Jumat, 12 Desember 2008

Stem cells (sel induk)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberhasilan yang semakin mutakhir dalam sistem pengobatan belum mampu menjawab secara konfrehensif dalam dunia medis di Dunia. Penemuan dunia medis masih belum memberikan solusi yang tuntas terhadap beberapa jenis penyakit seperti HIV AIDS. Dalam sistem pengobatan suatu macam penyakit terdapat tradisi masyarakat yaitu keberhasilan mengatasi sakit ringan dengan beristirahat, melakukan proses pengobatan, menjalani diet, dan lainnya. Namun, kita tidak dapat menampik kemungkinan bahwa suatu saat, salah satu organ tubuhnya tidak berfungsi lagi dengan baik. Pada saat inilah, tergantung pada sifat kerusakan organ. Orang itu harus menjalani pembedahan atau mengganti sama sekali organ tubuhnya yang rusak melalui transplantasi (Anonim, 2008).

1

Mengganti organ tubuh yang sakit atau rusak sebenarnya sama sekali bukanlah inovasi abad modern. Jeff E. Zhorne pada 2003 menyatakan bahwa sejak awal abad ke-8 SM, para ahli bedah Hindu telah melakukan transplantasi kulit untuk mengganti hidung yang hilang karena penyakit sipilis, perang fisik, atau hukuman atas suatu kejahatan. Dalam literatur hadis juga dituturkan peristiwa Ufrajah, seorang sahabat Nabi saw. yang kehilangan hidung dalam suatu pertempuran dan diganti dengan hidung palsu dari perak. Hidung peraknya beberapa waktu kemudian menimbulkan bau yang tidak sedap, sehingga ia meminta nasihat Nabi saw. Nabi kemudian menganjurkan agar ia mengganti hidung perak itu dengan hidung palsu lain dari emas (Dinata, 2008) .

Perkembangan sains dalam ilmu kedokteran telah menemukan sesuatu yang memberikan harapan dalam bidang pengobatan. Dalam sistem transplantasi organ yang sudah menjadi salah satu sistem pengobatan sejak abad ke-8 SM sudah semakin berkembang pesat dengan adanya perkembangan ilmu pengatuhan dan teknologi modern. Pada tahun 1981 para peneliti menemukan metode pengembangan stem sel embrio mencit sebagai salah satu bentuk pengembangan dari sistem transplantasi dan memerlukan waktu 20 tahun untuk menemukan metode tersebut pada manusia. Stem sel merupakan sel induk yang merupakan cikal bakal sel-sel dalam tubuh lainnya. Pengembangan penelitian dalam dunia medis memberikan kontribusi dalam kehidupan manusia, salah satu karya yang besar adalah stem sel. Stem sel secara revolusioner membuka peluang untuk memperbaiki kerusakan pada bagin tubuh dengan menggunakan sel sehat baru dengan cara transplantasi stem sel. Temuan dalam dunia medis tersebut berperan penting pada regenerasi sel pada beberapa penyakit (Setiawan, 2006).

Sistem pengobatan untuk beberapa penyakit-penyakit seperti gangguan fungsi hati, ginjal terminal, jantung kronik, diabetes, Parkinson serta stroke menjadi target pencapaian stem sel, maka angka harapan hidup semakin meningkat. Bahkan penggunaan stem sel pada penyakit-neurologi lainnya menjadi fokus utama pada beberapa penelitian. Penemuan teknologi stem sel sungguh suatu terobosan luar biasa di dunia kedokteran. Betapa tidak. Dengan sebuah sel inti, penyakit yang tidak bisa disembuhkan seperti Parkinson, Alzheimer, suatu saat mungkin bukan lagi menjadi penyakit yang sulit diatasi. Transplantasi stem sel tidak diperlukan donor tertentu yang memiliki kesesuaian untuk dilakukan transplantasi. Secara medis Stem sel memang memiliki karakteristik istimewa hingga bisa digunakan sebagai ‘solusi’ untuk penyakit yang hingga kini tidak dapat disembuhkan. Stem sel, atau sel tunas/sel induk, mempunyai sifat dapat membelah dan memperbaharui diri sendiri. Yang terutama, stem sel memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi berbagai tipe sel dewasa seperti sel saraf, jantung, pankreas, dan sebagainya (Almazini, 2007).

Stem sel ini membuka perspektif yang sama sekali baru untuk ilmu kedokteran. Mungkin kita bisa mengembangkan pengobatan baru dengan menggantikan sel-sel yang sudah rusak dengan sel-sel induk yang berpotensi tumbuh sebagai sel-sel baru yang sehat. Dalam hal ini dipikirkan penyakit Parkinson dan Alzheimer (disebabkan oleh kerusakan sel otak) dan banyak jenis kanker yang sampai sekarang belum ada obatnya. Walaupun kalangan ilmiah pada umumnya tanpa ragu-ragu mendukung penelitian tentang sel induk embrionik, namun karena karaktersitik penelitian stem sel menggunakan manusia atau bagian dari manusia sebagai bahan dasarnya. Umumnya kontroversi tersebut berkisar pada penggunaan stem sel embrio (embryonic stemcell) karena harus merusak atau membunuh (mengurbankan) embrio (cabang bayi) dalam proses pengambilannya. Kalangan yang kontra dengan penelitian stem sel embrio berpendapat bahwa membunuh calon manusia untuk kepentingan penelitian stem sel tersebut tidak dibenarkan secara moral dan tidak sesuai dengan Sumpah Dokter di seluruh dunia yaitu Aku akan mempertahankan rasa hormat setinggi-tingginya untuk kehidupan manusia, mulai dari permulaannya (Sofyan, 2008).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yang dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah stem sel?

2. Apa Definisi stem sel atau sel induk?

3. Bagaimana mekanisme pembentukan stem sel?

4. Apa mamfaat stem sel dalam kehidupan manusia?

5. Bagaimana kajian bioetika tentang stem sel?

1.3. Tujuan Makalah

Berdasarkan rumusan masalah / topik makalah tersebut, maka adapun tujuan makalah tersebut adalah untuk mengatahui:

1. Sejarah stem sel.

2. Definisi Stem sel atau sel induk.

3. Mekanisme pembentukan stem sel.

4. Mamfaat stem sel dalam kehidupan manusia.

5. Kajian bioetika tentang stem sel.


BAB II

ISI MAKALAH

2.1. Sejarah Stem Sel (Stemcells)

Terapi pengobatan yang menggunakan stem sel mulai digunakan sejak keberhasilan transplantasi sumsum tulang untuk yang pertama kalinya pada tahun 1968. Kemudian stem sel embrionik pluripotent dan stem sel multipotent dewasa digunakan untuk membuat jaringan manusia yang akan ditransplantasi ke pasien dengan indikasi kelainan yang disebabkan oleh degenerasi atau perlukaan sel, jaringan, dan organ. Perkembangan terbaru teknik penumbuhan stem sel embrionik manusia pada kultur dan peningkatan pengetahuan para peneliti mengenai jalur diferensiasi sel telah memperluas penggunaan terapi ini. Pada tahun 1963, peneliti di dunia kedokteran menemukan bahwa sel induk dari tali pusat dapat dipakai si bayi dan keluarganya untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Darah di dalam ari-ari dan tali pusat mengandung berjuta-juta sel induk pembentuk darah yang sejenis dengan sel induk yang ditemukan di dalam sumsum tulang (Almazini, 2007).

4

Pencangkokan darah tali pusat (umbilical cord blood) pertama kali dilakukan pada seorang anak penderita anemia fanconi di Paris pada tahun 1988. Keberhasilan pencangkokan itu membuka pandangan baru dalam pemanfaatan darah tali pusat yang sebelumnya tidak berguna. Setelah diteliti lebih lanjut, banyak keuntungan yang ditawarkan dibandingkan dengan transplantasi sumsum tulang yang semula jadi primadona. Stem sel dewasa dari darah tali pusat memiliki kemampuan proliferasi yang lebih tinggi daripada dari sumsum tulang. Selain itu, pencangkokan dengan menggunakan sel induk dewasa dari darah tali pusat ini memiliki tingkat kecocokan lebih tinggi dibandingkan sumsum tulang (Djati, 2008).

Sel induk sumsum tulang dan darah tali pusat sejauh ini telah berhasil digunakan untuk mengobati berbagai penyakit kelainan darah. Hingga kini sedikitnya 3.000 pencangkokan darah tali pusat telah dilakukan. Lebih dari 72 penyakit yang terbukti dapat diobati dengan pencangkokan sel induk ini, di antaranya leukemia, keropos tulang (osteoporosis), dan kanker payudara. Kebanyakan dari penyakit yang disembuhkan adalah penyakit akut, seperti leukemia akut dan kronis, anemia fanconi, anemia aplastic, dan penyakit auto immune. Namun pada kanker payudara, stem sel terbukti tidak menolong (Almazini, 2007).

Pada tahun 1993, di Jerman telah dilakukan sebuah penelitian yang melibatkan 885 pasien berumur kurang dari 56 tahun penderita kanker payudara yang tidak bermetastasis dan telah dioperasi. Pasien yang mendapat perlakuan konvensional diberikan fluorouracil, epirubricin, dan cyclophosphamide setiap tiga minggu, diikuti radioterapi dan perlakuan dengan tamoxifen, untuk empat siklus dari perlakuan. Pasien dari kelompok perlakuan dosis tinggi menerima perlakuan cara yang sama untuk 4 siklus pertama, tetapi perlakuan kelima terdiri dari dosis tinggi cyclophosphamide, thiotepa, dan carboplatin diikuti transplantasi stem sel hematopoietik darah tepi pasien sendiri. Hasilnya, 5 wanita meninggal pada kelompok dengan perlakuan dosis tinggi yaitu 1 selama perlakuan, dan 4 pada 100 hari setelah transplantasi stem sel (Almazini, 2007).

Sebuah penelitian lain dilakukan pada tahun 1991 melibatkan 540 wanita yang menderita kanker payudara dan paling sedikit 10 diantaranya positif memiliki axillary nodes. Mereka diperlakukan baik dengan 6 siklus dari kemoterapi dengan cyclophosphamide, doxorubicin, dan fluorouracil maupun dengan kemoterapi diikuti 1 siklus kemoterapi dosis tinggi dengan cyclophosphamide dan thiotepa dan transplantasi hematopoietik stem sel autolog. Hasilnya, 9 wanita meninggal pada kelompok yang mendapat perlakuan dosis tinggi. Peneliti menemukan bahwa penambahan transplantasi stem sel pada kemoterapi konvensional tidak memperbaiki penyakit, tetapi waktu untuk kambuhnya lebih panjang pada wanita yang menjalani transplantasi stem sel (Almazini, 2007).

2.2. Definisi Stem sel

Sel punca atau sel induk (stem cell) merupakan sel yang belum berdiferensiasi dan mempunyai potensi untuk dapat berdiferensiasi menjadi jenis sel lain. Kemampuan tersebut memungkinkan sel induk menjadi sistem perbaikan tubuh dengan menyediakan sel-sel baru selama organisme bersangkutan hidup. Stem sel itu menjadi sebuah objek penelitian dalam dunia medis yang mutakhir dan masih menjadi sebuah kontroversi dalam kehidupan sosial. Penelitian stem sel adalah suatu metodologi penelitian yang menggunakan sel sebagai bahan dasarnya. Umumnya penelitian stem sel diarahkan untuk membuat sel-sel tertentu yang merupakan bagian dari jaringan dan organ tertentu yang nantinya dapat digunakan untuk menyembuhkan suatu penyakit yang yang berhubungan dengan jaringan atau organ yang dibuat tersebut. Sel-sel merupakan sel buatan yang selanjutnya dijadikan sebagai donor bagi penderita penyakit tertentu (Anonim, 2008).

Stem sel merupakan sekelompok sel yang diambil dari makhluk hidup (manusia). Stem sel adalah sel atau kelompok sel yang belum atau sedikit mengalami differensiasi sehingga mempunyai potensi yang sangat besar untuk diatur dan diarahkan menjadi jaringan atau organ yang direncanakan oleh si peneliti. Secara umum, potensi sel untuk berdeferensiasi dan dapat bereplikasi menjadi mature cell dengan karakteristik dan bentuk khas. Ernest A. McCulloch dan James E. Till dalam Anonim (2007) membedakan stem sel berdasarkan karakteristik in vivo, in vitro dan paska transplantasi in vivo; yaitu:

1. Totipoten,

Sel dikatakan bersifat totipotent apabila sel tersebut belum mengalami perubahan menuju bentuk tertentu (diferensiasi) dan mempunyai potensi untuk menjadi semua jaringan dan organ tubuh pembentuk makhluk hidup (manusia). Sel yang totipotent ini akan membentuk manusia utuh apabila ditanam di dalam kandungan (uterus). Sel berasal dari sel telur yang mempunyai kemampuan menjadi sel dan jaringan embrio serta jaringan yang mendukung pertumbuhan embrio itu sendiri. Mamalia mempunyai 200 jenis sel yang meliputi sel saraf (neuron), sel otot (miosit), sel kulit (epitelial), sel darah (eritrosit, monosit,linfosit dll), sel tulang (osteosit) dan sel kartilago (kondrosit). Sel yang juga berperan pada pertumbuhan embrio meliputi jaringan ektraembrional, plasenta dan tali pusat.

2. Pluripoten

Sel berasal dari 3 lapisan germinal embrio yang berasal dari inner cell blastokis sebelum menempel pada dinding uterus. Ketiga lapisan tersebut terdiri dari; mesoderm, endoderm dan ektoderm yang merupakan cikal dari semua sel dalam tubuh. (Gambar 1) Mesoderm merupakan cikal dari sumsum tulang, korteks adrenal, jaringan limfe, otot polos, otot jantung, otot rangka, jaringan ikat, sistim urogenital dan sistim vaskular. Entoderm merupakan cikal dari timus, tiroid, paratiroid, laring, trakhea, paru, vesika urinaria, vagina, uretra, GIT. Sedangkan lapisan terakhir, ektoderm merupakan cikal dari kulit, jaringan saraf, medula adrenal, hipofisis, jaringan ikat kepala dan wajah, mata dan telinga.

Gambar 1. Diferensiasi jaringan manusia

3. Unipoten

Terminologi ini digunakan pada sel yang berasal dari suatu organ, sehingga hanya mampu membentuk sel yang sama. Sehingga dengan karakteristik demikian maka stem sel dapat berupa stem sel embrional dan stem sel dewasa. Stem sel germional mempunyai karakteristik totipoten dan pluripoten, stem sel ini diperoleh dari jaringan embrio 4 hari. Jika sel berasal dari gonadal ridge fetus 5-10 minggu maka disebut sel germ embrional. Sedangkan stem sel dewasa mempunyai karakteristik unipoten dan didapat dari organ tertentu. Stem sel dewasa merupakan progenitor atau precursor sel yang akan berkembang menjadi sel mature dengan bentuk dan karakteristik yang khas. Saat diferensiasi ini terjadi, gen tertentu teraktivasi dan gen lainnya bersifat inaktif. Stem sel dewasa meskipun sulit untuk diisolasi dan diidentifikasi, sel ini yang diharapkan berperan dalam dunia terapi. Sering kali stem sel dewasa diperoleh dari sumsum tulang dan terdiri dari stem sel hematopoitik dan stem sel stromal. Selain itu stem sel juga dapat dijumpai di tali pusat dan serebral. Stem sel dewasa yang terdapat dalam serebral terutama didalam hipokampus.

2.3. Mekanisme Pembentukan Stem Sel

Sel induk memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel matang, misalnya sel saraf, sel otot jantung, sel otot rangka, dan sel pankreas. Sel induk juga mampu meregenerasi dirinya sendiri. Menurut The Official National Institute of Health Resource for Stem Cell Research, sel induk ini ditemukan dalam berbagai jaringan tubuh. Sel induk dibagi menjadi zigot, yaitu tahap sesaat setelah sperma bertemu sel telur. sel stem dewasa, yakni sel induk yang terdapat di semua organ tubuh, terutama di dalam sumsum tulang dan berfungsi untuk memperbaiki jaringan yang mengalami kerusakan. Tubuh kita mengalami perusakan oleh berbagai faktor dan semua kerusakan yang mengakibatkan kematian jaringan dan sel akan dibersihkan (Setiawan, 2006).

Sel stem dewasa (Adult stem cells) adalah sel stem yang terdapat di semua organ tubuh, terutama di dalam sumsum tulang dan berfungsi melakukan regenerasi untuk mengatasi berbagai kerusakan yang selalu terjadi dalam kehidupan. Tubuh kita mengalami pengerusakan oleh berbagai faktor dan semua kerusakan yang mengakibatkan nekrosis (kematian jaringan dan sel) akan dibersihkan oleh sel makrofag yang beredar dalam darah. Sel stem dewasa sebaliknya berfungsi untuk memperbaiki jaringan yang mengalami kerusakan. Sel stem dewasa dapat diambil dari fetus (fetal stem cells), sumsum tulang (bone marrow stem cells), darah perifer atau tali pusat (umbilical cord blood stem cells, UCB). Sementara sel induk dewasa dapat diambil dari sel pasien sendiri sehingga menghindari penolakan imun, sudah terspesialisasi sehingga induksi jadi lebih sederhana dan secara etika tidak ada masalah. Kerugiannya, sel induk dewasa ini jumlahnya sedikit, sangat jarang ditemukan pada jaringan matur, masa hidupnya tidak selama sel induk dari embrio, dan bersifat multipoten sehingga diferensiasinya tidak seluas sel induk dari embrio (Andra, 2006).

Adapun sel stem embrionik adalah sel yang diambil dari inner cell mass, suatu kumpulan sel yang terletak di satu sisi blastocyst yang berusia lima hari dan terdiri atas seratus sel. Sel ini dapat berkembang biak dalam media kultur optimal menjadi berbagai sel yang terdiferensiasi seperti sel jantung, sel kulit, dan saraf. Sel induk embrionik maupun sel induk dewasa sangat besar potensinya untuk mengobati berbagai penyakit degeneratif, seperti infrak jantung, stroke, parkinson, diabetes, berbagai macam kanker; terutama kanker darah dan osteoarthritis. Sel stem embrionik sangat plastis dan mudah dikembangkan menjadi berbagai macam jaringan sel sehingga dapat dipakai untuk transplantasi jaringan yang rusak (Setiawan, 2005).

Mengingat masalah etik, maka banyak negara lebih mengutamakan penelitian pemanfaatan sel stem dewasa pada berbagai penyakit degeneratif, sehingga tidak dihadapkan pada masalah dan kontroversi etika. Karena sel stem tali pusat (Umbilical cord blood= UCB) mudah didapat dan ternyata banyak mengandung sel stem, maka sekarang banyak diteliti mengenai manfaatnya untuk mengatasi berbagai penyakit degeneratif. Sel stem UCB mudah diperbanyak, immunogenicitynya rendah dan plastisitasnya cukup baik (Setiawan, 2006).

SCNT, atau somatic cell nuclear transfer merupakan teknik untuk menghasilkan klon sel stem embrionik yang seratus persen sama seperti donor nukleusnya. Bilamana oosit manusia dikeluarkan nukleusnya (enukleasi) kemudian pada oosit tersebut dimasukkan nukleus somatik dari seorang donor dan kemudian pada oosit tersebut diberi aliran listrik, maka oosit mengalami "reprogramming" DNA, sehingga berkembang biak menjadi embrio. Keberhasilan SCNT masih sangat rendah dan embrio yang dihasilkan banyak mengalami kelainan kongenital. Tetapi bilamana berhasil maka embrio ini akan merupakan klon dari donor nukleus, sehingga DNA donor nukleus dan embrio seratus persen sama, sehingga jika dilakukan transplantasi tidak akan terjadi penolakan terhadap transplan Teknik SCNT teoretis dapat dipergunakan untuk transplantasi berbagai organ dan jaringan tubuh manusia (Setiawan, 2006).

Penelitian stem cell embrio memberikan banyak harapan, karena sel itu mempunyai potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel yang menyusun berbagai jenis organ tubuh. Sel demikian, yang juga disebut stem cell totipoten (SCT), ditemukan pada jaringan embrio dan pada jaringan tertentu makhluk dewasa seperti sumsum tulang merah dan sel kelamin. Sel darah yang diperoleh dari tali pusat bayi baru lahir juga mempunyai kemampuan menjadi stem cell. Sementara ini sumber stem cell yang banyak dipakai untuk berbagai jenis penelitian berasal dari embrio tingkat blastosis. Stem sel fungsi pengobatannya dalam dunia medis dilakukan dengan pembentukan jaringan baru dari sel induk yang diambil dari jaringan embrio, hal itu seperti pembentukan sel pankreas baru untuk penderita diabetes, sel miokard (otot jantung) baru untuk penderita infark jantung dan gagal jantung, hingga sel neuron baru untuk penderita penyakit Alzheimer dan Parkinson (Tadjudin, 2006).

Embrio yang sudah tidak dipakai setelah proses BT selesai dapat digunakan sebagai sumber stem cell, karena pada proses BT biasanya diperoleh blastosis yang melebihi keperluan. Blastosis yang berlebihan itu dapat disimpan beku (deepfreeze ) atau dibuang. Sebagian ilmuwan berpendapat ketimbang sisa blastosis dibuang lebih baik dipakai sebagai sumber SCT. Kegiatan pengambilan SCT dari embrio diizinkan, hal itu akan membuka jalan ke arah hal yang bertentangan dengan kemanusiaan seperti `peternakan embrio' (embryo farms ), pengklonan bayi, penggunaan janin untuk `suku cadang', dan komersialisasi kehidupan manusia (Sandeltotipoten mempunyai kemampuan untuk berkembang menjadi suatu organisme lengkap atau mempunyai potensi yang tidak tebatas. Sel totipoten hanya ditemukan pada perkembangan dini embrio sampai stadium blastosis (gumpalan sel). Pada stadium morula terbentuk inner cell mass, yang kemudian akan berkembang menjadi berbagai jaringan embrio dan tubuh, kecuali membentuk plasenta. Sel blastosis dapat berkembang menjadi organisme lengkap jika ditempatkan dalam rahim. Sel blastosis disebut sel pluripoten karena dapat berkembang lebih lanjut menjadi berbagai jaringan dan organ tubuh. Secara alami sel pluripoten yang telah berkembang dan melakukan spesialiasi disebut sel multipoten dan merupakan stem cell dewasa (Mardiansyah, 2007).

Nilai kemanusian yang menjadi tantangan terhadap pengembangan bidang penelitian stem sel membuat peneliti terus melakukan perubahan untuk menghindari tantangan tersebut, hal itu terlihat dengan keberhasilan menemukan suatu cara untuk memperoleh 'embrio yang etis', yaitu dengan cara membuat embrio partenogenetik dan melalui 'transfer inti yang diubah' (altered nuclear transfer), (The President's Council on Bioethics, 2005) yang disebut juga sebagai pembuatan 'embrio yang etis'. Pembentukan embrio partenogenetik dilakukan dengan penyuntikan PLC-zeta (suatu protein sperma) pada sel telur. PLC-zeta memicu proses fertilisasi dan sel telur mulai membelah. Pembelahan sel telur itu hanya dapat berkembang sampai stadium blastosis dan stem cell embrio kemudian dapat dipanen. Pada 'transfer inti yang diubah' dilakukan transfer inti dengan DNA yang sudah diubah sehingga hasil fertilisasi tidak dapat berkembang menjadi embrio atau fetus tetapi terhenti pada pada stadium blastosis. Menurut pendukung gagasan ini gumpalan sel yang terbentuk tidak dapat disebut blastosis atau embrio karena tidak sempurna (Tadjudin, 2006).

Sistem Stem Sel dengan menyuntikkan sel yang telah dikemas dari embrio binatang kelinci, berdasarkan pengalaman klinis 28 tahun di dunia telah mampu menggantikan jaringan sel yang rusak pada manusia, sistem stem sel sejak 1998 telah mampu menghasilkan stem sel (stem cell) untuk transplantasi seluruh jenis sel yang dikenal dan dapat dipakai sebagai pengobatan pasien tanpa mengganggu sistem kekebalan tubuh. Stem sel yang menjadi salah satu sistem pengobatan dalam dunia medis dewasa ini memberikan kontribusi yang cukup memberikan harapan besar, dalam sistem penyembuhan dengan stem sel butuh waktu enam bulan untuk memastikan efektivitas pengobatannya terhadap pasien. Stem sel ternyata dapat diambil dari mamalia (kelinci) karena para ahli di dunia menggunakan 99% lebih sel binatang untuk pengobatan (Almazini, 2007).

Sel Stem atau disebut juga sel induk adalah sel darah imatur yang dapat berproliferasi dan berdiffensiasi menjadi sel darah dewasa (matur), seperti sel darah merah, sel darah putih atau keping darah. Sel induk ini terbentuk di sumsum tulang (bone marrow). Sel stem yang berada di sumsum tulang dapat diambil secara langsung, maka area yang diambil biasanya berasal dari ileac crest. Proses ini harus dilakukan di kamar operasi. Sumsum tulang yang diambil berkisar 1,8 hingga 2,2 liter. Sumsum tulang ini terdiri dari campuran sel darah, plasma darah dan sel stem. Perawat Apheresis kemudian memisahkannya berdasarkan berat dari sel tersebut. Plasma darah adalah yang paling ringan , komponen ini tidak dipergunakan. Sel darah (biasanya adalah sel darah merah), diberikan kembali ke donor dan sel stem dipergunakan untuk transplantasi. Bila sel stem diambil dari darah tepi (peripheral), GCSF atau GMCF dipergunakan untuk menstimulasi sel stem bersikulasi di peredaran darah tepi (Djati, 2008).

Langkah awal dalam pelaksanaan hal ini adalah dengan kemoterapi dosis tinggi atau tanpa radioterapi diberikan ke pasien untuk menghancurkan sumsum tulang. Kemudian sel stem diberikan sehingga sel stem yang baru dapat menolong menggantikan fungsi sumsum tulang yang lama yang sudah rusak. Menurut Malau (2008) ada 3 jenis transplantasi sel stem:

1. Allogenik (Allograft) - berasal dari orang lain bukan dari pasien.
Donasi mungkin dari match atau mismatch sibling, keluarga dekat atau dari orang lain yang tidak ada hubungan darah yang disebut juga Matched Unrelated Donor (MUD). Dipergunakan untuk berbagai macam gangguan darah. Harus diberikan langsung (fresh) sebelum 72 jam. Bila tidak, harus dibekukan dengan cryopreservation setelah dilakukan kemoterapi pre transplant (conditioning). Cord Blood, diambil dari ari-ari bayi yang baru lahir dan disimpan di Cord Blood Bank. Diberikan kepada pasien dari 2 ari-ari bayi yang berbeda (Double Cord Blood Transplant). Hitung CD34 positive pada cord blood biasanya kecil, jadi dibutuhkan 2 kantong.
Mini Allogenik, hampir sama dengan allogenik, tetapi penerima donor mendapatkan dosis kemoterapi yang lebih rendah (non-myeloblative) dengan atau tanpa radioterapi. Keuntungan metode ini, mengurangi efek samping dari kemoterapi sehingga pasien yang sebelumnya mungkin tidak dapat di transplantasi menjadi dapat, contohnya orang tua, dan pasien yang tidak pernah mendapatkan remisi.
Suksesnya terapi ini bergantung pada mekanisme Graf Versus efek dari tumor (GVT).

2. Otologus (dari pasien sendiri) Pasien mendonasikan sel stemnya sendiri yang kemudian diberikan kembali pada saat yang tepat sesudah kemoterapi dosis tinggi.

3. Singenik Transplantasi antara dua kembar identik

Peneliti dari Jerman telah menciptakan cikal bakal sel sperma buatan dari sel stem di sumsum tulang lelaki. Penelitian stem sel untuk menghasilkan sel sperma, maka membutuhkan sampel sel sumsum tulang dari sukarelawan pria. Mereka lantas mengisolasi stem sel mesensimal, salah satu tipe sel stem di dalam sumsum. Secara toritis stem sel adalah sel induk yang mampu memperbaharui diri dan menciptakan jaringan beragam di dalam tubuh, maka peneliti dari Jerman "membujuk" sel itu untuk menghasilkan sel germ, yang normalnya lahir dan bertumbuh di testis pria dan merupakan rantai awal terciptanya sperma (spermatozoa). Penelitian yang dilakukan di Institut Stem Sel North-east England di Newcastle itu rupanya berhasil dan menghasilkan sel germ. Inilah kali pertama sel reproduksi manusia dibuat secara artifisial melalui cara tersebut. Profesor Nayernia mengatakan target mereka selanjutnya adalah mencoba membuat sel germ itu bertumbuh menjadi sel sperma dewasa di laboratorium, yakni sel yang sungguh-sungguh bisa membuahi. Penelitian ini membutuhkan tiga sampai lima tahun eksperimen lagi karena membutuhkan mekanisme pengujian yang akurat (Anonim, 2007).

Sel stem yang disebut pula sel induk dapat hidup lebih lama, malah ada yang bisa abadi dalam kondisi khusus di laboratorium. Bila ilmuwan dapat membuat sperma dari sumsum tulang lelaki, maka ada kemungkinan lelaki mandul memiliki anak lewat teknik bayi tabung. Penelitian yang dilakukan pada obyek lelaki teknik itu berhasil, maka bukan tak mungkin perempuan pun bisa membuat sperma sendiri melalui stem sel sumsum tulangnya dan menghasilkan anak tanpa bantuan lelaki. Kemungkinan tetap ada dalam sebuah penelitian, jika eksperimen itu benar adanya maka diprediksikan sel sperma dari sumsum perempuan hanya akan bisa menghasilkan bayi perempuan karena mereka tak mengandung kromosom Y, seperti yang dikandung dalam sperma lelaki.

2.4. Mamfaat Stem Sel (Stemcells) Dalam Kehidupan Manusia

Teknologi ESC dan teknologi kloning dengan menggunakan transfer inti menjadi suatu teknologi yang sangat potensial prospektif untuk aplikasi di bidang kedokteran dan peternakan. Penemuan teknologi ini membuat para peneliti mendapatkan inspirasi untuk mengembangkan penelitian-penelitian di bidang ESC dan teknologi transfer inti serta teknologi rekayasa genetika untuk dapat menyelesaikan masalah kedokteran yang selama ini manusia seperti pasrah, tanpa bisa mengobatinya, misalnya beberapa penyakit digeneratif permanen seperti diabetes mellitus, alzheimer, parkinson, dan penyakit-penyakit kelainan genetis, bahkan penyakit AIDS. Pada hakekatnya penyakit-penyakit tersebut sudah dianggap penyakit yang sudah tidak mungkin disembuhkan karena adanya kerusakan permanen dari sel-sel tubuh manusia. Beberapa peneliti berspekulasi apabila seseorang membutuhkan transplantasi sumsum tulang belakang untuk menyembuhkan penyakit kankernya, maka kemungkinan dia untuk mendapatkan donor yang bersedia dan mempunyai kondisi genetis yang sesuai akan sulit. Kesulitan ini dapat diatasi dengan menggunakan kombinasi teknologi transfer inti dan rekayasa genetik, dengan memanfaatkan sel telur yang telah dienukleasi dan digantikan materi genetik yang sesuai, maka hanya dalam beberapa hari dia akan mendapat stem sel yang sesuai untuk ditransplasikan kepada pasien tersebut (Anonim, 2008).

Rideout dan Hochedlinger pada tahun 2002 menggunakan combine therapeutic cloning melakukan enukleasi sel telur tikus dan digantikan sel kulit dari tikus dewasa yang menderita penyakit genetis immuno deficiency. Percobaan ini menggunakan metode untuk memutar kembali developmental clock nucleus sel dewasa agar terjadi proses reprograming sel tersebut menjadi sel totipoten. Harapannya sel tersebut dapat merekonstruksi menjadi individu baru berupa embrio dengan kondisi genetik yang identik dengan donor. Setelah sel berkembang menjadi blastosis, sel diisolasi dan dibiakkan menjadi ESC. Sel induk embrionik maupun sel induk dewasa sangat besar potensinya untuk mengobati berbagai penyakit degeneratif, seperti infrak jantung, stroke, parkinson, diabetes, berbagai macam kanker; terutama kanker darah dan osteoarthritis. Sel stem embrionik sangat plastis dan mudah dikembangkan menjadi berbagai macam jaringan sel sehingga dapat dipakai untuk transplantasi jaringan yang rusak (Andra, 2006).

Pengobatan sistem Stem Sel dengan menyuntikkan sel yang telah dikemas dari embrio binatang kelinci, berdasarkan pengalaman klinis 28 tahun di dunia telah mampu menggantikan jaringan sel yang rusak pada manusia, Penyakit yang diobati dengan stem sel, antara lain diabetes melitus (DM) tipe 2 dan campuran tipe 1 dan 2 terutama yang sudah ada komplikasi, penyakit kelainan defisiensi hormon yang tidak dapat diatasi, penyakit menopause dini dan beberapa penyakit ginekologis berat yang tidak dapat diatasi dengan obat-obat canggih, infertilitas.

Peran stem sel dalam dunia pengobatan menurut Setiawan (2006) pada penyakit degenerasi SSP ada 4 yaitu :

1. Iskemik pada tikus maupun domba dapat disembuhkan dengan pemberian hUCB. Percobaan pada binatang dengan memberikan CD34+ hUCB dapat menimbulkan perbaikan fungsional dengan terbentuknya angiogenesis dan neurogenesis. Berdasarkan hasil percobaan binatang yang sangat prospektif maka beberapa pusat penelitian sedang merencanakan untuk melakukan uji klinis pada manusia.

2. Penyakit Parkinson yang banyak menghinggapi orang tua juga mempunyai prospek baik untuk dapat disembuhkan oleh sel stem. Patogenesis penyakit Parkinson adalah karena degenerasi sel neuron dopaminergik di substansia nigra. Berbagai percobaan telah berhasil untuk mengubah sel stem menjadi neuron dopaminergik dan jika sel ini disuntikkan ke otak dapat menimbulkan perbaikan. Tetapi sayang sampai sekarang belum ada laporan percobaan klinik yang baik sehingga masih belum dapat diambil kesimpulan yang objektif.

3. Spinal cord injury, disertai demielinasi menyebabkan hilangnya fungsi neuron. Remielinasi dengan sel stem dapat mengembalikan fungsi yang hilang. Percobaan pendahuluan dengan ES tikus dapat menghasilkan oligodendrosit yang kemudian dapat menyebabkan remielinisasi akson yang rusak. 3. Sel stem dan diabetes tipe I Pada diabetes tipe I sel pankreas beta yang mensekresi insulin mengalami kerusakan oleh faktor genetik, lingkungan dan imunologik. Akibatnya terjadi defisiensi insulin dan menyebabkan hiperglikemi. Transplantasi seluruh organ pankreas kadaver dapat menyembuhkan penderita. Tetapi jumlah kadaver sangat sedikit dan obat imunosupresi yang dibutuhkan untuk mencegah reaksi imunologik menimbulkan banyak efek samping. Transplantasi sel stem merupakan alternatif baik dan telah menunjukkan hasil positif pada mencit. Tetapi masih banyak kendala yang harus diatasi supaya penggunaan sel stem untuk menyembuhkan pasien diabetes tipe I dapat terlaksana.

Sel stem pada osteoarthritis Osteoarthritis merupakan penyakit degeneratif yang banyak sekali menghinggapi orang tua maupun para atlet. Lutut, bahu, dan berbagai sendi mengalami degenerasi tulang rawan dan menyebabkan rasa nyeri pada pergerakan. Sel stem dapat membentuk khondroblast dan osteoblast dan melalui tissue engineering sel stem dapat diarahkan sedemikian rupa sehingga dapat membentuk jaringan tulang rawan, yang dapat dimasukkan ke dalam sendi sehingga dapat berfungsi sebagai pengganti tulang rawan yang rusak. Jika kerusakan tulang rawan masih ringan maka sel stem dapat langsung dimasukkan ke dalam sendi; sel stem akan berubah menjadi chondroblast dan membentuk lapisan tulang rawan baru. Berbagai percobaan sudah membuktikan manfaat yang sangat besar sel stem untuk osteoarthritis (Djati, 2008).

Sel stem hematopoetik pada kanker Salah satu sebab mengapa sel stem hematopoetik (sel stem sumsum tulang) dapat dipakai untuk pengobatan kanker adalah karena dalam keadaaan tertentu harus diberi kemoterapi atau radiasi dosis tinggi sehingga membunuh semua sel yang Cermin Dunia Kedokteran No. 153, 2006 berkembang biak cepat (termasuk sel kanker, tetapi juga sel stem sumsum tulang, endotel usus dan sel rambut, sehingga pada radiasi atau kemoterapi dosis tinggi selain membunuh sel kanker, pasien akan menderita diare dan rambutnya rontok). Karena sel stem hematopoetik di dalam sumsum tulang yang membentuk leukosit untuk memerangi infeksi, eritrosit untuk membawa oksigen dan trombosit untuk pembekuan darah, bilamana diradiasi atau diberi obat kemoterapi akan mati semua, maka seseorang sebelum diradiasi/diberi obat kemoterapi dosis tinggi, sumsum tulangnya dipanen dulu. Setelah radiasi, dimasukkan lagi dalam darah dan sel stem hematopoetik akan kembali masuk sumsum tulang dan akan berkembang biak lagi (Almazini, 2007).

Sel stem untuk Rejuvenasi Belakangan diketahui bahwa kerusakan jaringan tubuh akan diperbaiki oleh sel stem yang mengalir di darah perifer dan berasal dari sumsum tulang beserta sel stem yang memang selalu berada di setiap organ. Cara kerja sel stem mungkin melalui 3 mekanisme : menciptakan lingkungan mikro yang kondusif untuk regenerasi sel endogen jaringan, transdiferensiasi (sel stem dewasa akan berubah menjadi sel jaringan pengganti yang rusak) dan mungkin melalui fusi sel. Dengan penemuan bahwa sel stem embrionik dan dewasa dapat berkembang biak secara tidak terbatas dan dapat mengalami transdiferensiasi, maka sekarang sudah jelas bahwa perbaikan kerusakan jaringan tubuh dapat diperbaiki oleh sel stem dewasa yang beredar dalam darah dan sel stem yang terdapat dalam setiap organ. Dengan penemuan ini maka teoretis setiap kerusakan dapat diperbaiki dengan melakukan infus sel stem eksogen karena sel stem endogen tidak cukup banyak untuk dapat melakukan regenerasi. Sumber sel stem endogen yang paling mudah didapatkan adalah sel stem sumsum tulang dan sel stem UCB, jika kita menghendaki sel stem otolog. Karena itu pengambilan dan penyimpanan sel stem UCB akan sangat bermanfaat, tidak hanya untuk pengobatan kanker pasca radiasi atau pemberian kemoterapi dosis tinggi, tetapi juga untuk memperbaiki kerusakan jaringan dan organ tubuh. Sel stem ini dapat dipergunakan untuk melakukan rejuvenasi dan regenerasi jaringan dan organ tubuh yang rusak (Tadjudin, 2006).

2.5. Kajian Bioetika Tentang Stem Sel

A. Pandangan Kelompok Masyarakat

Kontroversi mengenai penelitian stem sel umumnya berkisar kepada segi moral dan etika, karena penelitian stem sel menggunakan organ atau jaringan manusia sebagai bahan dasarnya. Umumnya kontroversi tersebut berkisar pada penggunaan stem sel embrio (embryonic stemcell) karena harus merusak atau membunuh (mengorbankan) embrio (cabang bayi) dalam proses pengambilannya. Kalangan yang kontra dengan penelitian stem sel embrio berpendapat bahwa membunuh calon manusia untuk kepentingan penelitian stem sel tersebut tidak dibenarkan secara moral.

Kelompok yang pro dengan penelitian stem sel embrio (embryonic stemcell research) menurut Sofyan (2008) terbagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

1). Kelompok yang mendukung stemcell research secara total dan menilai bahwa embryonic stemcells tidak mempunyai nilai moral. Kelompok ini mendukung semua bentuk stemcell research dan cara mendapatkan stemcells tersebut.

2). Kelompok yang kontra karena memberikan nilai moral kepada embryonic stemcells namun menganggap bahwa manfaat yang didapatkan dari stemcell research tersebut jauh lebih besar dari pengorbanan yang dilakukan. Kelompok ini umumnya lebih hati-hati dan lebih menyarankan penggunaan sisa embrio dari klinik bayi tabung sebagai sumber bahan penelitin tersebut. Mereka memperkirakan bahwa ratusan ribu embrio tidak terpakai tersimpan di berbagai klinik bayi tabung. Banyaknya sisa embrio tersebut dikarenakan dalam proses pembuatan bayi tabung biasanya 10 sampai 12 sel telur yang dibuahi, tetapi hanya 3 atau 4 saja yang ditanam di dalam kandungan. Sebagian besar sisa embrio tersebut umumnya akan dibuang, hanya sebagian kecil saja digunakan oleh pasangan lain yang menginginkan anak. Dengan demikian penggunaan sisa embrio tersebut sebagai bahan stemcell research dianggap lebih baik daripada dibuang sia-sia. Sebagian dari mereka juga menyarankan pembuatan embrio melalui SCNT dan kemudian memanen embrio tersebut sebagai bahan stemcell research. Bagi kelompok yang kontra, embrio buatan melalui SCNT maupun sisa embrio dari klinik bayi tabung tetap merupakan calon manusia yang tidak boleh dibunuh atau dirusak. Namun umumnya mereka tidak tahu apa sebaiknya yang dilakukan terhadap sisa embrio dari klinik bayi tabung yang sudah harus dibuang karena sudah terlalu lama atau tak ada tempat penyimpanannya lagi.

B. Pandangan Agama

Penggunaan adult stemcells sebagai bahan stemcell research tidak menimbulkan kontroversi karena proses pengambilan adult stemcells tersebut tidak bertentangan dengan moral dan etika kemanusiaan. Namun sebagian besar peneliti stemcell research kurang tertarik dengan penggunaan adult stemcells tersebut sebagai bahan penelitian mereka karena sel atau jaringan yang terbentuk dari adult stemcells tersebut sangat terbatas. Dari segi pengobatan, adult stemcells dianggap lebih baik karena umumnya diambil dari penderita sendiri sehingga tidak ada masalah dengan penolakan ketika ditransplantasikan ke tubuh penderita tersebut. Salah satu contohnya adalah pengobatan leukimia dengan jalan transplantasi sumsum tulang belakang. Salah satu kelemahan penggunaan adult stemcells untuk pengobatan adalah waktu yang cukup lama yang dibutuhkan untuk menumbuhkan stemcells tersebut agar cukup saat transplantasi. Waktu yang lama tersebut terkadang menjadi terlambat bagi penderita yang sudah sangat parah. Sumsum tulang belakang dapat pula didonorkan dari keluarga atau orang lain, namun resiko penolakan dari tubuh penderita sangat besar yang dapat membahayakan si penderita tersebut (Bagir, 2005).

1). Pandangan Agama Islam.

Pandangan agama Islam sebagai salah satu agama yang sangat memperhatikan moral dan etika terhadap penelitian stem sel. Selain itu, Islam adalah agama yang berdasarkan pada akal, seperti sabda nabi bahwa tiada agama bagi yang tiada berakal. Sebagai agama yang berdasarkan akal tersebut, Islam sangat mendukung ilmu pengetahuan dengan menganjurkan pemeluknya (muslimin dan muslimah) untuk terus mempelajari ilmu pengetahuan tersebut dimulai dari usia yang sangat dini (dalam ayunan) sampai mati. Selain itu, ayat Al Qur’an yang pertama diturunkan, yaitu Iqra, memerintahkan agar umat Islam mendalami ilmu dengan membaca ayat-ayat Allah, baik ayat-ayat kauliyah (Al Qur’an) maupun ayat-ayat kauniyah (alam). Selanjutnya, banyak sekali ayat-ayat Al Qur’an yang memerintahkan manusia untuk berfikir dan mempelajari ilmu pengetahuan yang Allah SWT tunjukkan, termasuk ilmu pengetahuan berhubungan dengan makhluk hidup (misalnya penciptaan, tingkah laku, pertumbuhan, dan sebagainya). Tidak terkecuali tentunya dengan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan stemcell research, apalagi di dalam ilmu tersebut terkandung manfaat yang sangat besar bagi berjuta umat manusia yang mengalami penderitaan akibat sakit yang tiada berkesudahan dan sulit dicari obatnya (Sofyan, 2008).

Walaupun tidak secara gamblang dinyatakan di dalam Al Quran mengenai stemcell research, namun sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, stemcell research mendapat kedudukan yang mulia dalam pandangan Islam. Islam mewajibkan umatnya untuk mempelajari ilmu tersebut secara mendalam sebagai pengabdian terhadap kekuasaan Allah (Hablumminallah) dan juga sebagai bentuk tanggung jawab terhadap sesama manusia (hamblumminannas). Namun sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, agama Islam juga tidak melupakan nilai moral dan etika dalam penelitian tersebut. Karena belum ada hukum Islam yang mengatur mengenai Stemcell research, maka masalah ini akan menimbulkan pro dan kontra pada banyak ulama dan ahli fiqh terutama pada penggunaan embryonic stem cells.

Secara hukum, penggunaan embryonic stem cells lebih dekat dengan hukum menggugurkan kandungan yang diharamkan menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Musyawarah Ulama tahun 1972 dan Musyawarah Nasional (Munas) MUI tahun 1983. Namun Fatwa MUI tersebut ada pengecualiannya yaitu memperbolehkan menggugurkan kandungan apabila kandungan tersebut membahayakan si ibu atau membawa penyakit menular yang berbahaya. Karena pengguguran kandungan untuk tujuan riset (stemcell research) sangatlah berbeda dengan pengguguran kandungan dengan alasan kesehatan, maka diperlukan hukum atau dalil tersendiri untuk memutuskan boleh tidaknya stemcell research dengan menggunakan embryonic stemcell dari hasil menggugurkan kandungan. Tidak disangsikan lagi, hukum tersebut akan menimbulkan perdebatan yang cukup alot antara kubu yang pro dan kontra stemcell research. Apapun keputusannya, stemcell research dengan menggunakan embryonic stemcell kemungkinan besar akan terus berlanjut (Sofyan, 2008).

Pemanfaatan janin yang mengalami keguguran atau janin sisa hasil pembuahan bayi tabung untuk kepentingan stemcell research mungkin tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Janin tersebut lebih berguna daripada dibuang secara sia-sia. Pemanfaatan tersebut dapat juga menjadi ibadah bagi pelakunya karena digunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Khusus mengenai bayi tabung, fatwa MUI memperbolehkan asal sel telur dan sperma untuk membuat bayi tersebut adalah dari kedua orang tua yang sah menurut hukum Islam, sehingga janin sisa tersebut dapat digunakan untuk kepentingan stemcell research.

Pembuatan stemcells melalui SCNT (kloning) mempunyai tendensi untuk menimbulkan perdebatan yang sengit pula. Selama ini belum ada fatwa ataupun hukum fiqih yang mengatur mengenai kloning tersebut. Walaupun demikian, sebagian besar ulama mengharamkan kloning dengan alasan proses tersebut tidak melalui hukum Islam (misalnya perkawinan) dan ikut campurnya fihak ketiga dalam proses reproduksi tersebut. Namun, perlu diperhatikan bahwa kloning untuk keperluan stemcell research mungkin berbeda dengan kloning untuk mendapatkan keturunan yang dalam hukum Islam harus melalui ikatan perkawinan (Dinata, 2008). Pencipataan manusia dalam Islam jelas hanya oleh Allah SWT sebagai yang terkandung dalam Al Qur’an surat An Nisa ayat 1 yang memiliki arti sebagai berikut:

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari jiwa yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

Jika dirunut secara teliti, proses kloning menurut banyak pemuka agama Islam menganggap sebenarnya fenomena tersebut merupakan pembuktian kebenaran Al Qur’an dalam proses pembuahan Nabi Isa A.S., yang tiada berayah. Penciptaan Nabi Isa A.S. yang tanpa seorang bapak memunculkan persepsi seperti itu, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an Surat Al Imran ayat 47.


Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang



[3.47]. Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun." Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah dia.

Dalam Islam, niat merupakan sesuatu yang sangat fundamental. Dengan demikian, niat dalam melaksanakan stemcell research tersebut sangat menentukan baik buruknya stemcell research. Apabila stemcell research digunakan untuk membantu umat manusia, misalnya menyembuhkan manusia dari berbagai penyakit, maka kegiatan tersebut adalah sangat baik dan Allah SWT akan memberikan anugerah terhadap amalnya tersebut. Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut;

Artinya : Allah menganugrahkan Al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi Al Hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (QS Al-Baqarah 2:269)

Sebaliknya, apabila digunakan untuk kejahatan (misalnya menciptakan monster yang mengganggu umat manusia), maka kegiatan tersebut sangat berlawanan dengan ajaran Islam dan wajib untuk ditentang.

Pengambilan dan penggunaan embryonic stemcell untuk stemcell research tersebut perlu diperhitungkan pula dalam pembuatan fatwa tersebut. Yang masih menjadi sebuah polemik dalam islam adalah cara pengambilan tersebut disamakan dengan pembunuhan (pengorbanan/sacrifice) ataukah tidak, dan masalah batasan umur janin yang boleh digugurkan (Note: embryonic stemcell diambil dari janin yang masih sangat muda, sekitar 4 s/d dibawah 3 bulan). Banyak kalangan yang berpendapat bahwa sebelum ditiupkan ruh ke dalam janin tersebut (sekitar hari ke 40), maka janin tersebut belum merupakan manusia, sehingga mengambil janin dibawah usia tersebut tidak dianggap sebagai pembunuhan (Tadjudin, 2006).

Karena perbedaan tersebut, maka sangatlah baik lagi apabila tokoh-tokoh Islam, misalnya Majelis Ulama Indonesia (MUI), mengatur atau mengeluarkan fatwa mengenai stemcells research tersebut termasuk cara mendapatkan embryonic stemcells dan penggunaannya yang tidak bertentangan dengan moral dan etika Islam. Aturan dan fatwa tersebut dapat menjadi acuan bagi pemerintah untuk membuat peraturan mengenai stemcell research, dan sekaligus acuan buat kaum muslim yang terlibat dalam penelitian tersebut. Sebelum menerbitkan fatwa tersebut, ada baiknya agar MUI mempelajari lebih jauh mengenai stemcell research, mencari masukan serta mengambil nasehat dari ahli-ahli biologi atau kedokteran yang terlibat dalam penelitian tersebut. Sehingga, fatwa dari MUI tersebut dapat menjadi arahan moral dan etika yang sangat berharga bagi pelaksanaan stemcell research (Sofyan, 2008).

2). Pandangan agama Kristen

Menurut pandangan agama Kristen, penelitian Stem sel dengan menggunakan embrio manusia bertentangan dengan ajaran Al-Kitab karena melanggar hak-hak KeTuhanan dan tidak menghormati ciptaan Tuhan. Menurut pandangan kristiani, manusia merupakan makhluk ciptaan yang segambar dengan Allah, berarti bahwa kebaikan eksistensi manusia dan seluruh alam ciptaan harus menjadi asumsi dasar positif dalam setiap pertimbangan dan penilaian etis. Asumsi dasar positif dapat dibagi menjadi dua yaitu bersifat afirmatif dan imferatif. Afirmatif artinya menegaskan apa yang menjadi kenyataan asasi di balik semua kenyataan (“the really real”). Sedangkan imferatif artinya kita terima sebagai suatu yang “harus” dan “wajib” yang menunutun tindakan kita (Bagir, 2005).

Bagi umat Kristen yang menganggap kehidupan bermula sejak masa konsepsi, perusakan embrio dalam kasus sel induk maupun pembuangan kelebihan embrio dalam pembuahan in vitro tak dapat diterima. Namun, teolog Ted Peters melihat bahwa sesungguhnya inti persoalannya adalah bagaimana menjaga martabat manusia. Setelah menolak argumen konservatif yang menisbahkan kemanusiaan pada sel (yang dipahami sebagai ”manusia dalam bentuk paling mungil”), ia menyatakan bukanlah itu soal utamanya, tapi peluang amat besar riset sel induk untuk secara dramatis memperbaiki kualitas kesehatan dan kesejahteraan manusia (Bagir, 2005). Pastor Dr. Br. Agung Prihartana, MSF dari Konferensi Waligereja Indonesia(KWI) mengatakan bahwa gereja melarang pengambilan sel embrio untuk keperluan apa pun."Karena yang dihasilkan dari proses fertilisasi, adalah kehidupan baru yang harus dihormati," katanya.

3). Pandangan agama Yahudi

Pandangan agama Yahudi terhadap penerapan stem sel sebagaimana yang dikemukakan Elliot Dorff dalam Bagir (2005) menganggap bahwa teknologi sel induk sendiri secara moral bersifat netral karena bahan yang diperlukan bisa diperoleh dengan cara-cara yang diizinkan. Ini sebagiannya karena dalam pandangan Yahudi, status penuh manusia diberikan hanya kepada bayi yang sudah keluar dari rahim ibunya; bahan genetik di luar uterus pun tak memiliki status legal. Dengan melakukan analisis risiko dan keuntungan dari penerapan stem sel maka kalangan yahudi menemukan Satu faktor penting yang mendorong kaum yahudi menurut Droff menyetujui riset sel induk adalah potensi manfaatnya yang luar biasa. ”Sesungguhnya, memperhatikan perintah ilahi untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan, kita bahkan bisa berargumen bahwa dari perspektif Yahudi kita memiliki kewajiban mengembangkan riset itu,” katanya.

4). Pandangan agama Hindu dan Budha

Agama Hindu, menurut Ketut Wilamurti, S.Ag dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PDHI), juga melarang penggunaan embrio manusia untuk terapi karena perbuatan itu mengandung unsur pembunuhan atau "himsakarma" yang bertentangan dengan ajaran "ahimsa". Agama Hindu juga melarang penggunaan hewan sebagai sumber sel punca karena hal itu merupakan pelanggaran terhadap ajaran "ahimsa" juga. Para pemuka agama Hindu juga berpendapat, pemanfaatan sel punca dalam terapi pengobatan harus diatur supaya tidak diselewengkan untuk hal-hal yang dapat merendahkan martabat manusia. Bhikku Dhammasubho Mahathera dari Konferensi Sangha Agung Indonesia (KASI) mengatakan, ajaran Budha pun menganggap penggunaan sel punca embrionik yang diambil dari embrio pada fase blastosist (5-7 hari setelah pembuahan-red) melanggar sila atau etika kemoralan karena terjadi unsur pembunuhan di dalamnya (Anonim, 2008).

C. Pandangan Lembaga Medis

Penelitian stemcell yang masih menjadi suatu wacana yang sedang menjadi perdebatan semua kalangan, maka dunia medis memberikan pandangan tersendiri terkait dengan hal tersebut. Secara medis kontroversi itu terjadi karena kurangnya informasi mengenai penelitian stem sel yang diberikan ilmuwan kepada masyarakat sebagai objek percobaan tidaklah etis karena tidak adanya kesepakatan yang diperoleh dari objek untuk mengikuti penelitian. Hal ini bertentangan dengan Informed consent dari salah satu etika kedokteran yang ada. Informed consent menyangkut adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang bebas dari paksaan, dan informasi baik dari segi teknologi yang digunakan, resiko, keuntungan percobaan tujuan, tujuan jalannya penelitian serta riset biomedis dengan obyek manusia hanya boleh dilakukan oleh orang yang secara ilmiah memenuhi syarat dan dibawah pengawasan seorang tenaga medis yang mempunyai kompetensi klinis dan kemungkinan perasaan sakit (Rachmawati, 2006).

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) tengah menyiapkan etika pemanfaatan sel punca (stem cell) dalam terapi pengobatan. Menurut Ketua Umum PB IDI bahwa secara internal aturan etika tentang sel iduk harus dirumuskan aturan etika dalam lembaga medis (IDI) sebagai panduan prinsip dalam melakukan praktik. Sel punca adalah sel induk yang punya kemampuan membelah diri dan mengalami pematangan menjadi bermacam-macam sel sehingga bisa digunakan untuk memperbaiki jaringan yang rusak. PB IDI telah melakukan kajian dan mengumpulkan pendapat dari berbagai pihak, termasuk pemuka agama, untuk merumuskan etika pemanfaatan sel punca dalam terapi pengobatan. PB IDI juga berpendapat sebenarnya untuk pemanfaatan sel induk yang bersumber dari orang dewasa dan tali pusat sudah tidak ada masalah, di mana terlihat dengan tetap berjalannya pengoleksian di bank darah tali pusat juga sudah dilakukan di beberapa negara termasuk Singapur. Indonesia terlihat masih ada beberapa kalangan yang memperdebatkan penggunaan sel induk yang bersumber dari hewan (sel induk xeno) dan embrio manusia (sel induk embrionik) (Anonim, 2008).

D. Pandangan Hukum

Dari sudut pandang hukum bahwa beberapa kasus diatas dianggap sah-sah saja karena pada saat itu belum ada peraturan atau hukum yang mengatur tentang etika kedokteran. Pada saat sekarang, dengan adanya peraturan dan hukum yang berlaku yang melindungi hak asasi manusia kegiatan penelitian yang menggunakan manusia sebagi obyeknya harus memenuhi dua kriteria yang mutlak diperlukan yaitu kriteria kepatuhan dan kriteria persetujuan (hitam diatas putih). Dari sudut hukum, sebelum percobaan dilakukan objek harus mengerti inti atau esensi dari eksperimen tersebut dan mengerti resiko yang mungkin terjadi. Seandainya orang tidak mengerti esensi dan resiko eksperimen maka obyek tidak boleh diikut sertakan dalam suatu eksperimen. Suatu persetujuan dikatakan sah secara hukum jika informasi yang diberikan kepada orang percobaan yang ada hubungannya dengan eksperimen. Jadi informasi mutlak menjadi syarat sebagai dasar hukum untuk memenuhi kriteria persetujuan informasi kepada orang percobaan. Dengan demikian perbuatan yang menimbulkan rasa sakit atau luka kepada orang lain yang merupakan upaya untuk mencapai tujuan tertentu dikategorikan sebagai tindakan penganiyaan, sebagaimana dirumuskan dalam pasal 351 KUHP (Iman, 2007).

Penelitian sel induk yang menggunakan sel embrio mendapatkan perdebatan yang belum menemukan titik temu yang jelas untuk dijadikan sebuah pedoman yang tetap dalam pengembangan penelitian tersebut. Sel induk yang juga bisa menggunakan embrio hasil kloning di Indonesia sebagai negara hukum tidak diperbolehkan secara hukum karena melanggar regulasi hukum yang sudah ditetapkan terkait dengan embrio kloning karena tanpa melalui pertemuan dua insan manusia yang sah. Pelarangan pengembangan sel induk seperti;

a. Undang – undang kesehatan no 23 tahun 1992, pasal 16 menyebutkan :

1) Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapatkan keturunan

2) Upaya kehamilan diluar cara alami sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan :

a) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istrui yang bersangkutan, ditanam dalam rahim istri dari mana ovum berasal

b) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu

c) Pada sarana kesehatan tertentu.

3) Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan diluar cara alami sebagai mana yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah

b. Keputusan Menteri Kesehatan no 72/Menkes/Per/II/1999 tentang penyelenggaraan teknologi reproduksi buatan, yang berisikan tentang : ketentuan umum, perizinan, pembinaan dan pengawasan, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan di atas, maka dibuat Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di Rumah Sakit oleh Direktorat RS Khusus dan swasta, departemen kesehatan RI yang menyatakan bahwa :

a. Pelayanan teknologi buatan hanya dapat dilakukan dengan sel telur dan sperma suami yang bersangkutan

b. Pelayanan reproduksi buatan merupakan bagian dari pelayanan infertil, sehingga kerangka pelayanannnya merupakan bagian dari pengelolaan pelayanan infertilitas secara keseluruhan

c. Embrio yang dapat dipindahkan satu waktu ke dalam rahim istri tidak lebih dari tiga; boleh dipindahkan empat embrio pada keadaan :

1) Rumah sakit memiliki tiga tingkat perawatan intensif BBL

2) Pasangan suami istri sebelumnya sudah mengalami sekurang-kurangnya 2 kali prosedur teknologi reproduksi yang gagal atau

3) Istri berumur lebih dari 35 tahun.

d. Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun.

e. Dilarang melakukan jual beli embrio ovum dan spermatozoa

f. Dilarang menghasilkan embrio manusia semata-mata untuk penelitian. Penelitian atau sejenisnya terhadap embrio manusia hanya dilakukan kalau tujuan penelitiannya dirumuskan dengan sangat jelas.

g. Dilarang melakukan penelitian terhadap atau dengan menggunakan embrio manusia yang berumur lebih dari 14 hari sejak tanggal fertilisasi

h. Sel telur manusia yang dibuahi dengan spermatozoa manusia tidak boleh di biak invitro lebih dari 14 hari (tidak termasuk hari-hari penyimpanan dalam suhu yang sangat rendah/simpan beku).

i. Dilarang melakukan penelitian atau eksperimentasi terhadap atau dengan menggunaskan embrio, ovum atau spermatozoa manusioa tanpa izin khusus dari siapa telur atau spermatozoa itu diperoleh.

j. Dilarang melakukan fertilisasi transpesies kecuali apabila fertilisasi transpesies itu diakui sebagai cara untuk mengatasi atau mendiagnosis infertilitas pada manusia. Setriap hybrid yang terjadi akibat fertilisasi transpesies harus segera diakhiri pertumbuhannya pada tahap biasa.

c. Undang – undang kesehatan no 23 tahun 1992, pasal 16 menyebutkan :

1) Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapatkan keturunan

2) Upaya kehamilan diluar cara alami sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan :

a) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istrui yang bersangkutan, ditanam dalam rahim istri dari mana ovum berasal

b) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu

c) Pada sarana kesehatan tertentu.

3) Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan diluar cara alami sebagai mana yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah

d. Keputusan Menteri Kesehatan no 72/Menkes/Per/II/1999 tentang penyelenggaraan teknologi reproduksi buatan, yang berisikan tentang : ketentuan umum, perizinan, pembinaan dan pengawasan, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan di atas, maka dibuat Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di Rumah Sakit oleh Direktorat RS Khusus dan swasta, departemen kesehatan RI yang menyatakan bahwa :

a. Pelayanan teknologi buatan hanya dapat dilakukan dengan sel telur dan sperma suami yang bersangkutan

b. Pelayanan reproduksi buatan merupakan bagian dari pelayanan infertil, sehingga kerangka pelayanannnya merupakan bagian dari pengelolaan pelayanan infertilitas secara keseluruhan

c. Embrio yang dapat dipindahkan satu waktu ke dalam rahim istri tidak lebih dari tiga; boleh dipindahkan empat embrio pada keadaan :

· Rumah sakit memiliki tiga tingkat perawatan intensif BBL

· Pasangan suami istri sebelumnya sudah mengalami sekurang-kurangnya 2 kali prosedur teknologi reproduksi yang gagal atau

· Istri berumur lebih dari 35 tahun.

d. Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun.

e. Dilarang melakukan jual beli embrio ovum dan spermatozoa

f. Dilarang menghasilkan embrio manusia semata-mata untuk penelitian. Penelitian atau sejenisnya terhadap embrio manusia hanya dilakukan kalau tujuan penelitiannya dirumuskan dengan sangat jelas.

g. Dilarang melakukan penelitian terhadap atau dengan menggunakan embrio manusia yang berumur lebih dari 14 hari sejak tanggal fertilisasi

h. Sel telur manusia yang dibuahi dengan spermatozoa manusia tidak boleh di biak invitro lebih dari 14 hari (tidak termasuk hari-hari penyimpanan dalam suhu yang sangat rendah/simpan beku).

i. Dilarang melakukan penelitian atau eksperimentasi terhadap atau dengan menggunaskan embrio, ovum atau spermatozoa manusioa tanpa izin khusus dari siapa telur atau spermatozoa itu diperoleh.

j. Dilarang melakukan fertilisasi transpesies kecuali apabila fertilisasi transpesies itu diakui sebagai cara untuk mengatasi atau mendiagnosis infertilitas pada manusia. Setriap hybrid yang terjadi akibat fertilisasi transpesies harus segera diakhiri pertumbuhannya pada tahap biasa.

E. Pandangan Sosial

Secara sosial dipandang bahwa alasan dari penelitian Stem sel menggunakan sisa embrio penduduk lokal karena penduduk lokal dianggap tidak tahu menahu mengenai apa yang mereka lakukan, apalagi ditambah kondisi penduduk lokal yang tingkat kemiskinan dan kebodohan masih relatif tinggi. Tindakan ini merupakan tindakan yang tidak etis karena manusia itu memiliki derajat yang sama, memiliki suatu hak dasar yaitu hak kebebasan untuk memilih dan menentukan kehidupannya, disamping itu, sikap demikian merupakan yang tidak bemoral atau tidak berprikemanusiaan. Secara umum masyarakat menganggap penelitian yang menggunakan manusia sebagai obyek penelitian sangat bervariasi. Ada kalangan yang berpendapat sah-sah saja, asalkan sesuai dengan aturan main yang berlaku. Ada juga kalangan masyarakat yang menolak hal tersebut dan menganggap telah menyalahi tata krama atau norma-norma tertentu. Dari berbagai pandangan sosial mengenai sikap etis dalam menggunakan manusia sebagai bahan eksperimen dalam penelitian, tergantung dari mana masyarakat tersebut memandang. Bisa dikatakan bahwa pandangan etis dari penelitian yang menggunakan manusia sebagai obyeknya bila dilihat secara sosial akan sangat bervariasi tergantung siapa dan bagai mana latar belakang masyarakat (Mardiansyah, 2007).

F. Pandangan Filsafat Ilmu

Sebagai sebuah disiplin ilmu, biologi adalah ilmu yang netral sebagaimana filosofis kemunculannya, bahkan ilmu ini justru akan memperkaya pemahaman manusia akan adanya sebuah proses penciptaan yang sangat cerdas. Pemahaman semacam ini seharusnya akan menyebabkan peningkatan proses penyadaran akan adanya sang Khalik Sang Maha Adil itu, sehingga akan menyebabkan manusia merasakan adanya sebuah makna kehidupan. Tetapi dalam kehidupan ini selalu saja ada kesenjangan antara apa yang sedang terjadi dan apa yang seharusnya terjadi. Kejadian pembuatan kloning ESC pada manusia, begitu pula terhadap kelompok clonaids yang berusaha matimatian membela dan memproduksi kloning manusia. Hal ini menyadarkan kita akan perlunya ada suatu etika di bidang biologi yaitu bioetika (Bagir, 2005).

Bioetika tidak untuk mencegah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi menyadarkan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai batas-batas dan tanggung jawab terhadap manusia dan kemanusiaan. Banyak ilmuan yang secara ambisius akan mengembangkan teknologi biologi tingkat tinggi namun tanpa memperhitungkan sebuah perkembangan sosial dan kultural masyarakat. Banyak ilmuwan sering mengabaikan baik dan buruk yang menjadi tata nilai masyarakat, karena mereka merasa bahwa ilmu pengetahuan tidak berada di domain tersebut. Sehingga katagorisasi normatif sangat sulit untuk didiskusikan oleh para ilmuwan, seolah-olah baik dan buruk bukan urusan mereka, mereka hanya menganggap itu urusan para kyai dan pendeta (Djati, 2008).



BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian isi makalah yang masih terbatas di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Sejarah Penerapan stem sel mulai digunakan sejak keberhasilan transplantasi sumsum tulang untuk yang pertama kalinya pada tahun 1968. Kemudian stem sel embrionik pluripotent dan stem sel multipotent dewasa digunakan untuk membuat jaringan manusia yang akan ditransplantasi ke pasien. Sedangkan pada tahun 1963, peneliti di dunia kedokteran menemukan bahwa sel induk dari tali pusat dapat dipakai si bayi dan keluarganya untuk menyembuhkan berbagai penyakit.

2. Stem sel merupakan sekelompok sel yang diambil dari makhluk hidup (manusia). Stem sel adalah sel atau kelompok sel yang belum atau sedikit mengalami differensiasi sehingga mempunyai potensi yang sangat besar untuk diatur dan diarahkan menjadi jaringan atau organ.

3. Mekanisme pembuatan Stem sel adalah pembentukan suatu jaringan atau organ mahluk hidup yang diambil dari sekelompok sel dari sel stem embrionik adalah sel yang diambil dari inner cell mass, suatu kumpulan sel yang terletak di satu sisi blastocyst yang berusia lima hari dan terdiri atas seratus sel. Sel ini dapat berkembang biak dalam media kultur optimal menjadi berbagai sel yang terdiferensiasi seperti sel jantung, sel kulit, dan saraf. Stem sel juga berasal dari Sel stem dewasa juga bisa dipakai untuk mengobati berbagai penyakit degeneratif, tetapi plastisitasnya sudah berkurang.

4.

32

Stem sel memiliki kemamfaatan yang sangat besar dalam dunia kedokteran yaitu dapat menyelesaikan masalah kedokteran yang selama ini manusia seperti pasrah, tanpa bisa mengobatinya, misalnya beberapa penyakit digeneratif permanen seperti diabetes mellitus, alzheimer, parkinson, dan penyakit-penyakit kelainan genetis, bahkan penyakit AIDS.

5. Kajian bioetika tentang stem sel mendatangkan pandangan yang beragam yang berkisar kepada segi moral dan etika, karena penelitian stem sel menggunakan organ atau jaringan manusia sebagai bahan dasarnya. Kontroversi tersebut berkisar pada penggunaan stem sel embrio (embryonic stemcell) karena harus merusak atau membunuh (mengurbankan) embrio (cabang bayi) dalam proses pengambilannya.

3.2. Saran

Berdasarkan uraian isi makalah di atas maka kami sebagai penyusun makalah ini mengharapkan :

  1. Dalam dunia medis perlu adanya batasan-batasan yang jelas dalam proses aktualisasi konsep ilmu pengetahuan yang terkait dengan manusia sebagai mahluk sosial yang memiliki hak asasi sebagaimana yang sudah diatur dalam peraturan yang terkait.
  2. Indonesia sebagai negara yang menganut demokrasi terpimpin maka dalam pengembangan dunia kedokterannya maka penting regulasi hukum yang khusus dalam pengembangan penelitian stem sel (stemcells) karena sudah menjadi keresahan semua kalangan masyarakat.
  3. Penting adanya komunikasi yang intensif dan sehat antara lembaga agama, lembaga kesehatan dan lembaga sosial dan pemerintah untuk menemukan kesimpulan yang sesuai dalam pengembangan penelitian stem sel (stemcells), kemudian disosialisasikan kepada masyarakat untuk menghindari kontroversi yang berkelanjutan.

Tidak ada komentar: