Jumat, 12 Desember 2008

Model Pembelajaran Kooperatif

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

(COOPERATIVE LEARNING)

A. Pendahuluan

Manusia adalah makhluk individual, berbeda satu sama lain, karena sifatnya yang individual, maka manusia yang satu membutuhkan manusia yang lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk beriteraksi dengan sesamanya, selain itu manusia memiliki potensi, latar belakang historis, serta harapan masa depan yang berbeda-beda. Dari adanya perbedaan, manusia dapat silih asah (saling mencerdaskan), saling membutuhkan maka harus ada interaksi yang silih asih (saling menyayangi atau saling mencintai). Perbedaan antar manusia yang tidak terkelola secara baik dapat menimbulkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antarsesamanya. Agar manusia terhindar dari ketersinggungan dan kesalah pahaman, maka diperlukan interaksi yang silih asuh (saling tenggang rasa).

Dalam dunia pendidikan, khususnya pada jenjang pendidikan formal banyak dijumpai perbedaan-perbedaan mulai dari perbedaan gender, suku, agama, dan lain-lain. Dari karakter yang heterogen tersebut, timbul suatu pertanyaan bagaimana guru dapat memotivasi seluruh siswa mereka untuk belajar dan membantu saling belajar satu sama lain? Bagaimana guru dapat menyusun kegiatan kelas sedemikian rupa sehingga siswa akan berdiskusi, berdebat, dan menggeluti ide-ide, konsep-konsep, dan keterampilan sehingga siswa benar-benar memahami ide, konsep dan keterampilan tersebut? Bagaimana guru dapat memanfaatkan energi sosial seluruh rentang usia siswa yang begitu besar di dalam kelas untuk kegiatan-kegiatan pembelajaran produktif? Bagaimana guru dapat mengorganisasikan kelas sehingga siswa saling menjaga satu sama lain, saling mengambil tanggung jawab satu sama lain, dan belajar untuk menghargai satu sama lain terlepas dari suku, tingkat kinerja, atau ketidakmampuan karena cacat? Jawabannya adalah melalui pembelajaran kooperatif. Nur (2005) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif dapat memotivasi seluruh siswa, memanfaatkan seluruh energi sosial siswa, saling mengambil tanggungjawab. Model pembelajaran kooperatif membantu siswa belajar setiap mata pelajaran, mulai dari keterampilan dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks. Pendapat ini sejalan dengan Abdurrahman dan Bintoro (2000 ) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata. Untuk menciptakan suasana belajar kooperatif bukan suatu pekerjaan yang mudah. Untuk menciptakan suasana belajar tersebut diperlukan pemahaman filosofis dan keilmuan yang cukup disertai dedikasi yang tinggi serta latihan yang cukup pula.

Terkait dengan hal tersebut, maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai beberapa aspek pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dan implikasinya dalam pembelajaran. Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah peningkatan pemehaman terhadap model pembelajaran kooperatif dan implikasinya dalam pembelajaran sebagai usaha meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar.

B. Pembahasan

Posamentier (1999) secara sederhana menyebutkan cooperative learning atau belajar secara kooperatif adalah penempatan beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan mereka sebuah atau beberapa tugas. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang didalamnya mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama didalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar. Pembelajaran kooperatif didasarkan pada gagasan atau pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam belajar, dan bertanggung jawab terhadap aktivitas belajar kelompok mereka seperti terhadap diri mereka sendiri. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang menganut paham konstruktivisme. Menurut Slavin (dalam Krismanto, 2003) menyatakan bahwa pendekatan konstruktivis dalam pengajaran secara khusus membuat belajar kooperatif ekstensif, secara teori siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikannya dengan temannya. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran kooperatif merubah peran guru dari peran yang berpusat pada gurunya (teacher centered) ke pengelolaan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Menurut teori konstruktivis, tugas guru (pendidik) adalah memfasilitasi agar proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan pada diri sendiri tiap-tiap siswa terjadi secara optimal. Terkait dengan model pembelajaran ini, Ismail (2003) menyebutkan (enam) langkah dalam pembelajaran kooperatif, yakni:

Fase

Indikator

Tingkah Laku Guru

1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

2

Menyampaikan informasi

Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan

3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

4

Membimbing kelompok bekerja belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.

5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok

Lima model pembelajaran tim siswa telah dikembangkan dan diteliti secara luas, terdapat tiga model pembelajaran kooperatif umum yang cocok untuk hampir seluruh mata pelajaran dan tingkat kelas: Students Teams Achievement Division (STAD), Teams-Games-Tournament (TGT), dan Jigsaw. Dua yang lain merupakan kurikulum koprehensif yang dirancang untuk digunakan pada mata pelajaran tertentu pada tingkat kelas tertentu: Cooperative Reading and Composition (CIRC) untuk pengajaran membaca dan menulis di kelas II - VIII dan Team Accelerated Instruction (TAI) untuk matematika pada Kelas III - VI. Model-model ini seluruhnya menerapkan penghargaan tim, tanggungjawab individual, dan kesempatan yang sama untuk berhasil, namun dilakukan dengan cara-cara yang berbeda.

1. Pembelajaran Kooperatif dengan Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, sehingga cocok bagi guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.

Menurut Slavin dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan empat atau lima orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja didalam kelompok mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai materi pelajaran tersebut. Pada akhirnya siswa diberikan tes yang mana pada saat tes ini mereka tidak dapat saling membantu. Poin setiap anggota tim ini selanjutnya dijumlahkan untuk mendapat skor kelompok. Tim yang mencapai kriteria tertentu diberikan sertifikat atau ganjaran lain.

Dalam pembelajaran kooperatif STAD, materi pembelajaran dirancang untuk pembelajaran kelompok. Dengan menggunakan LKS atau perangkat pembelajaran yang lain, siswa bekerja secara bersama-sama untuk menyelesaikan materi. Siswa saling membantu satu sama lain untuk memahami materi pelajaran, sehingga setiap anggota kelompok dapat memahami materi pelajaran secara tuntas. Menurut Slavin STAD terdiri dari lima komponen utama yaitu: (1) presentasi Kelas, (2) Kelompok, (3) Kuis (tes), (4) Skor peningkatan individual, (5) Penghargaan kelompok.

Ide utama di balik STAD adalah untuk memotivasi siswa saling memberi semangat dan membantu dalam menuntaskan keterampilan-keterampilan yang dipresentasikan guru. Apabila siswa menginginkan tim mereka mendapatkan penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu tim dalam mempelajari bahan ajar tersebut. Mereka harus memberi semangat teman satu timnya yang melakukan yang terbaik, menyatakan norma bahwa belajar itu penting, bermamfaat, dan menyenangkan. Siswa bekerja sama setelah guru mempresentasikan pelajaran. Mereka dapat bekerja berpasangan dengan cara membandingkan jawaban-jawabannya, mendiskusikan perbedaan yang ada, dan saling membantu satu sama lain saat menghadapi jalan buntu. Mereka dapat mendiskuskan. Pendekatan, yang dipakai untuk memecahkan masalah, atau mereka dapat saling memberikan kuis tentang materi yang sedang mereka pelajari. Mereka mengajar teman timnya dan mengases kekuatan dan kelemahan mereka untuk membantu agar mereka berhasil dalam kuis tersebut.

Meskipun siswa belajar bersama, mereka tidak boleh saling membantu dalam mengerjakan kuis. Setiap siswa harus menguasai materi tersebut. Tanggung jawab individual ini memotivasi siswa melakukan sebuah pekerjaan tutorial dengan baik dan saling menjelaskan satu sama lain, mengingat satu-satunya cara tim tersebut berhasil jika seluruh anggota tim telah menuntaskan informasi atau keterampilan yang sedang dipelajarinya. Karena skor tim didasarkan pada peningkatan diatas skor mereka yang lalu (kesempatan yang sama untuk berhasil), semua siswa memiliki peluang menjadi bintang pada suatu minggu tertentu, dengan cara memperoleh skor baik diatas skor terdahulu atau dengan mendapatkan skor sempurna. Skor sempurna selalu menghasilkan poin maksimum tidak memandang berapapun rata-rata skor terdahulu siswa.

2. Teams-Games-Tournaments (TGT)

TGT adalah teknik pembelajaran yang sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan turnamen permainan akademik. Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain yang setara dalam kinerja

akademik mereka yang lalu.

Pada intinya model kooperatif TGT terdiri dari empat kegiatan yakni Persentase Kelas, Tim, Permainan, dan Turnamen. Langkah-langkah metode kooperatif TGT sebagai berikut:

1) Langkah 1. Presentasi Kelas: Guru mempersiapkan bahan ajar yang dibutuhkan: Dua LKS untuk tiap tim, dua lembar jawaban untuk tiap tim dan memperkenalkan materi (bahan ajar) melalui persentase kelas, biasanya menggunakan pengajaran langsung atau ceramah. Siswa mengerjakan LKS dalam tim mereka.

2) Langkah 2. Tim: Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 4 5 orang, pembagian kelompok dilakukan didasarkan pada berbagai pertimbangan-pertimbangan agar diperoleh kelompok yang heterogen. Setiap kelompok siswa dalam suatu tim mengerjakan LKS untuk menuntaskan bahan ajar yang telah diterimanya.

3) Langkah 3. Permainan: Guru mempersiapkan jenis permainan akademik yang disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan untuk mengetes pengetahuan siswa yang diperoleh dari persentase kelas dan latihan tim. Permainan dimainkan pada meja-meja yang berisi tiga siswa, tiap siswa mewakili tim yang berbeda.

4) Langkah 4. Turnamen: Guru mempersiapkan bahan turnamen yang dibutuhkan: Lembar penempatan meja turnamen, dengan penempatan meja turnamen yang telah diisi. Satu kopi lembar Permainan dan kunci Lembar Permainan untuk tiap meja turnamen, Satu lembar skor permainan, satu tumpuk kartu-kartu bernomor yang sesuai dengan nomor pertanyaan-pertanyaan pada lembar permainan untuk tiap meja.

Aturan Permainan :

§ Pemain pertama mengambil kartu bernomor dan menemukan pertanyaan yang sesuai dengan lembar permainan.

§ Membaca pertanyaan tersebut dengan keras. Memberi Jawaban.

§ Penantang Pertama: Setuju dengan pembaca atau menantang dan memberi jawaban, demikian juga penantang kedua.

§ Mencocokkan jawaban.

§ Pemain yang menjawab benar akan menyimpan kartu tersebut. Apabila ada penantang yang menjawab salah ia akan mengembalikan kartu yang dimenangkan sebelumnya (bila ada) ke tumpukan kartu. Apabila tidak ada satupun jawaban yang benar, kartu tersebut dikembalikkan ke tumpukan. Langkah ini dilakukan sampai akhir pelajaran, atau tumpukan kartu telah habis.

Pada akhir turnamen hitunglah banyaknya kartu yang diperoleh tiap siswa, siswa yang memperoleh skor tertinggi mendapat poin 60, tingkatan berikutnya masing-masing 50, 40 dan 20.

5) Langkah 5. Penghargaan Tim: Guru menghitung skor tim dan siapkan sertifikat tim atau tuliskan hasil turnamen yang diumumkan pada papan buletin. (Kriteria rata-rata tim Tim baik = 40, tim hebat = 45, tim super = 50).

3. Metode Jigsaw

Metode ini dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawannya dari Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawannya. Melalui metode Jigsaw kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari 5 atau 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks; dan tiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut. Para anggota dari berbagai tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian bahan tersebut. Kumpulan siswa semacam itu disebut kelompok pakar (expert group). Selanjutnya, para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali ke kelompok semula (home teams) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam home teams , para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari.

Persiapan Untuk Menggunakan Jigsaw II

Bahan Ajar. Sebelum pelajaran dimulai, buat lembar ahli dan lembar kuis untuk tiap unit bahan ajar. Untuk mengembangkan bahan ajar untuk Jigsaw II ikuti langkah-langkah berikut ini:

  1. Pilih beberapa bab, cerita, atau unit-unit lain. Tiap-tiap bahan sebaiknya dapat mencakup dua sampai tiga unit pertemuan
  2. Buatlah lembar ahli untuk setiap unit. Lembar ini memandu siswa untuk berkonsentrasi pada saat mereka membaca, dan memandu kelompok ahli yang ditunjuk untuk mendalami bahan bacaan tertentu.
  3. Buatlah kuis untuk setiap unit. Kuis tersebut seharusnya terdiri dari paling sedikit delapan pertanyaan, dua untuk setiap topik, atau sebuah kelipatan dari empat (misalnya 12, 16, 20), untuk membuat banyak pertanyaan yang sama untuk setiap topik.
  4. Menggunakan kerangka diskusi (pilihan). Suatu kerangka diskusi untuk tiap topik dapat membantu memandu diskusi pada kelompok ahli.

Menempatkan siswa dalam tim. Tempatkan siswa ke alam tim-tim heterogen yang beranggota empat sampai lima.

Menempatkan Siswa dalam Kelompok Ahli. Anda dapat menempatkan siswa ke dalam kelompok ahli secara acak, hanya dengan menbagi peran-peran secara acak di dalam setiap tim.

Penentuan Skor Dasar Awal. Skor dasar mewakili skor rata siswa pada kuis yang lalu.

Jadwal Kegiatan

Jigsaw II terdiri dari siklus teratur kegiatan pengajaran sebagai berikut: MEMBACA : Siswa menerima topik-topik ahli dan membaca bahan yang ditugaskan untuk mencari informasi.

DISKUSI KELOMPOK AHLI : Siswa dengan topik ahli yang sama bertemu mendiskusikan informasi tersebut dalam kelompok-kelompok ahli.

LAPORAN TIM : Para ahli kembali ke tim asal mereka untuk mengajarkan topick-topok mereka kepada teman satu tim mereka.

KUIS : Siswa mengerjakan kuis individual yang mencakup seluruh topik. PENGHARGAAN TIM : Skor tim dihitung seperti pada STAD.

Membaca

Waktu: ½ - 1 pertemuan (atau ditugaskan sebagai pekerjaan rumah)

Ide Utama: Siswa menerima topik-topik ahli dan membaca bahan yang ditugaskan untuk mencari informasi tentang topik-topik mereka.

Bahan-bahan yang dibutuhkan : Satu lembar ahli untuk tiap siswa, yang terdiri dari empat topik ahli.untuk setiap siswa.

Diskusi Kelompok Ahli

Waktu : Setengah waktu dari satu pertemuan kelas.

Ide Utama : Siswa dengan topik ahli yang sama berdiskusi dalam sebuah kelompok.

Bahan yang dibutuhkan : Lembar ahli dan bacaan untuk setiap siswa (pilihan). Kerangka diskusi untuk setiap siswa tentang topik siswa tersebut.

  • Mintalah seluruh siswa dengan topik ahli 1 berkumpul pada sebuah meja, seluruh siswa dengan topik ahli 2 berkumpul pada meja lain, dan seterusnya.
  • Tunjuk seorang pemimpin diskusi untuk setiap kelompok.
  • Beri waktu sekitar 20 menit pada kelompok ahli mendiskusikan topik-topik mereka. Ketika kelompok ahli sedang bekerja, guru seharusnya berkeliling kelas, bergantian mendatangi dan memfasilitasi setiap kelompok.

Laporan Tim

Waktu : setengah waktu pertemuan kelas

Ide Utama : Para Ahli kembali ke tim asalnya untuk mengajarkan topik-topiknya kepada teman satu timnya.

  • Para ahli seharusnya kembali ke timnya untuk mengajarkan topik-topik itu kepada teman satu timnya.

Test

Waktu : Setengah waktu pertemuan kelas.

Ide Utama : Siswa diberi kuis.

Bahan yang dibutuhkan : Satu kopi lembar kuis untuk setiap siswa.

Penghargaan Tim

Skoring untuk Jigsaw II adalah meliputi skor dasar, poin peningkatan, dan prosedur penskoran tim. Yang berupa sertifikat, lembar berita kelas, papan bulletin dan / atau penghargaan lain digunakan untuk menghargai tim berkinerja tinggi.

4. Model Kooperatif Informal

Diantara bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif yang paling tua dan luas digunakan adalah diskusi kelompok dan proyek kelompok, kelompok-kelompok diskusi adalah memastikan setiap anggota berperan serta dalam kegiatan kelompok tidak didominasi oleh seorang anggota saja, setiap kelompok memilih seorang pemimpin yang mampu mengorganisasikan kelompok mereka, Proyek-proyek kelompok yang baik adalah sama dengan prinsip dari diskusi yang baik, setiap kelompok menulis laporan yang diinginkan oleh guru.

Spencer Kagan (1992) telah mendeskripsikan banyak struktur informal untuk pengembangan pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan dalam pelajaran sehari-hari, sebagai bagian dari struktur tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Diskusi kelompok spontan.
  2. Number Head Together (NHT), pada dasarnya merupakan sebuah varian diskusi kelompok, ciri khasnya adalah hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya, tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok itu. Cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa.

Menurut Trianto (2007) dalam NHT pengajuan pertanyaan menggnakan empat fase sebagai sintaks yaitu: (1) penomoran; guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan setiap orang diberi nomor anatara 1-5, (2)mengajukan pertanyaan; guru mengajukan pertanyaan pada siswa, (3) berfikir bersama; siswa menyatukan jawaban atas pertanyaan guru, dan (4)menjawab; guru memanggil suatu nomor tertentu dan siswa yang nomornya sesuai harus menjawab.

  1. Think-Pair-Share, dikembangkan oleh Frank Lyman (Universitas Maryland) pada saat guru mempresentasikan sebuah pelajaran di kelas, siswa duduk berpasangan di dalam tim mereka. Siswa diminta untuk think (memikirkan) sendiri jawaban pertanyaan itu, kemudian pair (berpasangan) dengan pasangan berdiskusi untuk mencapai konsensus atas jawaban tersebut. Akhirnya guru meminta siswa untuk share (berbagi) jawaban yang mereka sepakati itu kepada semua siswa di kelas.

Mencermati model pembelajaran kooperatif ini, kelebihan yang bisa

dikemukakan antara lain:

- Melatih siswa mengungkapkan atau menyampaikan gagasan/idenya.

- Melatih siswa untuk menghargai pendapat atau gagasan orang lain.

- Menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial.

Sedangkan kekurangannya antara lain:

- Kadang hanya beberapa siswa yang aktif dalam kelompok.

- Kendala teknis, misalnya masalah tempat duduk kadang sulit atau kurang mendukung untuk diatur kegiatan kelompok.

- Agak memakan waktu banyak

5. Investigasi Kelompok (group investigation).

Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif dan yang paling komplek dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini diterapkan dan dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Pendekatan ini membutuhkan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lain yang lebih berpusat kepada guru (Trianto, 2007).

Sharan (dalam Trianto, 2007) membagi langkah-langkah pelaksanaan model investigasi menjadi 6 fase yaitu :

a. Memilih Topik

Siswa memilih sub topik tertentu dalam suatu daerah masalah kemudian siswa diorganisasikan menjadi 2-6 anggota tiap kelompok yang bersifat heterogen

b. Perencanaan Kooperatif

Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran sesuai dengan topik yang sudah dipilih.

c. Implementasi

Siswa menerapkan rencana yang sudah mereka kembangkan dalam tahap kedua tadi, di mana kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan keterampilan yang mengarahkan siswa kepada jenis-jenis sumber belajar yang berbeda baik di dalam maupun di luar sekolah.

d. Analisis dan Sistesis

Siswa menganalisis dan mensistesis informasi yang diperoleh pada ketiga diatas dan merencanakan untuk dipresentasikan kepada seluruh kelas.

e. Presentasi Hasil

Semua kelompok menyajikan hasil pendidikannya dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas dengan tujuan agar siswa yang lain juga terlibat dalam pekerjaan kelompok tersebut.

f. Evaluasi

Siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan baik dalam penilaian individu maupun kelompok.

C. Penutup

Model pembelajaran kooperatif yang satu dengan yang lainnya tidak terdapat perbedaan yang begitu menonjol, metode TGT lebih kepada penghargaan tim, didasarkan pada hasil turnamen, sedangkan jigsaw lebih kepada bagaimana kemampuan seorang pemimpin kelompok (kelompok ahli) dalam mamanager kelompoknya.

Pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk berperan relatif berbeda dari pembelajaran tradisional. Berbagai peran guru dalam pembelajaran kooperatif tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: (1) merumuskan tujuan pembelajaran, (2) menentukan jumlah kelompok dalam kelompok belajar, (3) menentukan tempat duduk siswa, (4) merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif, (5) menentukan peran serta untuk menunjang saling ketergantungan positif, (6) menjelaskan tugas akademik, (7) menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama, (8) menyusun akuntabilitas individual, (9) menyusun kerja sama antar kelompok, (10) menjelaskan kriteria keberhasilan, (11) menjelaskan perilaku siswa yang diharapkan, (12) memantau perilaku siswa, (13) memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas, (14) melakukan intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja sama, (15) menutup pelajaran, (16) Menilai kerja sama antar anggota kelompok.

Meskipun kerja sama merupakan kebutuhan manusia dalam kehidupan sehari-hari, untuk mengaktualisasikan konsep tersebut ke dalam suatu bentuk perencanaan pembelajaran atau program satuan pelajaran bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Dibutuhkan peran guru dan siswa yang optimal untuk mewujudkan suatu pembelajaran yang benar-benar berbasis kerja sama atau gotong royong.


Daftar Rujukan

Krismanto, 2003. Beberapa Teknik, Model dan Strategi Dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: PPPG Matematika

Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya Dalam KBK. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.

Nur, Muhammad 2005. Pembelajaran Kooperatif, Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Lembaga Penjamin Mutu Jawa Timur.

Tim MKPBM, 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi konstruktivistik; konsep, landasan dan implementasi. Jakarta: Prestasi Pustakan Publisher.

Posamentier. Alfred S. dan Stepelman. Jay. 1999. Teaching Secondary Methematics: Tecahing and Enrichement Units. New Jersey: Prantice Hall.

Widdiharto, Rahmadi. 2004. Model-Model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: P3G Matematika

Tidak ada komentar: