Kamis, 11 Juni 2009

EKSTRAKURIKULER

PENGEMBANGAN EKSTRAKURIKULER

1). Definisi ekstrakurikuler

Ekstrakurikuler merupakan pemisahan atau sebagian ruang lingkup pelajaran yang diberikan di pendidikan menengah, tidak merupakan bagian integral dari mata pelajaran yang sudah ditetapkan dalam kurikulum atau berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum, seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa. Pembelajaran di sekolah yang mengemban tugas untuk membentuk manusia indonesia seutuhnya, maka tidak berarti pembelajaran tersebut harus mengedepankan kecerdasan intelektual (IQ) semata, namun harus mengakomodir kecerdasan emosionalnya (EQ), kecerdasan kreativitasnya (CQ), dan kecerdasan religiusnya (RQ). Dengan terkopernya berbagai kecerdasan tersebut, maka otak manusia baik bagian kiri dan kanan, yang diciptakan Allah SWT akan termamfaatkan secara seimbang dalam pembentukan manusia tersebut secara utuh. Hal ini sebagaimana firma Allah SWT yang berbunyi;

وَاللهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُوْنِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِد

َةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ (النحل:78)

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan af-idah (daya nalar) (Q.S. An-Nahl: 78).

قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لاَ يَعْلَمُوْنَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُوا الأَلْبَابِ (الزمر: 9)

Katakanlah: apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya, hanya orang-orang yang berakallah yang mampu menerima pelajaran. (Q.S. Az-Zumar: 9)

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِـكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُوْلً

Dan janganlah kamu membiasakan diri pada apa yang kamu tidak ketahui, karena sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan daya nalar semuanya itu akan dimintai pertanggung jawabannya. (Q.S. Al-Isra': 36)

Upaya untuk mengembangkan potensi anak didik sehingga berkembang mencapai taraf maksimal bukan saja melalui kegiatan intrakurikuler, tetapi juga bisa didukung oleh kegiatan ektrakurikuler. Ekstrakurikuler yang latah dengan pemaknaan sebagai aktivitas tambahan atau pelengkap bagi pelajaran wajib, membuat perannya selalu diabaikan dalam pembentukan potensi anak didik. Untuk mempertajam perngertiannya, maka ekstrakurikuler dapat ditilik dari beberapa aspek. Pertama, dari tujuannya ekstrakurikuler menekankan pada penyaluran dan pemupukan bakat atau potensi perorangan melalui kegiatan tambahan yang intensif. Kedua, dari sudut kegiatan yang dilakukan, program ekstrakurikuler dapat mencakup berbagai macam kegiatan yang menarik minat siswa. Ketiga, dilihat dari keterlibatan anak didik, bahwa dalam kegiatan ekstrakurkuler tidak ada paksaan. Keterlibatan mereka secara sukarela, bahkan berdasarkan kebutuhan mereka sendiri. Karena itu, ekstrakurikuler merupakan program yang berorientasi pada anak didik.

2). Realita ekstrakurikuler

Ekstrakurikuler di sekolah seakan berada dalam dua sisi mata uang. Disatu sisi keberadaannya diperlukan siswa sebagai media untuk mengembangkan potensi diri, selain itu diharapkan mampu mengangkat dan mengharaumkan nama sekolah dengan prestasinya. Namun di sisi lain justru menjadi musabab menurunnya nilai siswa dan bukan tidak mungkin hanya menjadi formalitas saja untuk mencari keuntungan. Kenyataan di lapangan memang menunjukkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler mendapat proporsi yang tidak seimbang, kurang mendapat perhatian, bahkan cenderung disepelekan. Perhatian sekolah-sekolah juga masih kurang serius, hal ini terlihat dari kurangnya dukungan yang memadai baik dari segi dana, perencanaan, dan pelaksanaan, serta perannya sebagai bagian dari evaluasi keberhasilan siswa.

Padahal dikalangan siswa, banyak proses aktualisasi potensi siswa yang terjadi melalui kegiatan ekstrakurikuler. Misalnya aktualisasi tentang kepemimpinan, sains, olahraga, kepekaan sosial, nilai religius, dan sebagainya sering muncul ketika ekstrakurikuler. Jika dilihat secara mendalam, maka ada bebarapa manfaat mengukuti ektrakurikuler. Pertama, dapat mengakomodasi keragaman kecerdasan dan potensi siswa. Kedua, lebih mendekatkan pendidikan pada dunia riil. Ketiga, memiliki fleksibilitas yang tinggi dari segi program dan kurikulum. Keempat, pendidikan dilaksanakan secara menarik dan menyenangkan. Perlu diluruskan lagi bahwa kecerdasan manusia tidak hanya dilihat dari kecerdasan intelektual (IQ) saja, tetapi juga dilihat kecerdasan emosionalnya (EQ), kecerdasan kreativitasnya (CQ), dan kecerdasan religiusnya (RQ). Keberagaman kecerdasan ini sangat mungkin tidak terakomodasi selama proses pembelajaran. Sekolah hanya mengutamakan pencapaian logical dan mathematical intelegence. Padahal potensi anak beragam.

Dengan demikian pemahaman dan pengelolaan ektrakurikuler yang baik akan membentuk siswa yang kreatif, inovatif, dan beradab. Memang, pada sekolah tertentu pengelolaan ekstrakurikuler belum menunjukkan hasil yang maksimal. Bahkan menimbulkan keprihatinan dan korban jiwa. Hal ini bukan tampa sebab. Kadang kala ekstrakulikuler menjadi ajang balas dendam bagi kakak-kakak senior kepada junior. Ini sudah tidak aneh lagi, apalagi jika berlaku undang-undang Senioritas ; pertama, senior selalu benar. Kedua, junior selalu salah. Ketiga, jika senior salah maka kembali ke pasal pertama. Kalau sudah begini, maka semua system perencanaan sematang apapun akan tak berdaya dalam program ekstrakurikuler. Tentunya hal ini yang perlu dibenahi. Sekolah sekarang jangan hanya buat program ekstrakulikuler tetapi juga melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab. Menjadikan ekstrakerikuler sebagai salah satu andalan sekolah bukanlah persoalan mudah. Banyak hal yang harus dibenahi.

Konferensi anak-anak sedunia di Gerenoble, Prancis tahun 1993 menyimpulkan bahwa kurikulum pendidikan formal memiliki kemampuan terbatas untuk menyerap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Konferensi ini juga merekomendasikan konsep pendidikan sains di luar sekolah melalui kegiatan-kegiatan ilmiah di luar sekolah. Hal tersebut membuat kulikulum formal menjadi terbatasi oleh birokrasi dan penjadwalan kegiatan yang terlambat. Akibatnya tidak seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi. Kondisi inilah yang sebenarnya dapat ditutupi oleh kegiatan ektrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler tidak seperti penjadwalan di dalam kelas. Pembuatan programnya pun terbilang mudah dan tidak serumit kurikulum formal. Program penyelenggaraan ekstrakurikuler dapat bersifat fleksibel sehingga sangat memungkinkan untuk mengadakan pendidikan yang integratif dan multidisiplin.

Ekstrakurikuler sering terdengar membosanakan. Kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan di sekolah sebagian besar masih bertumpu pada bentuk kegiatan yang berhubungan dengan penyaluran bakat dan minat siswa, seperti olahraga, kesenian, karya ilmiah, kesehatan, pramuka, pencinta alam, dan lainnya. Ekstrakurikuler masih belum menyentuh pada kegiatan yang mampu mempersiapkan siswa pada dunia kerja atau life skill. Pengembangan kegiatan ekstrakurikuler berbasis dunia kerja sebenarnya dapat dilakukan, seperti ekstrakurikuler sains, wirausaha, otomotif, tata busana, tata boga, cetak sablon, internet, pengembangan bibit tanaman, pembuatan kolam ikan, pertanian hidroponik, dan lain-lain. Kegiatan ekstrakurikuler biasanya diikuti oleh siswa yang memang berminat pada kegiatan tersebut. Namun perkembangan psikologis anak di keluarga dan berhubungan dengan teman sepermainan menyebabkan alasan mengikuti ekstrakurikuler tidak lagi berdasarkan pada minat tetapi dapat juga dari faktor teman, misalnya ikut-ikutan saja. Atau juga faktor keluarga, yaitu bosan di rumah atau agar tidak disuruh-suruh di rumah. Maka ekstrakurikuler menjadi alasan yang tepat sebagai jalan keluar, apalagi ramai-ramai dengan teman atau doi, amoi asyiknya.

Fleksibel, itulah yang dapat dilakukan agar ekstrakulikuler tidak membosankan. Pola pelaksanaan yang begitu-gitu saja diganti dengan pola integratif dan multidisiplin serta tidak melupakan fun. Misalnya, jika selama ini ektrakulikuler belum bisa menjadi suatu hal yang dibangggakan berarti ada yang salah. Atau sekedar menghabiskan anggaran biaya. Tentunya harus dirubah. Jika senior tidak bisa membimbing juniornya, maka ganti dengan tenaga yang memang ahli. Bayangkan selama 07.30-14.00 pelajaran wajib berlangsung, siswa bertemu dengan teman-teman sepermainan. Ketika ektrakulikuler juga demikian. Apalagi mereka tahu kualitas senior sehingga apresiasi mereka kurang. Mengapa tidak untuk mengambil dari luar sekolah atau instansi lain seperti perguruan tinggi yang memang benar-benar berkualitas. Menciptakan pola kerja sama dengan instansi atau lembaga lain menjadi solusi. Ingat, serahkanlah pada ahlinya jika tidak tunggulah kehancurannya.

Yang lebih parah adalah adanya oknum-oknum guru yang mengambil keuntungan dari ekstrakulikuler. Penulis tidak tahu persis berapa anggaran tiap sekolah untuk kegiatan ekstrakulikulernya. Yang jelas, untuk yang satu ini biasanya ada dana pembinaan ataupun pengembangan diri. Walaupun tidak terlalu besar, namun yang namanya uang tetap saja berguna. Misalkan jika dalam satu semester program berjalan untuk kegiatan ekstrakulikuler dilaksanakan sebanyak 10-12 pertemuan namun hanya dilaksanakan 2 atau 3 saja, tentu ini merugikan bagi siswa. Apalagi jika tidak dilaksanakan sama sekali. Anehnya, oknum guru seperti ini santai saja seolah tidak tidak terjadi apa-apa. Malah ia berusaha mencari kambing hitam kepada siswa seolah mereka yang tidak aktif. Si guru tidak sadar bahwa ia telah menghilangkan kesempatan siswa untuk mengembangkan diri. Jika demikian bagaimana mau menghasilkan prestasi untuk membanggakan dan mengharumkan nama sekolah Tentunya yang begini ini yang harus direformasi.

Alangkan adilnya jika tidak hanya senior yang memberikan materi tetapi juga bersinergi dengan guru dan siswa untuk melaksanakan ekstrakulikuler. Dari sini juga guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk mengembangkan potensi diri. Bagi guru yang jeli, ia dapat juga melihat seberapa besar apresiasi siswa terhadap proses belajar mengajar dengan kegiatan ektrakulikuler. Jika siswa terlalu asik dengan ekstrakulikuler maka guru dapat mengingatkan bahwa jangan meninggalkan hal yang wajib. Atau juga guru memberikan motivasi pengembangan diri bagai siswa yang kesulitan belajar melalui kegiatan ekstrakulikuler. Sehingga orang tua tidak perlu khawatir jika anaknya terlalu asik dengan ektrakulikuler nilainya akan jatuh karena guru mengawasi secara langsung.

Jika ini mampu dilakukan guru maka ia berarti mampu mengembangkan 10 kompetensi guru secara baik. Terlebih dalam UU Sisdiknas No. 22/2003 terutama pasal 58 tentang evaluasi. Disebutkan evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Inilah yang membuat profesi guru menjadi unik, ia tidak saja mengajar tetapi juga membimbing dan mengarahkan siswa.

3). Pembinaan ekstrakurikuler

a. dasar pemikiran

Pembangunan di bidang pendidikan diarahkan kepada pengembangan sumberdaya manusia yang bermutu tinggi, guna memenuhi kebutuhan dan menghadapi tantangan kehidupan di masa depan. Melalui pendidikan, sumberdaya manusia yang bersifat potensi diaktualisasikan hingga optimal; dan seluruh aspek kepribadian dikembangkan secara terpadu. Sejalan dengan peningkatan mutu sumberdaya manusia, Departemen Pendidikan Nasional terus berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama (Direktorat PSMP), Ditjen Mandikdasmen, dalam hal ini telah melakukan berbagai upaya, baik pengembangan mutu pembelajaran, pengadaan sarana dan prasarana, perbaikan manajemen kelembagaan sekolah, maupun pembinaan kegiatan kesiswaan.

Peningkatan mutu pendidikan di sekolah tidak hanya terpaku pada pencapaian aspek akademik, melainkan aspek non-akademik juga; baik penyelenggaraannya dalam bentuk kegiatan kurikuler ataupun ekstra-kurikuler, melalui berbagai program kegiatan yang sistematis dan sistemik. Dengan upaya seperti itu, peserta didik (siswa) diharapkan memperoleh pengalaman belajar yang utuh; hingga seluruh modalitas belajarnya berkembang secara optimal. Di samping itu, peningkatan mutu diarahkan pula kepada guru sebagai tenaga kependidikan yang berperan sentral dan strategis dalam memfasilitasi perkembangan pribadi peserta didik di sekolah. Peningkatan mutu guru merupakan upaya mediasi dalam rangka pembinaan kesiswaan. Tujuan dari peningkatan mutu guru adalah pengembangan kompetensi dalam layanan pembelajaran, pembimbingan, dan pembinaan kesiswaan secara terintegrasi dan bermutu.

Dengan demikian, dalam pembinaan kesiswaan terlingkup program kegiatan yang langsung melibatkan peserta didik (siswa) sebagai sasaran; ada pula program yang melibatkan guru sebagai mediasi atau sasaran antara (tidak langsung). Namun, sasaran akhir dari kinerja pembinaan kesiswaan adalah perkembangan siswa yang optimal; sesuai dengan karakteristik pribadi, tugas perkembangan, kebutuhan, bakat, minat, dan kreativitasnya.

Gambar 1. Pelayanan pendidikan yang bermutu di sekolah

b. kompetensi pembinaan siswa

Walaupun di sekolah-sekolah telah ada wakil kepala sekolah urusan kesiswaan, akan tetapi sifatnya koordinatif dan administratif. Ia bertugas mewakili kepala sekolah dalam hal memadukan rencana serta mengkoordinasikan penyelenggaraan pembinaan kesiswaan sebagai bagian yang terpadu dari keseluruhan program pendidikan di sekolah. Pada dasarnya, pembinaan kesiswaan di sekolah merupakan tanggung jawab semua tenaga kependidikan. Guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang kerap kali berhadapan dengan peserta didik dalam proses pendidikan. Guru sebagai pendidik bertanggungjawab atas terselenggaranya proses tersebut di sekolah, baik melalui bimbingan, pengajaran, dan atau pelatihan. Seluruh tanggung jawab itu dijalankan dalam upaya memfasilitasi peserta didik agar kompetensi dan seluruh aspek pribadinya berkembang optimal. Apabila guru hanya menjalankan salah satu bagian dari tanggung jawabnya, maka perkembangan peserta didik tidak mungkin optimal. Dengan kata lain, pencapaian hasil pada diri peserta didik yang optimal, mempersyaratkan pelayanan dari guru yang optimal pula.Oleh karena guru merupakan tenaga kependidikan, maka guru pun bertanggungjawab atas terselenggaranya pembinaan kesiswaan di sekolah secara umum dan secara khusus terpadu dalam setiap mata pelajaran yang menjadi tanggung jawab masing-masing. Dengan demikian, setiap guru sebagai pendidik seyogianya memahami, menguasai, dan menerapkan kompetensi bidang pembinaan kesiswaan. Dalam kerangka berpikir dan bertindak seperti itulah dikembangkan standar kompetensi guru bidang pembinaan kesiswaan; yang selanjutnya dirinci ke dalam sub-sub kompetensi dan indikator-indikator sebagai rujukan penyelenggaraan pembinaan kesiswaan. Keseluruhan indikator yang diturunkan dari enam kompetensi dasar yang dimaksud dapat dijadikan acuan, baik bagi penyelenggaraan pembinaan kesiswaan secara umum dalam program pendidikan di sekolah; maupun secara khusus terpadu dalam program pembelajaran dan bimbingan yang menjadi tanggung jawab guru mata pelajaran dan guru pembimbing.

c. fungsi dan tujuan

Fungsi dan tujuan akhir pembinaan kesiswaan secara umum sama dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional; sebagaimana tercantum dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, Pasal 3, yang berbunyi sebagai berikut.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Adapun secara khusus, pembinaan kesiswaan ditujukan untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik (siswa) melalui penyelenggaraan program bimbingan, pembelajaran, dan atau pelatihan, agar peserta didik dapat mewujudkan kegiatan-kegiatan sebagai berikut.

1. Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bentuk kegiatannya antara lain: (a) pelaksanaan ibadah yang sesuai dengan ajaran agama masing-masing; (b) kegiatan-kegiatan keagamaan; (c) peringatan hari-hari besar keagamaan; (d) perbuatan amaliyah; (e) bersikap toleran terhadap penganut agama lain; (f) kegiatan seni bernafaskan keagamaan; dan (g) lomba yang bersifat keagamaan.

2. Kepribadian yang utuh dan budi pekerti yang luhur . Kegiatannya dapat dalam bentuk pelaksanaan: (a) tata tertib sekolah; (b) tata krama dalam kehidupan sekolah; dan (c) sikap hormat terhadap guru, orangtua, sesama siswa, dan lingkungan masyarakat.

3. Kepemimpinan. Kegiatan kepemimpianan antara lain siswa dapat berperan aktif dalam OSIS, kelompok belajar, kelompok ilmiah, latihan dasar kepemimpinan, forum diskusi, dan sebagainya.

4. Kreativitas, keterampilan, dan kewirausahaan. Dalam hal ini bentuk kegiatannya, antara lain: (a) keterampilan menciptakan suatu barang menjadi lebih berguna; (b) kreativitas dan keterampilan di bidang elektronika, pertanian/perkebunan, pertukangan kayu dan batu, dan tata laksana rumah tangga (PKK); (c) kerajinan dan keterampilan tangan; (d) koperasi sekolah dan unit produksi; (e) praktik kerja nyata; dan (f) keterampilan baca-tulis.

5. Kualitas jasmani dan kesehatan. Kegiatannya dapat dalam bentuk: (a) berperilaku hidup sehat di lingkungan sekolah, rumah, dan masyarakat; (b) Usaha Kesehatan Sekolah/UKS; (c) Kantin Sekolah; (d) kesehatan mental; (e) upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba; (f) pencegahan penularan HIV/AIDS; (g) olah raga; (h) Palang Merah Remaja (PMR); (i) Patroli Keamanan Sekolah (PKS); (j) Pembiasaan 5K (keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, dan kekeluargaan); dan (k) peningkatan kemampuan psikososial untuk mengatasi berbagai tantangan hidup.

6. Seni-Budaya. Kegiatannya dapat dalam bentuk: (a) wawasan keterampilan siswa di bidang seni suara, tari, rupa, musik, drama, photografi, sastra, dan pertunjukan; (b) penyelenggaraan sanggar seni; (c) pementasan/pameran berbagai cabang seni; dan (d) pengenalan dan apresiasi seni-budaya bangsa.

7. Pendidikan pendahuluan bela negara dan wawasan kebangsaan. Bentuk kegiatannya antara lain: (a) upacara bendera; (b) bhakti sosial/masyarakat; (c) pertukaran pelajar; (d) baris berbaris; (e) peringatan hari besar bersejarah bangsa; (f) wisata siswa (alam, tempat bersejarah); (g) pencinta alam; (h) napak tilas; dan (i) pelestarian lingkungan.

d. materi pembinaan

Dalam keseluruhan program Direktorat PSMP, program-program pembinaan kesiswaan termasuk kelompok bidang peningkatan mutu. Di dalam kelompok program peningkatan mutu terdapat bagian-bagian atau sub kelompok program yang memayungi program-program pembinaan kesiswaan. Berdasarkan sub kelompok program peningkatan mutu, program-program pembinaan kesiswaan ada yang langsung melibatkan siswa sebagai sasaran kegiatan; ada pula yang melibatkan guru sebagai sasaran tidak langsung (mediasi/sasaran antara). Adapun sub kelompok program pembinaan kesiswaan meliputi sebagai berikut.

1. Lokakarya Kegiatan Kesiswaan , terdiri dari: (a) Kegiatan yang bersifat akademik; dan (b) Kegiatan non-akademik.

2. Pengembangan Program Kesiswaan , meliputi pengembangan: (a) klub olah raga siswa; (b) klub bakat, minat, dan kreativitas siswa; (c) etika, tata tertib, dan tata kehidupan sosial di sekolah; dan (d) Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

3. Program Pra-vokasional untuk siswa SMP dinamakan Program Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup Melalui Pendidikan Pra-vokasional.

4. Program Lomba Kesiswaan , meliputi: (a) International Junior Science Olympiad/IJSO; (b) Olimpiade Sains Nasional untuk Siswa SMP; (c) Lomba Penelitian Ilmiah Pelajar (LPIP); (d) Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) Siswa SMP; (e) Lomba Mengarang Dalam Bahasa Indonesia; (f) Lomba Pidato Dalam Bahasa Inggris; dan (g) Lomba Motivasi Belajar Mandiri (Lomojari) untuk Siswa SMP Terbuka.

5. Pembinaan Lingkungan Sekolah , terdiri dari: (a) Asistensi Pendidikan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba; (b) Program Pembinaan Sekolah Sehat (Lomba Sekolah Sehat/LSS); dan (c) Program Pendidikan Budi Pekerti.

e. strategi pelaksanaan

Sesuai dengan tujuan dan karakteristik materi program pembinaan kesiswaan tersebut di atas, maka strategi yang digunakan meliputi pelatihan (terintegrasi dan distrik), lokakarya, kunjungan sekolah (school visit), dan perlombaan/pertandingan (bersifat kompetisi). Penggunaan jenis strategi bersifat fleksibel, dalam arti dapat digunakan satu strategi untuk program tertentu; dan atau beberapa strategi dikombinasikan dalam pelaksanaan satu atau beberapa program, yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pelaksanaan. Di samping itu, dasar pertimbangan penggunaan suatu strategi mencakup aspek-aspek sebagai berikut: (1) keluasan materi dan sasaran program; (2) waktu dan tempat penyelenggaraan; (3) tenaga pelaksana; dan (4) dana yang tersedia.

Strategi pelatihan terintegrasi berbasis kompetensi digunakan dalam program pembinaan kesiswaan yang melibatkan sasaran guru atau tenaga pendidikan; dan pelaksanaan pelatihan itu merupakan bagian dari program pelatihan lainnya (program induk) yang serumpun. Dalam hal ini, baik biaya, tenaga pelatih, maupun bahan atau materi pelatihan program pembinaan kesiswaan merupakan bagian dari program induk. Strategi pelatihan distrik (district training) merupakan bentuk pengembangan kapasitas aparat pendidikan tingkat provinsi, kabupaten-kota, dan atau sekolah yang diselenggarakan di tingkat provinsi tentang program pembinaan kesiswaan tertentu atau program yang serumpun. Tentu saja, biaya, tenaga pelatih, dan bahan atau materi pelatihan berasal dari pusat; sedangkan tempat/lokasi pelatihan dikoordinasikan dengan pihak provinsi.

Strategi lokakarya (workshop) digunakan dalam rangka menghasilkan sesuatu, baik berupa rumusan acuan, rencana kegiatan, pengembangan teknik atau instrumen, maupun kesamaan persepsi, wawasan, dan komitmen untuk kepentingan pelaksanaan program yang terlingkup dalam bidang pembinaan kesiswaan. Lokakarya dapat diselenggarakan secara nasional atau di tingkat pusat; dan dapat pula dibagi menjadi beberapa region penyelenggaraan. Kunjungan sekolah (school visit) merupakan strategi yang digunakan dalam bentuk kegiatan pemantauan (monitoring), penilaian (evaluasi), pengamatan (observasi), studi kasus, dan atau konsultasi klinis-pengembangan, baik tentang persiapan, pelaksanaan, maupun hasil suatu program pembinaan kesiswaan. Strategi kunjungan sekolah dilaksanakan terutama untuk mempersempit kesenjangan antara kebijakan yang dihasilkan di tingkat pusat dengan pelaksanaan suatu program pembinaan kesiswaan di tingkat sekolah sasaran.

Perlombaan merupakan strategi pelaksanaan program pembinaan kesiswaan yang bersifat kompetitif, melibatkan siswa atau sekolah peserta secara langsung dalam suatu event atau kegiatan, baik yang bertaraf internasional maupun nasional. Strategi perlombaan dapat dilaksanakan sebagai kegiatan tunggal (bukan kegiatan yang dilaksanakan secara bertahap dari tingkat bawah); dapat pula (lazimnya) dilakukan secara bertahap dari tingkat sekolah, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga tingkat nasional ataupun internasional


Tidak ada komentar: