lebih berguna; (b) kreativitas dan keterampilan di bidang elektronika, pertanian/perkebunan, pertukangan kayu dan batu, dan tata laksana rumah tangga (PKK); (c) kerajinan dan keterampilan tangan; (d) koperasi sekolah dan unit produksi; (e) praktik kerja nyata; dan (f) keterampilan baca-tulis.

5. Kualitas jasmani dan kesehatan. Kegiatannya dapat dalam bentuk: (a) berperilaku hidup sehat di lingkungan sekolah, rumah, dan masyarakat; (b) Usaha Kesehatan Sekolah/UKS; (c) Kantin Sekolah; (d) kesehatan mental; (e) upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba; (f) pencegahan penularan HIV/AIDS; (g) olah raga; (h) Palang Merah Remaja (PMR); (i) Patroli Keamanan Sekolah (PKS); (j) Pembiasaan 5K (keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, dan kekeluargaan); dan (k) peningkatan kemampuan psikososial untuk mengatasi berbagai tantangan hidup.

6. Seni-Budaya. Kegiatannya dapat dalam bentuk: (a) wawasan keterampilan siswa di bidang seni suara, tari, rupa, musik, drama, photografi, sastra, dan pertunjukan; (b) penyelenggaraan sanggar seni; (c) pementasan/pameran berbagai cabang seni; dan (d) pengenalan dan apresiasi seni-budaya bangsa.

7. Pendidikan pendahuluan bela negara dan wawasan kebangsaan. Bentuk kegiatannya antara lain: (a) upacara bendera; (b) bhakti sosial/masyarakat; (c) pertukaran pelajar; (d) baris berbaris; (e) peringatan hari besar bersejarah bangsa; (f) wisata siswa (alam, tempat bersejarah); (g) pencinta alam; (h) napak tilas; dan (i) pelestarian lingkungan.

d. materi pembinaan

Dalam keseluruhan program Direktorat PSMP, program-program pembinaan kesiswaan termasuk kelompok bidang peningkatan mutu. Di dalam kelompok program peningkatan mutu terdapat bagian-bagian atau sub kelompok program yang memayungi program-program pembinaan kesiswaan. Berdasarkan sub kelompok program peningkatan mutu, program-program pembinaan kesiswaan ada yang langsung melibatkan siswa sebagai sasaran kegiatan; ada pula yang melibatkan guru sebagai sasaran tidak langsung (mediasi/sasaran antara). Adapun sub kelompok program pembinaan kesiswaan meliputi sebagai berikut.

1. Lokakarya Kegiatan Kesiswaan , terdiri dari: (a) Kegiatan yang bersifat akademik; dan (b) Kegiatan non-akademik.

2. Pengembangan Program Kesiswaan , meliputi pengembangan: (a) klub olah raga siswa; (b) klub bakat, minat, dan kreativitas siswa; (c) etika, tata tertib, dan tata kehidupan sosial di sekolah; dan (d) Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

3. Program Pra-vokasional untuk siswa SMP dinamakan Program Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup Melalui Pendidikan Pra-vokasional.

4. Program Lomba Kesiswaan , meliputi: (a) International Junior Science Olympiad/IJSO; (b) Olimpiade Sains Nasional untuk Siswa SMP; (c) Lomba Penelitian Ilmiah Pelajar (LPIP); (d) Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) Siswa SMP; (e) Lomba Mengarang Dalam Bahasa Indonesia; (f) Lomba Pidato Dalam Bahasa Inggris; dan (g) Lomba Motivasi Belajar Mandiri (Lomojari) untuk Siswa SMP Terbuka.

5. Pembinaan Lingkungan Sekolah , terdiri dari: (a) Asistensi Pendidikan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba; (b) Program Pembinaan Sekolah Sehat (Lomba Sekolah Sehat/LSS); dan (c) Program Pendidikan Budi Pekerti.

e. strategi pelaksanaan

Sesuai dengan tujuan dan karakteristik materi program pembinaan kesiswaan tersebut di atas, maka strategi yang digunakan meliputi pelatihan (terintegrasi dan distrik), lokakarya, kunjungan sekolah (school visit), dan perlombaan/pertandingan (bersifat kompetisi). Penggunaan jenis strategi bersifat fleksibel, dalam arti dapat digunakan satu strategi untuk program tertentu; dan atau beberapa strategi dikombinasikan dalam pelaksanaan satu atau beberapa program, yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pelaksanaan. Di samping itu, dasar pertimbangan penggunaan suatu strategi mencakup aspek-aspek sebagai berikut: (1) keluasan materi dan sasaran program; (2) waktu dan tempat penyelenggaraan; (3) tenaga pelaksana; dan (4) dana yang tersedia.

Strategi pelatihan terintegrasi berbasis kompetensi digunakan dalam program pembinaan kesiswaan yang melibatkan sasaran guru atau tenaga pendidikan; dan pelaksanaan pelatihan itu merupakan bagian dari program pelatihan lainnya (program induk) yang serumpun. Dalam hal ini, baik biaya, tenaga pelatih, maupun bahan atau materi pelatihan program pembinaan kesiswaan merupakan bagian dari program induk. Strategi pelatihan distrik (district training) merupakan bentuk pengembangan kapasitas aparat pendidikan tingkat provinsi, kabupaten-kota, dan atau sekolah yang diselenggarakan di tingkat provinsi tentang program pembinaan kesiswaan tertentu atau program yang serumpun. Tentu saja, biaya, tenaga pelatih, dan bahan atau materi pelatihan berasal dari pusat; sedangkan tempat/lokasi pelatihan dikoordinasikan dengan pihak provinsi.

Strategi lokakarya (workshop) digunakan dalam rangka menghasilkan sesuatu, baik berupa rumusan acuan, rencana kegiatan, pengembangan teknik atau instrumen, maupun kesamaan persepsi, wawasan, dan komitmen untuk kepentingan pelaksanaan program yang terlingkup dalam bidang pembinaan kesiswaan. Lokakarya dapat diselenggarakan secara nasional atau di tingkat pusat; dan dapat pula dibagi menjadi beberapa region penyelenggaraan. Kunjungan sekolah (school visit) merupakan strategi yang digunakan dalam bentuk kegiatan pemantauan (monitoring), penilaian (evaluasi), pengamatan (observasi), studi kasus, dan atau konsultasi klinis-pengembangan, baik tentang persiapan, pelaksanaan, maupun hasil suatu program pembinaan kesiswaan. Strategi kunjungan sekolah dilaksanakan terutama untuk mempersempit kesenjangan antara kebijakan yang dihasilkan di tingkat pusat dengan pelaksanaan suatu program pembinaan kesiswaan di tingkat sekolah sasaran.

Perlombaan merupakan strategi pelaksanaan program pembinaan kesiswaan yang bersifat kompetitif, melibatkan siswa atau sekolah peserta secara langsung dalam suatu event atau kegiatan, baik yang bertaraf internasional maupun nasional. Strategi perlombaan dapat dilaksanakan sebagai kegiatan tunggal (bukan kegiatan yang dilaksanakan secara bertahap dari tingkat bawah); dapat pula (lazimnya) dilakukan secara bertahap dari tingkat sekolah, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga tingkat nasional ataupun internasional