Jumat, 12 Desember 2008

artikel pendidikan

PENDIDIKAN CHINA1

Oleh: Agus Muliadi2

Abstrak: Pendidikan China merupakan aspek yang sangat strategis dalam sebuah kepemerintahan di China. Keberhasilan dalam dunia pendidikan menjadi sebuah indikator keberhasilan dan kemajuan sebuah negara, sehingga antara dunia pendidikan dengan kemajuan sebuah negara harus menjadi satu kesatuan yang seimbang. Pendidikan China memiliki sejarah yang panjang seiring dengan perjalanan peradaban china yang sudah berjalan selama 2000 tahun yang lalu. China dipimpin oleh 157 kaisar dalam keperintahannya, namun hanya beberapa kaisar saja yang mengembangkan pendidikan dengan baik. Keberhasilan spektakuler dalam pengembangan pendidikan diperlihatkan oleh satu-satunya kaisar wanita, yakni Wu Ze-tian. Pada masa kekaisaran ini masyarakatnya kebanyakan adalah Sastrawan dan Pelukis, sehingga didirikan Akademi pendidikan pelukis pertama di dunia. Pendidikan formal China mulai berkembang sejak penggunaan huruf dalam kehidupan masyarakat pada abad 25 SM sampai abad 16 SM. Keberhasilan pengembangan pendidikan di China disebabkan karena adanya folosofis China yang berbentuk semboyan, tradisi masyarakat dan rumusan formal yaitu filsafat konfusius. Pendidikan di China dengan landasan folosofis yang kuat dengan perspektif yang sangat realistis, maka terbentuk pendidikan china dengan tujuan untuk membangun kerangka dasar sistem pendidikan yang dapat dipakai dan disesuaikan dengan keperluan gerakan modernisasi sosialis yang diarahkan pada tuntutan abad ke-21, dan yang merefleksikan karakteristik dan nilai-nilai China. Keberhasilan pendidikan China untuk mencapai tujuannya maka dibentuk sistem pendidikan yang terstruktur dengan sistematis yang diatur dalam peraturan formal seperti UU wajib belajar selama 9 tahun yang dikenal dengan sistem 6-3. China dalam pengembangan pendidikan, maka selalu mengkampanyekan “Modernisasi Empat” yang berlandaskan pada prinsip sosialis, kediktatoran demokratik rakyat, kepemimpinan PKC, dan pemikiran Marxisme-Mao Zedong. Pendidikan China secara keseluruhan memiliki 5 karakteristik yaitu: ukuran, komprehensif, tidak seimbang, kompetitif, dan tersentralisasi. Pemerintah dalam hal ini memiliki peran yang sangat penting dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang yang sangat mendukung keberlangsungan dunia pendidikan salah satunya dalam kesejahteraan guru.

Kata kunci : pendidikan, China.

Pendidikan memiliki peranan yang sangat strategis dalam membangun suatu masyarakat bangsa. Melalui pendidikan suatu bangsa dapat mengembangkan masyarakatnya menjadi masyarakat dan bangsa yang maju. Karena melalui pendidikan akan dapat dikembangkan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang ingin dikembangkanya. Suatu masyarakat dan bangsa maju pasti memiliki suatu sistem pendidikan yang baik. Menurut Sidharto (1989) bahwa kondisi ini dapat ditafsirkan dengan dua hal.

1 Diperesentasikan pada matakuliah landasan pendidikan pada hari selasa tanggal 11 Oktober 2008 di PPS Universitas Negeri Malang.

2 Mahasiswa Semester 1 PSSJ Pendidikan Biologi PPS Universitas Negeri Malang.

Pertama, pendidikan di negara maju baik karena pemerintahnya memiliki komitmen yang tinggi terhadap pendidikan, Kedua bisa jadi karena pendidikan yang baik menghasilkan dan mendorong suatu masyarakat dan bangsa menjadi maju. Kedua kemungkinan ini dapat saja terjadi. Namun kemungkinan pertama didukung oleh banyak pengalaman negara yang baru saja memasuki dalam kelompok negaran maju, seperti Malaysia dan China. Kemajuan kedua negara ini karena mereka memiliki komitmen yang kuat dan kepedulian yang tinggi akan dunia pendidikan.

China, misalnya, dalam beberapa tahun terakhir, berhasil membuat prestasi yang sangat mengagumkan, yaitu merubah kondisi sosial ekonomi masyarakatnya, yang tadinya hanya sebagai negara berkembang, yang hanya mampu menyediakan kebutuhan dasar masyarakatnya, kemudian berubah dan masuk ke tahap awal menjadi masyarakat yang makmur. Perubahan yang dialami China merupakan perubahan yang sangat berarti. Perkembangan ekonomi dan kemajuan yang dialami China sangat dikagumi dunia dan dihormati oleh banyak kalangan. Semua keberhasilan itu, tidak terlepas dari upaya yang dilakukan oleh para pemimpin China dalam melakukan reformasi dalam berbagai aspek kehidupan di China, terutama dalam dunia pendidikan. Mereka menyadari bahwa pendidikan telah memiliki peran yang banyak dalam mencapai kesuksesan tersebut. Itu adalah hasil dari upaya mereka yang tidak kenal lelah dalam membangun bangsa melalui aspek pendidikan. Keyakinan mereka membangun bangsa melalui sektor pendidikan terlihat dari upaya ekspansi yang berkelanjutan yang dilakukan sejak tahun 1980 sampai awal tahun 1990. Selama periode ini, pendidikan terus mengalami kemajuan secara cepat, dan banyak inovasi yang historis selama dekade tersebut (Wibowo, 2001).

Makalah ini akan membahas Bagaimana landasan historis pendidikan china, Bagaimana landasan filosofis pendidikan china, Apa tujuan pendidikan china, Bagaimana sistem pendidikan china, Bagaimana kebijakan pemerintah china terhadap pendidikan.

Bagaimana Landasan Historis Pendidikan China ?

China beserta rakyat dan kebudayaannya yang telah berlangsung selama 2,000 tahun, sejak Kaisar pertama, Chin Sih Huang-di, yang kuburannya di Xian lengkap dengan pasukannya 3 abad sebelum masehi, sampai kepada Kaisar terakhir, Henry Puyi yang dimazulkan dari tahtanya di Istana dengan berdirinya Republik Tiongkok. China mempunyai 157 kaisar yang telah memunculkan eksistensinya di hadapan dunia dengan berbagai keberhasilannya, salah satunya adalah dalam bidang pendidikan. Dari 157 Kaisar tersebut hanya seorang kaisar wanita, yakni Wu Ze-tian. Pada masa kekaisaran ini kebanyakan adalah Sastrawan dan Pelukis, kemudian mendirikan Akademi pendidikan pelukis pertama di dunia (Adinegara, 2007).

Menurut Suryadinata (1984) bahwa sejarah China menunjukkan Kaisar tidak selalu harus berdarah biru untuk dapat mengembangkan dunia pendidikan dalam kepemerintahannya, 2 kali petani desa mendirikan dinasti yang besar, yakni Liu Bang, yang mendirikan dinasti Han dengan nama Han Gao-di (206-195 SM) dan Zhu Yuang-chang yang mendirikan dinasti Ming dengan nama Hong Wu (1368-1398) yang mampu menampilkan pendidikan yang mengedepannya nilai moralitas masyarakatnya dengan pendidikan yang mengandung ajaran ritualitas dalam beragama dan langkah berbudaya yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Tidak semua kaisar China tercantum dalam sejarah sebagai orang besar karena banyak diantaranya adalah orang lemah yang dikendalikan oleh isterinya atau gundiknya.

Konsep dasar pendidikan adalah adanya pengetahuan dan pemahaman tentang aksara yaitu huruf dan angka. Keberhasilan china pada masa sekarang tidak terlepas dari sejarahnya yang menggambarkan kepintaran orang china sejak zaman sebelum masehi yaitu adanya pemahaman aksara. Masyarakat China dalam catatan sejarah telah mengetahui dan menggunakan huruf sejak abad 25 SM. Huruf tersebut pada masa kini bukan hanya sekedar bukti sejarah, tetapi masih digunakan oleh masyarakat walaupun sudah ada sedikit perubahan. Realita sejarah yang spektakuler tersebut berbeda dengan Hyroglyph Mesir yang sudah tidak terpakai lagi dalam peradaban di Mesir sekarang, atau bahasa Rumawi yang tidak lagi dikenal oleh bangsa Eropa (Wibowo, 2000).

Penggunaan huruf yang sudah sangat lama memberikan kontribusi terhadap keunggulan China dibandingkan negara lain dalam hal sejarah, hal itu adalah dengan adanya kebiasaan menulis dan mencatatkan segala sesuatu pada masa dulu terutama yang terkait dengan dunia pendidikan. Hal tersebut telah membawa sejarah pendidikan China mendapatkan pengakuan dunia sebagai negara yang memiliki sejarah pendidikan yang paling rinci. Kemampuan masyarakat dalam menggunakan huruf pada kehidupannya membuat sistem pendidikan formal pun menunjukkan eksistensinya yang sangat panjang sampai pada abad ke-16 SM pada masa Dinasti Shang (1523-1027 SM). Selama periode ini menurut Anonim (2008) bahwa pendidikan menjadi sesuatu yang dianggap penting adanya, walaupun pendidikan tersebut merupakan hak istimewa segelintir orang saja dengan tujuan untuk menghasilkan pejabat-pejabat kekaisaran. Tujuan pendidikan yang sangat sempit membuat penerapan kurikulum yang diajarkan hanya terpusat pada 6 pokok pengajaran yang dikenal dengan “Enam Senin”.

Perjalanan sistem pendidikan yang sangat panjang dan hanya dapat di sentuh oleh kaum bangsawan (elite kerajaan), hal itu membuat selama ribuan tahun pula para elite di daratan China percaya bahwa secara sosial maupun intelektual bahwa mereka tidak memiliki saingan, terutama dibandingkan dengan kebudayaan Barat. Mereka mengembangkan pendidikan yang sangat tinggi, dan hal itu terbukti dengan "empat temuan" (mesiu, kompas, kertas, dan percetakan bergerak), para elite China juga memiliki tradisi teknologi yang luas. Kejayaan China dalam dunia pendidikan yang membangkitkan keberhasilannya dalam segala aspek sampai tahun 1800-an. Namun demikian, sejak kekalahan yang "memalukan" melawan Inggris dalam Perang Candu (1840-1842), kekalahan itu memberikan dampak mentalitas terhadap arah pengembangan dunia pendidikan di daratan China (Markhamah, 2000).

Sikap China yang akhirnya mengkaji ulang dominasi dalam hal intelektualitasnya yang sudah terbentuk selama ribuan tahun, setidaknya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang kemudian diarahkan kepada aspek militeristik. Diikuti dengan aneksasi Hongkong, pendidikan Barat secara perlahan mulai berakar di China terutama melalui misionaris Kristen. Namun demikian, masih tetap dengan latar buta huruf yang meluas di kalangan rakyat, maka dilakukan ujian pegawai kekaisaran masih merupakan satu-satunya cara bagi orang China untuk menjadi pejabat sehingga tradisi intelektualitas tetap melekat pada kepemimpinan kaisar. Ketika kembali kalah dalam Perang Sino-Jepang tahun 1895, China akhirnya menyadari sepenuhnya kalau masa depan mereka, setidaknya akan sangat tergantung dari menerima aspek tertentu dari sistem pendidikan gaya Barat.

Sikap tersebut Bukan berarti akan diberlakukan hingga bersifat mendasar kepada budaya intelektual yang sudah terpola dari tradisi sejak ribuan tahun, tetapi hanya di aplikasikan dalam bentuk praktis yang dicerminkan dalam slogan "Zhongxue wei ti, Xixue wei yong" (Pendidikan China untuk dasar, pendidikan Barat untuk praktik). Berakhirnya Dinasti Qing dan terjadinya revolusi keperintahan yang kemudian berdirinya Republik China pada tahun 1921 menandai perubahan penting dalam percenaan pendidikan di China dan para pemimpin maupun ilmuwan mulai mencari sebuah sistem untuk menyediakan kebutuhan teknologi bagi negara tanpa mengorbankan identitas kechinaannya, termasuk memperluas jangkauannya ke rakyat yang sebagian besar berada di wilayah pedesaan (Husoda, 1985).

Menurut Adinegara (2007) bahwa selepas Perang Dunia II, Perang Saudara China meletus antara Parti Komunis China (PKC) dan Parti Negara China (KMT). Perang itu berakhir dengan pengunduran KMT ke pulau Taiwan dan beberapa pulau provinsi Fujian. Pada 1 Oktober 1949, Mao Zedong dengan bangganya telah mengistiharkan penubuhan negara baru yaitu komunis Republik Rakyat China dengan tangisan air mata dan berkata “Orang China telah berdiri”. Para penyokong era Mao Zedong mendakwa bahwa di bawah pemerintahannya sangat berhasil salah satunya dalam dunia pendidikan. Kempen-kempen revolusionis seperti Lompatan Besar Ke Hadapan dan Revolusi Budaya juga telah mampu “membersihkan dan menjernihkan” budaya China. Awal tahun 1960-an, Mao telah meletakkan tahta kepemimpinannya sebagai orang nomor satu Republik Rakyat China.

Kongres Nasional Rakyat yaitu badan perwakilan rakyat utama, melantik Liu Shaoqi sebagai penganti Mao. Mao dalam kelembagaan PKC tetap sebagai pemimpin, pada tahun 1966 Deng Xiaoping mengambil alih kepemimpinan RRC dengan sikap yang lebih sederhana dan telah melaksanakan reformasi pendidikan. Pada masa itu Mao kembali bertindak untuk melaksanakan Revolusi Budaya untuk menguatkan lagi semangat komunisme dikalangan rakyat China, kemudian mendapatkan tentangan keras dari kalangan akamedisi (pendidikan). Kebijakan tersebut berdampak terhadap kemunduran pendidikan yang berujung pada pembantaian dan pembunuhan para pendukung parktisi akademisi China yang sangat kulturalistik seperti guru-guru dan para ilmuwan yang tidak menganut ideologi Komunis dan para rakyat yang mempunyai agama seperti penganut agama Buddha dan Islam. Patung-patung dan gambar Buddha di China terutama di provinsi Xizang (Tibet) dicemar dan banyak masjid dan sarana pendidikan yang telah dirobohkan. Keadaan memburuk di berbagai aspek termasuk aspek pendidikan beransur-ansur pulih di bawah pemerintahan Zhou Enlai (Wibowo, 2000).

Bagaimana Landasan Filosofis Pendidikan China?

China sebagai negara super power belakangan ini merupakan sebuah keberhasilan dari sistem kepemerintahan yang dilaksanakan maksimal di segala aspek termasuk pendidikan. China jauh sebelum di deklarasikannya Republik Rakyat China oleh Mao Zedong dalam keberhasilan revolusi Xinghai pada tahun 1911 yang menutup dinasti Qin, sudah memiliki falsafah yang menjadi salah satu dasar konstitusi setelah kemerdekaan. Tradisi pemikiran falsafah di China bermula sekitar abad ke-6 SM pada masa pemerintahan Dinasti Chou di Utara. Pemikiran yang terkadung dalam filsafat China membentuk ciri-ciri khusus yang membedakannya dari filsafat negara lainnya. Falsafah yang cukup terkemuka dalam membentuk karakter disiplin kepada masyarakat China hingga saat ini (Adinegara, 2007).

Falsafah China yang telah menanamkan karakter yang khas pada semua masyarakatnya hingga saat ini, filsafat yang dimaksud terungkap dalam sebuah semboyan yaitu “semua orang dilahirkan dengan kepintaran dan keteraturannya, untuk itu hanya dapat disempurnakan dengan ajaran yang damai”. Sistem kekaisaran yang didukung dengan filsafatnya telah membentuk proses pengajaran sebagai langkah untuk membentuk keperintahan yang berhasil dan damai. Hal tersebut menjadikan pendidikan yang damai adalah aspek yang paling dikedepankan dan telah mampu membentuk perangkat pemerintahan dan rakyatnya untuk berdisiplin tinggi tanpa ada pengecualian. Realita pendidikan tersebut itu tidak jauh beda dengan pendidikan yang di semboyankan dengan “Tut Wuri Handayani” oleh Ki Hajar Dewantara di Indonesia. Pendidikan dipandang sebagai wadah pembentukan mental yang konstruktif dan humanistik tanpa ada sifat paksaan (Wibowo, 2001).

Kondisi perdamaian yang semakin menghilang dan peperangan yang terus melanda negeri tirai bambu itu dan menewaskan ribuan jiwa pada masa setelah keperintahan dinasti Chou. Peristiwa militeristik tersebut kemudian ditafsirkan penyebabnya karena etika pemimpin yang durhaka kepada roh leluhur, sehingga para dewa memberikan kemurkaan. Keyakinan itu membuat adanya tradisi menghormati roh leluhur dengan persembahan yang sangat boros dan memberikan dampak kepada sosial ekonomi bangsa yang sedang krisis. Pendidikan China pada masa abad ke-5 SM belum dirumuskan dalam sebuah formulasi yang tetap tentang Filsafatnya, tetapi sudah terbentuk dalam sebuah tradisi yang berdasarkan kajian pemikiran (Teoritis) dari kenyataan yang ada. Dilatarbelakangi keamanan yang tidak stabil saat itu filsafat China pada lebih banyak memusatkan perhatian pada persoalan politik, kenegaraan dan etika. Kecenderungan inilah yang membuat falsafah China memiliki ciri yang berbeda dari falsafah India, Yunani dan Islam (Yuliabenata, 2008).

Filsafat yang didasari pada tradisi tersebut telah memberikan gambaran praktis masyarakatnya dalam berpikir dan bertingkah laku yang kuat dan menjiwai dalam kehidupannya. Menurut Wibowo (2000) bahwa tradisi-tradisi masyarakat di China terhadap pendidikan yang mendasari filsafat pendidikannya antara lain:

1. Dalam pemikiran kebanyakan orang China dalam dunia pendidikan antara teori dan pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian pemikiran spekulatif kurang mendapat tempat dalam tradisi falsafah China, sebab falsafah Pendidikan justru lahir karena adanya berbagai persoalan yang muncul dari kehidupan yang aktual.

2. Secara umum Pendidikan China mengandung nilai semacam humanisme (memanusiakan manusia). Tekanannya pada persoalannya kemanusiaan sehingga Manusia dan perilakunya dalam masyarakat dan peristiwa-peristiwa kemanusiaan menjadi perhatian utama.

3. Pemikiran etika dan spiritualitas (masalah kerohanian) menyatu secara padu dalam Filsafat Pendidikan China. Etika dianggap sebagai intipati kehidupan manusia dan sekaligus tujuan hidupnya. Di lain hal konsep kerohanian diungkapkan melalui perkembangan jiwa seseorang yang menjunjung tinggi etika. Artinya spiritualitas seseorang dinilai melalui moral dan etikanya dalam kehidupan sosial, kenegaraan dan politik. Sedangkan inti etika dan kehidupan sosial ialah kesalehan dan kearifan.

4. Meskipun menekankan pada persoalan manusia sebagai makhluk sosial, persoalan yang bersangkut paut dengan pribadi atau individualitas tidak dikesampingkan. Namun demikian secara umum falsafah Pendidikan China dapat diartikan sebagai Seni hidup bermasyarakat secara bijak dan cerdas. Kesetaraan, persamaan dan kesederajaan manusia mendapat perhatian besar. Menurut para filosof Pendidikan China keselerasan dalam kehidupan sosial hanya bisa dicapai dengan menjunjung tinggi persamaan, kesetaraan dan kesederajatan itu.

5. Pendidikan China secara umum mengajarkan sikap optimistis dan demokratis. Filosof Pendidikan China pada umumnya yakin bahwa manusia dapat mengatasi persoalan-persoalan hidupnya dengan menata dirinya melalui berbagai kebijakan praktis serta menghargai kemanusiaan. Sikap demokratis membuat bangsa China toleran terhadap pemikiran yang anekaragam dan tidak cenderung memandang sesuatu secara hitam putih.

6. Penghormatan terhadap kemanusiaan dan individu tampak dalam falsafah Pendidikan China. Pribadi dianggap lebih tinggi nilainya dibanding aturan-aturan formal dan abstrak dari hukum, undang-undang dan etika. Dalam memandang sesuatu tidak berdasarkan mutlak benar dan mutlak salah, jadi berpedoman pada relativisme nilai-nilai.

7. Dilihat dari sudut pandang Filsafat, pendidikan China berhasil membangun etos masyarakat China seperti mencintai belajar dan mendorong orang gemar melakukan penelitian mendalam atas segala sesuatu sebelum memecahkan dan melakukan sesuatu. Demikianlah pengetahuan dan integritas pribadi merupakan tekanan utama yang mendasari falsafah Pendidikan China. Aliran pemikiran, teori dan metodologi apa saja hanya bisa mencapai sasaran apabila dilaksanakan oleh seseorang yang memiliki pengetahuan luas dan integratitas pribadi yang kokoh.

Setelah polemik sudah menunjukkan tingkat kedamaian, maka Filsafat China mulai dibentuk dalam formulasi normatif yang formal yaitu Filsafat Konfusius yang didasari pada tradisi praktis sebelumnya. Filsafat tersebut sekaligus menjadi dasar filosofis dalam dunia pendidikan di China sampai masa sekarang. Konfusianisme sendiri juga berkembang menjadi banyak aliran, di antaranya kemudian dikembangkan menjadi semacam agama, dengan kaedah dasar dari ajaran etikanya yang dirujuk pada pandangan atau ajaran konfusius. Sebagai ajaran falsafah pula, konfusiunisme telah berperan sebagai landasan filosofis pendidikan di China secara formal. Karena itu ia benar-benar diresapi oleh bangsa China secara turun temurun selama ratusan generasi. Konfusiunismelah yang mengajarkan bahwa antara teori dan praktek tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan individu atau masyarakat sebagai pemecahan masalah-masalah praktis, karena itu falsafah China cenderung menolak kemutlakan atau pandangan hitam putih secara berlebihan. Kebenaran harus diuji dalam peristiwa-peristiwa aktual dalam panggung kehidupan, dan baru setelah teruji ia dapat diakui sebagai kebenaran (Yuliabenata, 2008).

Karena kebenaran dapat dijumpai dan diuji hanya dalam peristiwa kemanusiaan, maka rekaman kebenaran dapat dicari dalam catatan sejarah. Karena itu filsafat China tidak dapat melepaskan diri dari pengetahuan sejarah. Sehingga filsafat konfusius sebagai landasan filosofis pendidikan China dalam menyusun karyanya harus mempertimbangkan sejarah. Yang dilihat dalam sejarah bukan hanya peristiwa-peristiwa kemanusiaan yang berubah-ubah, tetapi juga peristiwa-peristiwa kemanusiaan yang mengandung prinsip-prinsip kekal (kejiwaaan) dalam kaedah keyakinan kerohanian manusianya. Dalam filsafat Konfusius menggunakan sejarah nilai Klasik China, yaitu Empat Kitab dan Lima Sejarah Klasik. Sebagaimana penggunaan kata klasik seperti Ching (yang tetap) yang dipahami sebagai hukum alam yang mengendalikan pemerintahan, pendidikan masyarakat, perkembangan agama dan aspek-aspek utama kebudayaan China (Anonim, 2008).

Menurut Yuliabenata (2008) bahwa mulai tahun 124 SM sampai tahun 1905 Empat Kitab dan Lima Sejarah Klasik telah diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan China, dan baru diperbaharui kemudian setelah revolusi yang dipimpin Sun Yat Sen. Sampai masa itu kitab-kitab tersebut diajarkan sebagai buku pelajaran standar. Dalam filsafat Konfusius, berkeinginan orang yang berpendidikan selain membina watak dan kepribadiannya sendiri juga berusaha membina watak dan kepribadian orang lain. Apabila seseorang menghendaki dirinya berhasil, dia mestinya berkeinginaan membantu orang lain supaya berhasil. Dengan perkataan lain mencintai semua orang termasuk dirinya. Revolusi secara hukum dan politik di China juga membawa revolusi Filsafat pendidikan, di mana sejalannya misi pendidikan berdasarkan pada filsafat konfusius dengan sistem pemerintahan yang berkuasa yaitu aliran Komunis (Mao Zedong) yang kemudian di gantikan menjadikan aliran sosial kapitalis.

Apa Tujuan Pendidikan China ?

Tujuan Pendidikan China Sejak athun 1980-an pemerintah China menetapkan prinsip-prinsip dasar pembangunan ekonomi sebagai tugas sentral Negara dengan tetap berpegang pada empat landasan yaitu : Sosialisme, Komunisme, marxisme, Leuinisme serta ideology MAO Tse Tung, dan terbuka terhadap dunia luar. Pada tahun 1985 melalui keputusan komite petani Komunis China diadakan reformasi struktur pendidikan, dengan tegas menyatakan bahwa “Pendidikan harus menjalankan tujuan pembangunan sosialis, dan pembangunan sosialis harus tergantung pada pendidikan” (Yang, 1995). Keputusan ini menunjukkan adanya hubungan yang jelas antara pendidikan dan pembanguanan ekonomi, serta menegaskan bahwa pembangunan ekonomi ini tergantung pada kemajuan IPTEK serta peningkatan kualitas angkatan kerja. Menurut Nur (2001) bahwa tujuan umum pendidikan China adalah untuk membangun kerangka dasar sistem pendidikan yang dapat dipakai dan disesuaikan dengan keperluan gerakan modernisasi sosialis yang diarahkan pada tuntutan abad ke-21, dan yang merefleksikan karakteristik dan nilai-nilai China.

Bagaimana Sistem Pendidikan China?

Secara historis sistem pendidikan formal di China yang sudah terbentuk sangat lama sampai pada abad ke-16 Sebelum Masehi pada masa Dinasti Shang (1523-1027 SM). Sistem pendidikan pada masa itu merupakan hak istimewa segelintir orang saja, dan bertujuan untuk menghasilkan pejabat-pejabat pemerintahan. Awalnya, kurikulum yang diajarkan terpusat pada yang disebut sebagai "Enam Senin", masing-masing ritual, musik, memanah, mengendarai kereta kuda, sejarah, dan matematika. Sistem pendidikan itupun mulai digantikan dengan sistem pendidikan yang mengacu kepada filsafat konfusius pada masa setelah negara-negara perang (551-497 SM). Kurikulum pendidikan yang mengacu pada filsafat konfusius disebut Si Shu Wu Jing yang berujuk dari 4 Kitab 5 Klasik, yang mengandung nilai Analek Konfusius, Mencius, Ajaran Besar, Doktrin tentang Arti, Buku Puisi, Buku tentang Dokumen, Buku Ritual, Buku tentang Perubahan, serta Sejarah Musin Semi dan Gugur. Seluruh buku-buku yang menjadi kurikulum utama pendidikan ini menjelaskan tentang prinsip masyarakat dan pemerintahan, termasuk di dalamnya tata perilaku manusia (Yuliabenata, 2008).

Anonim (2008) menyatakan bahwa restrukturisasi pendidikan dilakukan setelah berdirinya RRC pada tahun 1949, mengadaptasi model Soviet dengan memfokuskan perhatian untuk mempertemukan kebutuhan teknologi melalui pendidikan tinggi, pemerintahan komunisme melakukan restrukturisasi atas universitas dan akademi. Upaya ini ternyata juga tidak membawa perubahan, terutama pada masa Kampanye Anti-Kanan pada tahun 1957 yang diikuti oleh kegagalan berbagai kebijakan dan munculnya bencana alam di mana-mana. Di tengah kegagalan ini, para pemimpin China berupaya kembali mengimbangkan Konfusianisme dan pendidikan gaya Barat dengan mengembangkan apa yang disebut sistem pendidikan dua jalur, masing-masing sekolah kejuruan dan kerja-belajar, serta universitas biasa, akademi, dan sekolah persiapan. Sistem ini hampir berjalan dengan baik sampai pecahnya Revolusi Kebudayaan (1966- 1976).

Revolusi budaya mendatangkan kecurigaan banyak kalangan dengan sistem yang dilihat sebagai pendekatan yang akan kembali menghasilkan elite tertentu. Pada masa ini, seluruh sistem pendidikan mengalami kekacauan, administrasi kampus tidak berjalan semestinya, kuliah terhenti, sistem ujian masuk universitas ditunda, dan hanya beberapa mahasiswa saja yang diterima sampai dengan tahun 1970-an. Walaupun program sekolah dasar dan menengah diperpendek dan kurikulum masih harus dipulihkan (antara lain dengan menghapuskan mata pelajaran Fisika dan Kimia), anak usia sekolah dalam jumlah yang sangat banyak dan tidak pernah terjadi sebelumnya memperoleh pengajaran dasar. Ini antara lain disebabkan karena banyaknya sekolah-sekolah komunal yang didirikan di bawah kebijakan kolektivisasi pertanian. Dan untuk pertama kalinya dalam sejarah pendidikan di China, anak- anak pedesaan mulai belajar membaca dan menulis (Wibowo, 2000).

Berakhirnya kekacauan Revolusi Kebudayaan, China mulai menata secara teratur sistem pendidikannya yang sebelumnya tidak pernah terjangkau oleh rakyat kebanyakan. Langkah yuridis yang berbentuk Undang-Undang Wajib Belajar yang disahkan pada tanggal 1 Juli 1986, mengatur pendidikan seorang anak adalah pendidikan formal selama 9 tahun dan dikenal sebagai sistem 6-3 (6 tahun pendidikan dasar dan 3 tahun sekolah menengah). Dengan diberlakukannya undang-undang ini, pada tahun 1994 tercatat 98,4 persen anak- anak usia sekolah sudah mulai mengenyam pendidikan dengan angka putus sekolah yang hanya mencatat sekitar dua persen setiap tahunnya. Sistem pendidikan diarahkan untuk mendukung kampanye nasional "Modernisasi Empat" dengan tetap berpegang pada Empat Prinsip Utama Partai Komunis China (PKC), terdiri dari jalan sosialis, kediktatoran demokratik rakyat, kepemimpinan PKC, dan pemikiran Marxisme-Mao Zedong (Anonim, 2008).

Unsur ideologi memang terasa sangat kental dalam sistem pendidikan dasar dan menengah di China. Jika kita masuk di salah satu sekolah, berbagai murid akan memberikan jawaban standar menyebutkan "akan berbakti untuk kemajuan China", dan sejenisnya. Sistem pendidikan di China berubah secara pesat, terutama dengan kehadiran sekolah-sekolah swasta. Sebelumnya, sejak masa Mao zedong berkuasa, pendidikan di China seluruhnya dikontrol oleh pemerintah. Seluruh anak dididik di sekolah-sekolah milik pemerintah dan swasta sebelumnya dilarang oleh undang-undang. Adanya undang-undang pendidikan yang baru, pendidikan sekarang ini sama halnya dengan produk konsumtif yang dihasilkan China secara masif (Anonim, 2008).

Profesor Yan Yaozhong dari Shanghai Normal University (sejenis IKIP di Indonesia) dalam sebuah percakapan menjelaskan, keseluruhan sistem pendidikan di daratan China mengharuskan anak untuk menghafal dan ujian."Hafalan dan ujian adalah aktivitas terpenting seorang anak di sekolah,". Dengan kebiasaan menghafal itu sampai ada seorang mahasiswa di kampusnya yang mampu untuk menghafal kamus Inggris Webster di luar kepala. Secara keseluruhan ada 5 karakteristik pendidikan di China : ukuran, komprehensif, tidak seimbang, kompetitif, dan tersentralisasi.

Sistem pendidikan di China mungkin termasuk yang terbesar di dunia, dengan jumlah 330 juta orang murid. Jumlah ini sendiri sudah lebih besar dibanding total populasi Indonesia. Jumlah sekolah di seluruh daratan China tercatat lebih kurang 710.000 sekolah. Sistem pendidikan di RRC termasuk komprehensif dan merupakan sistem pendidikan yang lengkap, hal itu terlihat dengan Jenis Pendidikan dalam system pendidikan China adalah meliputi : pendidikan prasekolah (sebelum usia 6 tahun), pendidikan dasar (basic education) bisa masuk pada usia 6 tahun, sedangkan di wilayah pedesaan dimulai usia 5 tahun, pendidikan menengah selama 3 tahun untuk menengah pertama, dan 3 tahun untuk menengah lanjut, universitas (Higher education, HE) 4 tahun untuk sarjana, 2-3 tahun untuk nonsarjana, serta pendidikan pascasarjana 2-3 tahun untuk magister dan 2-3 untuk doktoral (Nur, 2001).

Sistem yang sangat kompetitif, karena besarnya jumlah orang yang memerlukan pendidikan, serta terbatasnya tempat di universitas atau akademi, ujian masuk perguruan tinggi menjadi sangat ketat. Setidaknya 7 persen (20 tahun lalu angka ini hanya tercatat 4 persen) dari lulusan sekolah lanjutan yang bisa masuk ke universitas. Sistem ujian universitas dikelola secara nasional, dan seluruh siswa di RRC memusatkan perhatiannya pada ujian ini. Sistem pendidikan di RRC juga tersentralisasi, dan semua terpusat pada kementerian yang berada di Beijing. Kementerian pendidikan memberikan pengarahan secara berantai ke berbagai komisi pendidikan di tingkat provinsi, kota, desa, dan lainnya, termasuk penentuan buku teks yang digunakan, jumlah siswa dalam kelas, serta ukuran lapangan olahraga (Hyung, 1985).

Pendidikan China pada tahun 1990 APN murid SD adalah 97,8%, sedangkan angka melanjutkan ke sekolah menengah pertama 77,8%, (38,69 juta) yang ditampung di 72000 SMP, dan 16000 SMA dengan siswa 7,17 juta orang, dan 1075 lembaga Perguruan Tinggi, dengan mahasiwa 2,15 juta mahasiswa. Selain pendidikan formal, di China juga berkembang pendidikan non formal yang berupa pendidikan orang dewasa yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, yang pada gilirannya diharapkan dapat memberi sumbangan dalam pengembangan sosio-ekonomi penduduk. Selain itu di China dikembangkan pendidikan literasi guna pemberantasan buta huruf, hingga saat ini sudah tercatat 42,5 juta lebih Rakyat China yang telah dapat melek aksara. Pada tahun 1996 tercatat 82% tingkat literasi di China. (The World Almance and book of facts 2000) (Anonim, 2008).

Sejak dicanangkannya Empat Modernisasi (Sige Xiandaihua), banyak perubahan yang diberlakukan pada sistem pendidikan yang tercerai-berai setelah Revolusi Kebudayaan 1965-1976. Sistem pendidikan yang diberlakukan pada Sekolah Menengah di China memberlakukan dua pendekatan dalam pendidikan, dengan mengombinasikan pengajaran tradisional dan modern. Metode pengajaran tradisional di kelas, sistem pengajaran tidak hanya mendengarkan guru di depan kelas, tetapi juga mengundang para profesor terkenal dari Universitas di China datang ke sekolah untuk mengajar atau memeriksa riset yang sudah dilakukan para pelajar. Seminggu sekali sekolah bersama seorang profesor melakukan penelitian, misalnya melakukan penelitian AIDS atau dalam bidang ilmu pengetahuan sosial hubungan antar masyarakat, sebagaimana yang telah terkandung dalam filsafat China. Sedangkan pengajaran modern adalah adanya kunjungan ke lapangan dilakukan setiap semester. Di antara kunjungan ke museum atau tempat-tempat bersejarah lainnya. Menjelang tahun ajaran baru, para murid tinggal bersama masyarakat dan bisa melihat sendiri apa yang terjadi dan tidak hanya dari buku saja dan mampu melakukan langkah konstruktif dari hasil observasi (pengamatan) di lapangan (Sidharto, 1989).

Sistem Pendidikan China dalam pelaksanaannya yang bertanggung jawab adalah komite pendidikan Negara (state education Commission/SEDC), adalah suatu organisasi professional pemerintah dalam bidang pembangunan pendidikan. Kemudian pada tahun 1985 pemerintah pusat mendelegasikan pendidikan dasar kepada kabupaten dan kota-kota kecil di daerah-daerah pedalaman. Menurut Nur (2001) bahwa ada beberapa bidang manajemen yang di galakkan oleh pemerintah China antara lain:

1. Biaya Pendidikan. Alokasi biaya pendidikan tersedia pada pemerintah pusat dan daerah., dengan distribusi, alokasi dari daerah untuk pendidikan yang dikelola oleh daerah dan dana pusat untuk lembaga pendidikan yang berada di kementrian-kementrian. Besar anggaran pendidikan China pada tahun 1990 adalah sebesar 43,3 miliar RnB (Reuminbi) guan (13,1% dari anggaran Negara). Dana pendidikan China kemudian semakin di tingkatkan untuk menuju negera maju yang modern, diperlihatkan dengan pengalokasian dana bagi pendidikannya yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Total dana pendidikan yang dihabiskan telah meningkat secara mantap, dan alokasi anggaran negara memperlihatkan persentasi pada gross domestic product (GDP) yang meningkat mencapai rata-rata 20% sejak 1992. Pada 2002, total dana pendidikan mencapai 548 milyar yuan atau 84,2 milyar yuan lebih besar dari tahun sebelumnya yang menunjukkan peningkatan sebesar 18%. Ini adalah 58 kali lebih besar dari tahun 1978 (9,8 milyar yuan), dan lima kali lebih besar yang dihabiskan pada tahun 1993 yang hanya sebesar 106 milyar yuan. Di luar itu, alokasi dana negara pada tahun 2002 sebesar 349,1 milyar yuan, atau 3,41% dari GDP. Ini adalah 43,4 milyar lebih besar dari tahun sebelumnya yang hanya 305,7 milyar yuan, atau meningkat 14%.

2. Personalia. Pada tahun 1990 China memiliki 13,45 juta guru, dengan perincian : 5,58 juta guru SD, 3,63 juta guru-guru sekolah menengah, dan 394.500 adalah guru di pendidikan tinggi regular. Adapun standar untuk menjadi guru di China adalah melalui pendidikan dalam jabatan (inservice training ) yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang biaya pendidikan sepenuhnya ditanggung oleh Negara.

3. Kurikulum. Kurikulum dirumuskan oleh komisi pendidikan Negara (SEDC), yang sangat fleksible serta bervariasi atas dasar kemampuan dan karakteristik wilayah, kota dan desa, dengan memberikan keleluasan bagi daerah / pedesaan untuk menambahkan kurikulum lokal, dengan acuan sebagai berikut: SD memuat 10 mata pelajaran yang berbeda antara perkotaan dan pedesaan, untuk SD pedesaan misal, memuat mata pelajaran pertanian selain mata pelajaran inti, moral, matematika dan bahasa China, sedangkan untuk SD perkotaan diwajibkan mata pelajaran olah raga; Sekolah menengah Pertama memberikan 13 mata pelajaran wajib, termasuk diantaranya MA. Pendidikan moral, politik, Bahasa China, Bahasa Asing dan matematika; sedangkan untuk SLTA disesuaikan dengan keinginan siswa, keutuhan sosial masyarakat serta kondisi lembaga setempat, dengan beberapa mata kuliah pilihan.

4. Sistem Ujian dan Sertifikasi. Sekolah dasar dan menengah melaksanakan empat macam ujian, yaitu : ujian semester, ujian tahunan, ujian akhir sekolah dan ujian masuk SMP, dan ujian-ujian ini terbatas pada mata pelajaran bahasa China dan Matematika. Sedangkan ujian masuk SMA, digabungkan dengan ujian akhir SMP. Untuk masuk PT, dilakukan ujian seleksi Nasional dengan pemisahan antara pilihan sains dan ilmu sosial.

Bagaimana Kebijakan Pemerintah RRC Terhadap Pendidikan?

Keberhasilan pemerintah China mengembangkan pembangunan nasionalnya, antara lain, tercermin dari jumlah orang-orang yang mampu dididik negara. Sebagai contoh, pada tahun 2004 jumlah mahasiswa baru program pascasarjana tercatat 326.286 orang, menjadikan keseluruhan mahasiswa pascasarjana China berjumlah 819.896 orang. Dari jumlah itu, sarjana yang dihasilkan RRC tahun 2004 tercatat 23.446 doktoral (41,57 persen di antaranya wanita) dan 127.331 orang magister (44.15 persen wanita). Memang jika dibandingkan jumlah penduduk, jumlah lulusan pascasarjana ini sangat kecil. Namun, jika dibandingkan dengan Indonesia, jelas jumlah sarjana yang dihasilkan tidak seimbang dengan jumlah penduduk yang mencapai sekitar 200 juta orang (Wibowo, 2000).

Kebijakan pemerintah China kembali memperlihatkan kepedulian penuh terhadap dunia pendidikan di mana pada program wajib belajar pada pendidikan dasar 9 tahun mulai tahun 2006 pemerintah membebaskan biaya pendidikan dalam bentuk apapun khusus di daerah pedesaan yang ekonominya kurang maju. Kebijakan itu telah menguntungkan sekitar 50 juta siswa SD dan SMP di pedesaan. Sejak tahun ini kebijakan itu akan diperluas kepada siswa-siswa yang menerima program wajib belajar di seluruh daerah pedesaan. Pemerintah melaksanakan sistem pendidikan wajib selama 9 tahun. Ini berarti, ke depan ada kemungkinan dengan peningkatan ekonomi bangsa, maka siswa SD dan SMP di pedesaan tidak usah membayar biaya sekolah dan biaya lainnya selama dalam proses studi. Kebijakan terkait dengan hal tersebut pemerintah pada Sidang pleno Ke-16 Partai Komunis China pada tahun 2006 menetapkan penambahan dana pendidikan hingga mencapai 4% Produk Domestik Bruto (PDB). Menteri Pendidikan Tiongkok Zhou Ji mengatakan, dana pendidikan tambahan itu terutama digunakan di pedesaan, agar anak-anak daerah pedesaan memperoleh kesempatan lebih baik untuk menerima pendidikan (Anonim, 2008).

Disamping membebaskan biaya sekolah dan biaya lain-lain di daerah pedesaan, pemerintah China masih mengambil tindakan lain untuk meningkatkan taraf pendidikan di daerah pendidikan, yaitu menyediakan pos guru di sekolah pedesaan di daerah terpencil, dan mendorong siswa lulusan perguruan tinggi menjadi guru di sekolah pedesaan terpencil. Menurut statistik, dewasa ini tercatat 20.000 sarjana ditempatkan di sekitar 2800 SD dan SMP di daerah pedesaan bagian Barat yang terpencil. Sementara itu, pemerintah meluncurkan "Proyek Pendidikan Jarak Jauh Modern SD dan SMP Pedesaan." Melalui komputer dan jaringan televisi satelit, pemerintah membuka pelajaran jarak jauh, agar anak-anak pedesaan seperti anak di kota-kota besar, dapat menerima pelajaran guru terkenal melalui cara multi media. Sekolah Dasar Harapan Nan Qiao di Kecamatan Leixi Propinsi Jiangxi adalah salah satu sekolah yang menikmati jaringan pendidikan jarak jauh. Siswa dapat mendengarkan kuliah guru-guru yang setingkat profesor dari Kota Beijing pada waktu tertentu melalui sistem pendidikan jarak jauh. Pemerintah China dalam programnya sampai akhir tahun 2008, setiap sekolah SD dan SMP di pedesaan akan berkemampuan menerima televisi satelit. Setiap SMP pedesaan sekurang-kurangnya memiliki satu kelas komputer (Anonim, 2008).

Lulusan pendidikan yang miskin dalam pengalaman praktis, kreativitas dan keterampilan kepemimpinan, memdesak pemerintah untuk membentuk kebijakan untuk melakukan program reformasi pendidikan tentang pentingnya pendidikan karakter. Program pendidikan karakter telah menjadi kegiatan yang menonjol di China yang dijalankan sejak jenjang pra-sekolah sampai universitas. Tentunya, pendidikan karakter adalah berbeda secara konsep dan metodologi dengan pendidikan moral, seperti PPKN, budi pekerti, atau bahkan pendidikan agama di Indonesia. Pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good, yaitu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands. Sedangkan pendidikan moral, misalnya PPKN dan pelajaran agama, adalah hanya melibatkan aspek kognitif (hapalan), tanpa ada apresiasi (emosi), dan praktik. Sehingga jangan heran kalau banyak manusia Indonesia yang hapal isi Pancasila atau ayat-ayat kitab suci, tetapi tidak tahu bagaimana membuang sampah yang benar, berlaku jujur, beretos kerja tinggi, dan menjalin hubungan harmonis dengan sesama (Nur, 2001).

Menteri Pendidikan China (MOE) telah melarang suatu penilaian terhadap perrankingan sekolah di China, karena dikhawatirkan dapat menyesatkan pelajar. Larangan tersebut dikeluarkan sehubungan dengan 11 organisasi media mengeluarkan daftar "100 sekolah menengah paling top di China" karena "Evaluasi tersebut bukan dan tidak wewenang administrasi pendidikan China," kata juru bicara MOE Wang Xuming. Menurutnya, adanya rangking terhadap sekolah dasar dan menengah di China akan memberikan dampak keragu-raguan mendalam terhadap pendidikan di China. Sejumlah orang tua percaya baiknya reputasi sekolah akan membuat perbedaan besar bagi karir anak-anaknya. Ia menambahkan bahwa dasar pendidikan, terutama dalam sembilan tahun wajib belajar, adalah upaya pemerintah dan tidak pantas dilakukan oleh organisasi tak resmi untuk melakukan evaluasi yang berujung kepada ketidak adilan sosial dalam kehidupan bernegara antar daerah di China (Anonim, 2007).

Keberhasilan China dalam hal olah raga memberikan kontribusi kepada bentuk kebijakan pemerintah dalam dunia pendidikan. Sejak Olimpiade Beijing dicanangkan pada 8 Agustus, kalangan masyarakat mendesak agar tanggal itu dijadikan sebagai hari olahraga nasional (Haornas) bagi negeri China. Program nasional kebugaran fisik itu menargetkan pada 2010 sebanyak 40 % penduduk China, yang diperkirakan akan mencapai 1,7 miliar, aktif berolahraga. Hal itu bukan mimpi saja tetapi pemerintah Saat ini membuat kebijakan, di mana setiap sekolah memiliki guru olahraga khusus serta fasilitas yang memadai. Murid yang tidak memenuhi standar kebugaran tidak bisa melanjutkan studi ke level yang lebih tinggi. Selain itu, pekan olahraga nasional juga digelar pada setiap musim semi dan gugur. Bahkan, pekan olahraga antar-SMA dan universitas tingkat nasional yang digelar setiap empat tahun jadi ajang seleksi untuk memilih para pelajar muda berbakat olahraga untuk dimasukkan ke sekolah khusus olahraga dan dididik menjadi atlet. Menyentuhnya olahraga sejak usia dini di sekolah yang dicanangkan sejak 15 tahun lalu membuat harapan hidup meningkat 3,25 tahun, dengan rata-rata usia warga China mencapai 71,8 tahun (Anonim, 2008).

Menurut Wibowo (2000) bahwa kebijakan Pemerintah tentang kesejahteraan dalam pendidikan lebih terbuka, dimana guru diklasifikasi berdasarkan kualitas. Siswa bebas mengevaluasi kualitas guru secara objektif. Pada tahun 1993, tercatat, guru memiliki gaji yang rendah dan disadari, kondisi ini akan berpengaruh terhadap kinerja dan profesionalitas guru dalam melaksanakan tugasnya. Optimalisasi kerja guru maka pemerintah membangun perumahan guru dimana masing-masing guru memiliki rumah rata-rata 6,9 m2 per kapita, lebih rendah dari penduduk urban yang memiliki 7,5 m2 per kapita. Guru dapat tambahan tunjangan kesejahteraan 10 persen dari gaji pokok. Guru juga mendapat tempat istimewa di Beijing, Gaji guru di sana berkisar 3.000–5.000 yuan per bulan. Dalam kurs 1 yuan = Rp 1.200, guru di China menerima rata-rata senilai Rp 3,6 juta–Rp 6 juta/bulan. Selain gaji pokok, guru juga menerima tunjangan kesejahteraan sebesar 10% dari gaji pokok. Sistem penggajian buat guru ini lebih tinggi 10% dari pada pegawai biasa. Penghasilan itu sudah memadai. Sehingga, hampir tidak pernah terdengar guru harus “ngojek” atau kepala sekolah mencari uang tambahan dari jual-beli seragam dan buku. Ketika pensiun pun, setiap guru berhak mendapatkan 100% gaji pokok per bulannya. Pemerintah RRC menyadari pentingnya peran guru untuk memajukan bangsanya. Tak heran bila kemajuan RRC kini menjadi buah bibir di dunia.

Penutup / Kesimpulan

China mengalami kemajuan dibidang perekonomian pada masa ini karena didukung oleh pendidikan yang maju dan merata sehingga hampir tidak ada angka buta huruf sebagaimana yang terjadi di Indonesia. Pendidikan China memiliki sejarah yang sangat panjang selama 2000 tahun yang lalu, di mana pimpinan kaisar sangat peduli terhadap pendidikan terlihat dengan keberhasilan mendirikan akademi pelukis pertama di dunia. Pertumbuhan ekonomi China sangat didukung oleh pendidikannya, terlihat dengan tujuan yang sangat berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi. Adapun tujuannya adalah Pendidikan harus menjalankan tujuan pembangunan sosialis, dan pembangunan sosialis harus tergantung pada pendidikan. China penduduk 1,3 milyar tetapi hampir tidak ditemukan penduduk buta aksara, hal itu karena adanya sistem pendidikan dengan wajib belajar 9 tahun dan pengentasan buta aksara dengan sungguh-sungguh. Keberhasilan tersebut dikarenakan kebijakan pemerintah yang mendukung penuh kemajuan pendidikan.


Daftar Pustaka

Adinegara, H. 2007. http://malay.cri.cn/chinaabc/chapter22/chapter220109.htm. Sejarah Tiongkok. Akses tanggal 29 Oktober 2008.

Anonim. 2008. http://id.wikipedia.org/wiki/. Analek Konfusius. Akses tanggal 28 Oktober 2008.

Anonim. 2007. http://www.antara.co.id/arc/2007/5/27/. Menteri Pendidikan China Melarang Perankingan Sekolah. Akses tanggal 21 Oktober 2008.

Anonim. 2008. http://www.admissions.cn/pearcollege/index5.htm. Pendidikan Daratan China. Akses tanggal 28 Oktober 2008.

Husoda. 1985. Warga Baru (Kasus Warga China). Jakarta. Lembaga Penerbit Yayasan Padamu Negeri.

Hyung, J.I. 1985. RRC of System of Education. Dalam Husen, T. dan Postlethwaite, T.N. (eds in chief). The International encyclopedia of education: research and studies. Oxford: Pergamon Press.

Markhamah. 2001. Etnik China. Surakarta. Muhammadiyah University Press.

Nur, A.S. 2001. Perbandingan Sistem Pendidikan 15 Negara. Bandung. Lubuk Agung.

Sidharto, S. 1989. Pendidikan di Berbagai Negara, Suatu Tinjauan Komparatif. Jakarta. Gramedia widiasarana indonesia

Suryadinata. 1984. Dilema Minoritas Thionghoa. Jakarta. Gratifi Pers.

Yang, P.T. 1995. Elite Bisnis China di Indonesia. Singapura. Niagara.

Wibowo. I. 2000. Negara dan Masyarakat RRC. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Wibiwo. I. 2001. Sketsa Pergulatan Etnis China di Indonesia. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama

Yuliabenata. 2008. http://www.wihara.com/forum/showthread.php?t=821. Ajaran Konfusius. Akses tanggal 30 Oktober 2008.


Tidak ada komentar: