Jumat, 12 Desember 2008

KONSTITUSI VERSUS KENYATAAN PENDIDIKAN

HARAPAN KONSTITUSI VERSUS KENYATAAN PENDIDIKAN

Oleh : Agus Muliadi


Pemerintah sangatlah intensif melakukan perubahan sistem dalam dunia pendidikan dengan langkah hukum dan langkah aksi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Langkah yuridisa direalisasikan dalam bentuk perundang-undangan, peraturan pemerintah dan peraturan menteri pendidikan dan langkah aksi yang dilakukan dengan pembenahan kualitas melalui penertiban perangkat pembelajarannya. Pembenahan dengan langkah aksi tidak jarang mempertontonkan hasil yang menampar muka pemerintah, dimana hal itu disebabkan salah satunya oleh Sifat malas aparaturnya dan karena tekanan politik internasional membuat bangsa ini terkadang keliru yang malah berhadapan dengan konstitusi. Pembenahan yang salah dari dampak sifat itu diperlihatkan dengan banyaknya regulasi yang merupakan saduran dari bangsa asing yang tentunya sangat tidak sesuai dengan karakter lingkungan kita yang justru akan menjadi salah satu faktor penghalang keberhasilan dalam aplikasinya didunia pendidikan.

Pendidikan berstandar internasional yang memiliki isi pembelajaran yang bertaraf internasional tapi kebanyakan sekolah yang berlebel seperti itu hanya menampilkan eksistensinya dengan penggunaan bahasa inggris dalam prosesnya, yang sangat bertentangn dengan amanat konstitursi kita dan secara ilmu psikologi bahasa itu akan sangat menentukan milieu psikis yang secara pelan akan membentuk mental anak seperti budaya asal bahasa tersebut.

Kata-kata kunci: Harapan konstitusi, kenyataan pendidikan.

Pendahuluan

Pemerintah dalam hal pendidikan dibawah kendali Departemen pendidikan melakukan pembenahan dunia pendidikan dari segi kualitas. Langkah konkrit dilakukan pemerintah melalui langkah regulasi hukum bersama legislatif sebagai peran legislasi dengan membentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan peraturan menteri pendidikan. Departemen pendidikan merupakan salah satu departemen yang ada dalam pemerintah kita yang berkewajiban membentuk mental pikiran bangsa ini untuk menjadi bangsa yang memiliki intelektualitas dan mentalitas yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pendidikan memiliki fungsi seperti yang tertera dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Langkah maju pemerintah dalam pembenahan dunia pendidikan terlalu sering menginterpretasikan kata maju dalam bentuk yang salah. Pemerintah membentuk perangkat pendidikan yang up to date seperti kurikulum yang aplikasinya hanya sampai tataran administratif semata karena hal itu tidak disesuaikan dengan kesiapan satuan pendidikan secara kesuluruhan baik dari segi sumber daya pengajarnya, sarana dan prasana yang menunjang dan lainya yang sekiranya akan menjadi penting dalam membantu dalam kelancaran proses. Perubahan yang dilakukan menjadi tidak memiliki makna yang signifikan dalam misi pembenahan pendidikan dari segi kualitas. Sikap pemerintah yang hanya bisa bongkar pasang kurikulum sudah menjadi momok dunia pendidikan kita, hal itulah yang membuat bangsa kita hanya mampu membentuk kulit dunia pendidikan belum sampai kepada organ anatomi dalamnya dalam hal ini adalah isi pembelajarannya.

Artikel ini membahas tentang apa harapan konstitusi tentang dunia pendidikan di Negara ini dan apa kenyataan yang malah terjadi pada dunia pendidikan kita yang condong bertentangan dengan konstitusi serta artikel ini juga membahas apa dampak negatif kebijakan pemerintah dalam dunia pendidikan.

Apa Harapan Konstitusi Terhadap Dunia Pendidikan?

Pemerintah yang normal haru menjalankan roda keperintahannya dibawah cita-cita luhur para pejuang kemerdekan yang tertuang dalam pancasilan sebagai ideologi bangsa dan Undang-Undang Dasar 1945. Pemeritah dalam hal ini departemen pendidikan menjalankan amanat konstitusi dalam dunia pendidikan dengan melakukan berbagai langkah baik secara yuridis maupun secara teknis. Departemen pendidikan setelah masa reformasi mulai menggeliat untuk mencoba bangkit dengan instrumen demokrasi yang diadobsi oleh bangsa ini, hal itu dimulai dari internal pemerintah yang membentuk landasan hukum tentang pelaksanaan pendidikan di negara ini dalam bentuk Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendidikan. Salah satunya adalah dengan keberhasilan pemerintah membentuk Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, regulasi itu diharapkan akan menjadi payung hukum sekaligus menjadi panduan dalam melakukan pengembangan instrumen pendukung untuk pelaksanaan teknis di satuan pendidikan dan mencapai meraih tujuan dunia pendidikan yang sebenarnya seperti yang tercantum dalam konstitusi. Segala aktifitas pendidikan dalam bentuk satuan pendidikan apapun harus menghormati dan berlandaskan pada konstitusi, hal ini terlihat dari pengaturan secara khusus pada UU No 20 tahun 2003 pada BAB IV Pasal 33 tentang kesamaan bahasa pengantar dalam Sistem Pendidikan Nasional adalah Bahasa Indonesia dimana hal ini akan untuk tetap mencermin rasa nasionalisme peserta didik dan membentuk jiwa persatuan dalam Bhineka Tunggal Ika

Setelah reformasi memfokuskan pengembangan kualitas pendidikan dengan salah satu langkah yaitu membentuk Standarisasi Pendidikan Nasional. reformasi dunia pendidikan dengan melakukan standarisasi Langkah teknisnya sudah diatur dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional seperti yang tercantum dalam BAB IX Pasal 35 yaitu “Standar Nasional Pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.” Dengan amanat konstitusi itu maka diharapkan tidak ada diskriminatif dalam segi penjaminan mutu pendidikan dari sabang sampai marauke. Yang dipertegas dalam Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 dengan membentuk standar pokok seperti yang tercantum pada BAB II Pasal 2 yaitu Lingkup meliputi: Standar isi;.Standar proses; Standar kompetensi lulusan; Standar pendidik dan tenaga kependidikan; Standar sarana dan prasarana; Standar pengelolaan; Standar pembiayaan;dan Standar penilaian pendidikan. Acuan itu akan menjadi landasan dalam penyusunan kurikulum sesuai dengan satuan pedidikan yang akan dikembangkan dalam instrumen prangkat pembelajaran oleh pendidik.

Pengembangan kurikulum akan tetap dilakukan terkait tuntutan masa dan lingkungan, yang tetap dibawah tatanan konstitusi bangsa. Pemikiran manusia yang dua langkah lebih maju dari waktu menyebabkan dunia pendidikan harus konservatif untuk melakukan perubahan perangkat yang digunakan. Menurut Profesor Dr. Ny. Maftuchah Yusup (1995) bahwa pokok perubahan dalam sistem pendidikan kita tidak boleh keluar dari kaedah dasar dan asas pendidikan serta tujuannya yang luhur untuk mengembangkan kebudayaan nasional untuk mewujudkan pengembangan bangsa. Hal itu terlihat menurut beliau bahwa pada zaman modern pendidikan memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia yang bersaing dan mengawetkan budaya luhur. Pada saat bersamaan Profesor Dr. S. Nasution (1998) juga memberikan pendapatnya yaitu pendidikan memiliki tujuan mendidik manusia atau mendidik manusia susila yang bertanggung jawab pada status kewargaannya.

Apa Kenyataan Dunia Pendidikan Di Negara Kita?

Bangsa kita dalam lingkungan internasional bukan beradaptasi tapi bergantung. Sistem itu terlihat dimana pemerintah sangat merasa butuh kepada bangsa maju seperti Amerika Serikat dari segala aspek dimana segala perubahan di negara itu menjadi barometer perubahan bangsa kita, hal itu menandakan kita kehilangan martabat. Pemerintah seharusnya memikirkan solusi atau jalan keluar untuk memperkecil ketergantungan tersebut yang sekiranya akan mampu memunculkan rasa keakuan kita kepada bangsa lain. Harapan itu malah memberikan jawaban yang terbalik dimana malah condong membentuk psikologi bangsa menjadi babu United State atau kasarnya bagaikan kucing diberi ikan oleh tuannya. Dampak dari hal itu menjadikan negara kita sangat tidak memiliki keberanian untuk melawan arus tatanan gelobal, dimana hal ini terlihat dengan adanya kebijakan-kebijakan yang kadang mengiyakan kesepakatan internasional yang sangat bertentangan dengan ideologi bangsa kita. Contoh ketidakberanian negara kita yaitu pertama ketidaktegasan dalam mengambil keputusan tentang ahmadiah yang telah menjadi pemicu konflik horizontal dan vertikal, yang sangat mengherankan sikap dingin pemerintah itu dikarenakan ada tekanan politik Inggris yang menjadi sumber aliran ini, kedua tidak adanya sikap bangsa terutama legislatif ketika pemerintah diberikan tekanan politik dalam bentuk resolusi minggu yang lalu dari 40 anggota kongres Amerika Serikat karena penahanan terhadap tersangka dalam kerusuhan pengibaran bendera bintang kejora di Irian Jaya. Hal itu sangatlah berbeda dengan zaman orde lama dimana dengan sikap pemberani sang proklamator H. Soekarno yang dengan tegas mengatakan diri keluar dari Porum Bangsa-Bangsa (PBB). Sikap diplomatik yang seperti itulah yang seharusnya dipertahankan apalagi bangsa ini sudah lebih maju dan lengkap dari segi infrastruktur disegala aspek salah satunya di bidang pertahanan, tapi mungkin sekarang kita krisis rasa nasionalisme dan patriotisme, yang hanya mampu dimaknakan dalam bentuk acara seremonial seperti upacara bendera pada peringatan hari proklamasi.

Langkah maju bangsa ini terlalu sering selalu salah memaknakan arti maju. Setelah masa reformasi dideklarasikan rakyat termasuk mahasiswa sangatlah puas dengan keberhasilan itu karena mampu menggoreskan legalitas secara administratif dan opini publik tentang Hak Asasi Manusia yang tidak terbelenggu lagi dibawah pemerintahan diktator. Kepuasan itu sangatlah berlebihan yang membuat bangsa ini onani dan lupa mengkontrol kepada perjalanan dunia demokrasi terpimpin yang instrumennya merupakan hasil adopsi dari demokrasi liberal milik luar negeri yang memiliki karakter lingkungan yang jauh berbeda dengan bangsa kita. Hal itu terlihat dengan dikotomi rakyat oleh instrumen demokrasi itu sendiri.

Sifat modernisasi membuat bangsa ini menjadi lupa cita-cita luhur Ibu Pertiwi. Modernisasi bukan satu-satunya jawaban untuk produktif, dimana modernitas bukan berarti menjadi syarat untuk lembaga modern. Hal itu dicontohkan oleh jepang yang mampu mengembangkan teknologi modern dengan prilaku dan bahasa tradisionalnya. Modernitas pada dasarnya adalah mencakup kepada dimensi pola pikir tanpa menghilangkan makna nasionalisme didalamnya. Kita sering menyalah artikan makna modernitas dimana dengan pergaulan yang condong kebarat-baratan, cara berpakaian dan bahasa yang keinggrisan. Hal seperti itu kadang membentuk suatu lingkungan permanen yang akan mengeliminir peran budaya dan bahasa asli kita.

Sikap pergaulan Internasional yang membentuk bangsa kita menjadi bangsa konsumtif dan peniru tanpa mempertimbangan kemartabatannya. Kebijakan didunia pendidikan yang menjadi pilar kebangkitan bangsa ini mulai tidak menampilkan dirinya yang sebenarnya, hal itu karena segala macam perubahan sistem yang dilakukan dalam dunia pendidikan seperti penerapan semua macam kurikulum baru bukanlah hasil fungsi konservatif pendidikan kepada permasalahan yang ada yang kemudian dianalisis dari multi sektoral dan merumuskan menjadi sebuah solusi konkrit dan sistematis dengan potensi yang dimiliki, tapi cenderung dengan permasalahan itu pemerintah mengambil sikap instan dengan melakukan kunjungan kerja kepada bangsa maju yang barang tentu memiliki perbedaan dari karakter lingkungannya baik sumber daya, maupun pola pikir warganya, sehingga hal tersebut menurut saya tidak cocok untuk diterapkan dibangsa kita jika ditinjau dari karakter lingkungan yang multikultural dan multireligi. Dengan sifat lingkungan dengan budaya yang sangat heterogen menjadikan sebuah faktor yang tidak bisa kita elakkan sebagaimana yang dijelaskan oleh Dr. Oemar Hamalik (2002) dalam sebuah bukunya bahwa kualitas pendidikan ditentukan pula oleh kultur Nasional, dimana pendidikan harus berdasarkan kebudayaan Nasional yang bepegang teguh pada Pancasila dan prinsip Bhineka Tunggal Ika. Ketidakrelevanan kurikulum hasil saduran seperti CBSA dari Inggris itu dengan kehidupan sekolah kita ditunjukkan dengan adanya kualitas hasil yang tidak sesuai harapan, dimana kelihatan penerapannya hanya sebatas administratif perangkatnya, dampak yang paling fatal adalah ketidakmerataan penerapannya yang terbentur dana, potensi suber daya, lingkungan dalam hal ini infrastruktur dan sebagainya. Hal itu menjadikan bangsa kita kelihatan kehilangan martabatnya di kancah Internasional sehingga kita mulai diperolok oleh malaysia yang dulunya banyak menimba ilmu dari bangsa kita.

Kekeliruan makna modernisasi pendidikan menampilkan diri dengan praktik kapitalis di dunia pendidikan. Sikap gengsi karena dianggap kolot membuat bangsa ini menjadi tidak percaya diri dalam bergaul di internasional, Hal itu terlihat dengan kebijakan bongkar pasang kurikulum saduran luar negeri termasuk dengan adanya Sekolah Berstandar Internasional yang pada dasarnya belum layak diterapkan pada daerah-daerah salah satunya seperti Nusa Tengara Barat karena kesiapan internal daerah itu sendiri, tapi hal itu dipaksakan untuk memberikan legitimasi formal kepada publik kalau negara kita sudah modern. Hal itu menurut pemahaman saya, seharusnya dunia pendidikan ini melakukan pemerataan keberhasilan standarisasi pendidikan nasional diseluruh satuan pendidikan kemudian melanjutkan kepada penerapan standar internasional dalam konteks isi kandungannya bukan dari aspek bahasanya. Beberapa sekolah berstandar internasional di tanah air termasuk di NTB pada dasarnya tidak mencerminkan makna yang sebenarnya tapi cenderung kepada bentuk pelestarian praktik kapitalisme di dunia pendidikan kita, hal itu terlihat dengan sekolah yang berlebel SBI (Sekolah Bertaraf Internsional) dimana pada ukuran kurikulum dengan perangkatnya tidak ada beda yang signifikan, dan tingkatan materi pembelajaranya tetapi hanya pada bahasa pengantar didalam proses pembelajarannya. Secara general Sekolah Berbasis Internasional di bangsa ini harus menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantar, tetapi di sekolah tempat studi kasus itu pengantar bahasa inggris hanya ditekankan pada pembukaan dan penutupan pembelajaran saja, hasil studi kasus itu membuat pemikiran kita menjadi tidak menganggap sekolah berstandar internasional menjadi sesuatu yang mewah dalam makna kualitas pembelajaran. Opini itu hanya dibentuk dengan adanya keberadaan murid yang diantar jemput dengan mobil yang bersopir pribadi dan dengan adanya fasilitas teknologi seperti laptop oleh orang tuanya, hal itu memang menjadi sebuah persyaratan masuk dimana dengan adanya interview oleh pihak keluarga untuk menyanggupi dalam hal pengadaan fasilitas tersebut dengan segala dalih-dalihnya. Potensi yang tidaklah go internasional dibanding sekolah yang lain hal dipertontonkan ketika ada olipiade bahasa inggris di tingkat provinsi yang terbukti dimenangkan oleh sekolah yang tidak berlabel SBI.

Kekeliruan memaknakan modernisasi pendidikan itu adalah kekeliruan besar bangsa kita. Teori depedensi seperti Gunder Frank (1996) yang sangat menentang sistem pendidikan dewasa ini yang selalu menjadi alat pelestarian sistem masyarakat kapitalis dimana dengan berperannya pendidikan yang berfungsi melestarikan ketergantungan bangsa-bangsa berkembang kepada bangsa maju seperti Amerika Serikat. Kemudian menurut Paulo Freire (1999) memberikan penegasan bahwa pendidikan itu pada dasarnya suatu proses pembebasan segala aspek bukan malah peluntur budaya bangsa, kemudian pernyataan itu juga diperkuat oleh Dr. Mulyani Sumantra (2001) dimana kurikulum dalam dunia pendidikan merupakan ”cultur reproduction” dimana pendidikan merupakan refleksi kebudayaan bangsa untuk menumbuhkan generasi baru. Kebijakan pemerintahan sekarang selalu menampilkan pola-pola dekonstrutif dalam dunia pendidikan dengan sikap ceroboh dan malas yang sudah menjadi momok para legislator.

Apa Dampak Negatif Dari Kenyataan Dunia Pendidikan Sekarang?

Penerapan sekolah berstandar internasional dengan substansi isi yang sama dengan sekolah lain tapi penekanannya hanya kepada aspek bahasa menurut saya sudah melanggar sumpah pemuda yang mengikrarkan satu bahasa yaitu bahasa indonesia yang merupakan mukjizat Tuhan yang telah mampu menyatukan bangsa-bangsa di nusantara yang sangatlah beragam dari segi bahasa dan budaya, kebijakan itu juga memperlihatkan inkonsistensinya pemerintah dengan regulasi konstitusi yang dibentuk seperti Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada BAB VII Pasal 33 ayat satu yang menekankan tentang penggunaan bahasa indonesia sebagi bahasa pengantar pendidikan di seluruh Tanah Air. Inkonsistensi itu menumbuhkan rumpun penjajah asing di tanah air kita untuk membentuk rekonsiliasi model penjajahan yang lebih bermartabat.

Rusaknya nilai dunia pendidikan karena kebijakan stachholder yang tak berpihak dan karena budaya perpolitikan dibangsa kita. Image dunia pendidikan yang selalu mementingkan refrensi negara luar tanpa menoleh potensi didalam tubuhnya membuat banyak masyarakat bertanya dan juga diberikan cap bodoh oleh bangsa lain, budaya tidak menghargai potensi sendiri merupakan budaya yang tidak tabu lagi bagi kita, salah satu contoh dengan kecendrungan BJ Habibie yang lebih untuk mengembangkan potensinya untuk negara jerman dalam ilmu pesawat memberikan kita tontonan yang sangatlah ironis dengan keadaan penerbangan bangsa kita yang semakin terbentur masalah teknis mekanik pesawatnya. Sekolah berstandar internasional yang menekankan bahasa inggris, bukan kepada substansi isi pembelajaran menjadi peletak eksistensinya menuai kritikan pahit dari para pakar di Indonesia termasuk salah seorang Profesor dari Universitas Negeri Malang yang menyimpulkan sekolah SBI itu menjadi Sekolah Babu Internasional.

Bahasa adalah salah satu resep penting dalam pembentukan watak dan budaya manusia. Dra. Kartini (2001) psikolog dalam salah satu bukunya menyatakan bahwa setiap manusia itu harus hidup dalam satu lingkungan fisik maupun milieu psikis, sehingga manusia dengan lingkungannya adalah satu kesatuan dalam hubungan timbal balik dan pengaruh mempengaruhi yang dibudayakan, maka dari itu muncul pula kebudayaan manusia. Dimana lingkungan melieu psikis dipengaruhi oleh diri manusia itu sendiri karena adanya sistem pengharusan, larangan dan tekanan serta harapan yang dibentuknya. Bahasa merupakan instrumen dari pikiran, khususnya untuk mengembangkan pikiran. Pembendaharaan kata-kata itu merupakan bentuk-bentuk pikiran, baik yang konkrit maupun pengalaman-pengalaman manusia dalam bentuk onderwing serta wujud bahasa yaitu berwujud kata-kata, suara dan kalimat. Maka bahasa itu menjadi syarat mutlak bagi pengungkapan pikiran, pertukaran pendapat, dan kontak antar manusia khususnya bagi pendidikan dan pengajaran serta pengoperan budaya dari generasi yang satu ke generasi berikutnya. Dimana bahasa juga memiliki makna magis yaitu aktivitas pengungkapan rumus-rumus penyumpahan dan penyihiran terhadap suatu suatu kondisi atau objek. Dengan hal itu maka menurut saya penekanan wajib bahasa inggris kepada siswa pada sekolah berstandar internasional cenderung akan lebih membentuk karakter kapitalis dan budaya praktisnya dalam bangsa kita yang secara jelas bertentangan dengan ideologi yang kita anut. Yang paling penting adalah bangsa kita dalam hal ini dunia pendidikan sudah terjajah oleh bangsa lain dengan pola yang lebih intelektual tapi sangat kronis karena menyerang ideologi bangsa kita yang tercinta, pemerintah belum berani mengambil sikap yang jelas dalam sebuah kebijakan hal itu dikarenakan penekanan politis yang membuat tubuh bangsa ini kehilangan imun tubuhnya.

Penutup

Harapan bangsa kita termasuk tentang pendidikan yang termuat dalam bentuk undang-undang dasar 1945 menjadi landasan hukum dalam penyelenggaraan pendidikan dibangsa ini. Pemerintah menjadikan pendidikan sebagai orientasi penting dalam kepemerintahan demi meraih cita-cita para pejuang dan melaksanakan amanat konstitusi serta yang terpenting adalah demi kemajuan bangsa kita. Langkah yuridispun dilakukan untuk menjadi payung hukum pelaksanaannya dan melakukan langkah aksi dengan pengembangan sumber daya dan perangkat pembelajaran yang disempurnakan. Langkah penyempurnaan ini sering tidak melihat realita sekitar dengan cara melakukan saduran punya bangsa lain, hal itupun membuahkan hasil sekolah berstandar internasional yang dalam pelaksanaannya hanya sebatas penggunaan bahasa pengantar menggunakan bahasa inggris bukan kepada standar isinya. Perlu diupayakan adanya suatu pergerakan baru untuk melakukan akselerasi reformasi dunia pendidikan di Indonesia melalui perubahan sistemik kepemerintahan yang mampu berdiplamasi dengan sehat tanpa menghilangkan ideologi yang merupakan cita-cita luhur pejuang kemerdekaan dan perlu adanya keberanian dan ketegasan pemerintah kepada pihak asing yang mencoba membentuk kekuatan baru yang sekiranya akan membuat disintergrasi bangsa kita.

Bahan Rujukan

Anonim. 2003. UU. No 20 tentang SISDIKNAS. Jakarta. Depatemen Pendidikan

Frank, Gunder. 1996. Modern Education. New York. Book Company.

Freire, Paulo. 1999. Biologi Teachers Hand Book. Sage University

Hamalik, Oemar. 2002. Prinsip-Prinsip Budaya Indonesia. Jakarta. Bhratara Jakarta

Kartini, K. 2001. Psikologi Anak. Jakarta. Bhratara Jakarta

Nasution, S. 1998. Asas Kurikulum. Jakarta: Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sumantra, Mulyani. 2001. Pengembangan Kurikulum. Jakarta. Bhratara Jakarta

Yusup, Maftuchah. 1997. Pengembangan Kurikulum. Jakarta: IKIP Jakarta.

Tidak ada komentar: