Jumat, 12 Desember 2008

Pendidikan di Korea Selatan

PENDIDIKAN DI KOREA SELATAN

I. Pendahuluan

Pendidikan bagi orang Korea Selatan adalah sesuatu yang sangat berharga. Mereka rela mengorbankan hartanya demi membiayai pendidikan anak-anaknya. "Pendidikan adalah poin yang sangat penting sebab kami menggantungkan harapan dan tanggung jawab pada pendidikan," kata Presiden Korean Educational Development Institute (KEDI) Chong Jae-lee. KEDI adalah lembaga riset yang dalam struktur organisasi berada di bawah perdana menteri. Lembaga tersebut merumuskan kebijakan pendidikan nasional ke arah pengembangan pendidikan.

Salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan Korea Selatan terletak pada pendidikan dasarnya, yang memberi akses bagi anak-anak usia sekolah dari seluruh lapisan masyarakat untuk duduk di bangku sekolah. Lima tahun setelah Republik Korea (Korea Selatan) didirikan, tahun 1948, sudah dikenal pendidikan wajib selama enam tahun bagi anak-anak usia 6-11 tahun pada jenjang sekolah dasar (elementary school).

Hasilnya, sekarang Korea Selatan mendapat pujian sebagai salah satu negara yang tertinggi angka melek hurufnya di dunia. Hal itu sekaligus mengundang penghargaan bahwa orang Korea Selatan yang berpendidikan telah menjadi sumber utama percepatan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai negara itu selama tiga dekade lampau.

II. PENDIDIKAN DI KOREA SELATAN

2.1. Sejarah Pendidikan

Sejarah kemajuan pendidikan di Korea Selatan ditandai dengan adanya perang Korea yang terjadi limapuluh (50) tahun yang lalu. Akibat terjadinya perang, Korea Selatan menjadi luluh lantak, khususnya di bidang pendidikan.

Selama perang, aktivitas belajar-mengajar dilakukan di tenda-tenda darurat dan di barak-barak sementara di wilayah-wilayah yang tidak diduduki oleh tentara komunis. Setelah perang, sistem pendidikan direhabilitasi dengan penuh semangat dengan bantuan Amerika dan PBB. Fasilitas fisik kembali dibangun dan kualitas program belajar-mengajar ditingkatkan dalam tempo singkat. Perencanaan program pendidikan dikontrol dengan hati-hati, dan dengan didukung oleh semangat yang tinggi, telah membawa pembangunan pendidikan maju dengan cepat baik kuantitas maupun kualitasnya.

Lee Chong-jae, presiden Korean Educational Development Institute (KEDI) menyatakan bahwa setelah perang Korea, masyarakat hampir tidak memiliki apapun terkecuali anak-anak usia sekolah dan semangat yang besar. "Setelah perang Korea, kami hampir tidak mempunyai apa-apa selain murid sekolah. Tidak ada ruang kelas, tidak ada buku paket, tidak ada guru, tetapi mempunyai anak-anak yang harus belajar."

Semangat tersebut menjadi kunci utama kebangkitan pendidikan di Korea Selatan sehingga dapat bersaing dengan negara lain. Dengan bermodalkan semangat, mereka memulai membangun infrastruktur pendidikan kemudian membenahi kualitasnya.

Bertolak pada hal diatas, pendidikan di Korea Selatan mengalami kemajuan, yaitu terdapat 19.258 sekolah negeri maupun swasta, 11.951.298 pelajar dimulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, 218 perguruan tinggi yang menampung sebanyak 2.357.881 mahasiswa.

Kunci kebangkitan pendidikan di Korea Selatan yang lainnya yaitu adanya slogan atau semboyan (Motto) hidup; "Ketika orang lain sedang tidur, kamu harus bangun. Ketika orang lain bangun, kamu harus berjalan. Ketika orang lain berjalan, kamu harus berlari dan ketika orang lain berlari, kamu harus terbang". Melalui slogan tersebut, Korea Selatan menginginkan dirinya selangkah lebih maju. Slogan tersebut diterapkan dalam setiap nafas kehidupan, dimana masyarakat bekerja setiap harinya selama enam belas jam. Mereka malu apabila pulang terlalu cepat, karena tidak mau dianggap sebagai manusia yang tidak berguna. Kegigihan inilah yang mengantarkan Korea Selatan menuju kebangkitan pendidikan dan mendapatkan pujian dari negara lain atas tingginya angka melek hurufnya.

2.2. Tujuan Pendidikan

  • Masyarakat Korea menekankan pendidikan adalah sebagai jalan untuk memuaskan diri sendiri dan juga untuk menunjukkan kemajuan sosial dan kemajuan negaranya.
  • Membangun karakter masyarakat, kemampuan hidup mandiri, menuju kemakmuran bersama berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan.
  • Menurut menteri pendidikan dan sumber daya manusia Korea, Ahn Byung Young bahwa pada tahun 2004 pemerintah Korea Selatan merumuskan tiga sasaran utama pendidikan antara lain : (1) pengembangan SDM dimana diyakini dapat memperkuat Korea Selatan untuk memasuki persaingan di dunia internasional;(2)penguatan pada kesejahteraan pendidikan. Melalui hal ini, diharapkan kesenjangan pendidikan dapat diatasi dan dapat meningkatkan integrasi sosial; (3) pembangunan desentralisasi dan reformasi daerah. Untuk memperluas pembangunan sebuah negara dan daya saing daerah yang merata, maka sangat perlu dipersiapkan desentralisasi pada sektor pendidikan dan reformasi sistem pendidikan daerah yang terarah.

2.3. Sistem Pendidikan

Dalam sistim sekolah formal, Korsel sama dengan Indonesia, enam tahun Sekolah Dasar, tiga tahun SLP, tiga tahun SLA dan kemudian Perguruan Tinggi. Semenjak tahun 1969, Korsel sudah melaksanakan program wajib belajar 9 tahun. Ujian masuk SLP dihapuskan dan dengan langkah ini, 99,2% lulusan SD dapat melanjutkan pendidikan ke SLP. Kemudian semenjak Tahun 1973, ujian masuk SLA juga dihapuskan, tetapi ujian masuk Perguruan Tinggi tetap dilakukan dan dewasa ini rata-rata 5596 lulusan SLA diterima di Perguruan Tinggi. Tetapi untuk masuk kedalam perguruan tinggi tidak mudah, nilainya harus sangat baik. Bangku SMA memang tahap yang paling menentukan bagi masa depan seorang remaja Korsel. Dia akan menjadi orang-orang yang sukses dikemudian hari atau tidak banyak ditentukan pada tahap ini. Oleh karena itu, pada tahap ini pendidikan sangat spartan. Jam pelajaran resmi memang hanya dari pukul 09.00 s/d 16.OO, tetapi kemudian tanpa kembali ke rumah mereka melanjutkan lagi dengan jam ekstra sampai pukul 22.00. Dampak negatifnya ada, siswa yang gagal merasa malu sehingga ada yang bunuh diri atau bahkan salah satu ortunya yang bunuh diri.

Sistem pendidikan yang ada di Korea Selatan antara lain : (1) pendidikan sekolah dasar selama enam tahun;(2) pendidikan sekolah menengah pertama selama tiga tahun;(3) pendidikan sekolah menengah atas selama tiga tahun;(4) pendidikan di perguruan tinggi selama empat tahun dan selebihnya pendidikan pasca sarjana. Pada tahun 1953, pemerintah Korea mewajibkan pada masyarakat Korea untuk menyelesaikan pendidikan sekolah dasar selama enam tahun pada anak usia enam sampai sebelas tahun. Selain itu, perguruan tinggi di Korea Selatan mempunyai program pengembangan pendidikan yaitu Brain Korea 21 (BK 21).

Program Brain Korea 21 bertujuan untuk meningkatkan derajat sumber daya manusia di Korea Selatan memasuki persaingan dalam komunitas internasional abad 21. Program Brain Korea 21 tersebut menjadi unit riset unggulan dalam pendidikan tinggi di Korea Selatan. Program tersebut dimulai pada tahun 1999 dan direncanakan berlangsung selama tujuh tahun yaitu sampai tahun 2005. Melalui program ini, pemerintah mengucurkan dana sebesar 1,4 triliun won yaitu sekitar Rp.11,2 triliun.

III. ORGANISASI DAN ANGGARAN PENDIDIKAN

3.1. Organisasi Pendidikan

3.1.1. Peran Pemerintah Dalam Pembangunan Pendidikan

Dengan keluarnya Jepang pada tahun 1945, menyusul penyerahannya kepada Sekutu dalam Perang Dunia II, tahun 1948 berdirilah Republik Korea. Pemerintah Korea Selatan berupaya keras membangun negaranya di segala bidang, termasuk pendidikan. Usaha yang menonjol adalah keluarga berencana, industrialisasi dan perluasan pendidikan.

Sebelum perang Korea, pemerintah Korea Selatan telah mengeluarkan hukum pendidikan yang bertujuan untuk menjadikan seluruh warganya sadar akan identitas nasionalnya dan menghormati wibawa negara. Pendidikan berusaha untuk menyempurnakan kepribadian, persaudaraan yang universal, hidup mandiri dan memungkinkannya bekerja bagi pembangunan negaranya. Sebagai realisasi dari hukum tersebut, ada beberapa hal yang hendak dicapai sebagai kendali pembangunan selama satu dekade :

a. Terbentuknya badan yang kuat dan jiwa yang tak mudah takluk.

b. Terbentuknya patriotisme yang disadari oleh perdamaian.

c. Dengan mengevaluasi tradisi dan budaya sendiri sebagai prasyarat pembangunan budaya ke seluruh dunia.

d. Terlaksanya doronngan ke prilaku kreatif.

e. Terbentuknya cinta kebebasan dan kerjasama sebagai dasar kehidupan sosial yang harmonis dan abadi.

f. Terbentuknya kemampuan mengapresiasi dan menciptakan kerja artistik tingkat tinggi.

g. Terbentuknya perbaikan ekonomi yang menjadikan Korea produsen yang baik dan konsumen yang bijaksana. (Suryati Sidharto, 1989, 164)

Peranan yang dimainkan oleh pemerintah Korea Selatan dalam mempromosikan sikap pembaruan dan perbaikan infrastruktur pembangunan bidang pendidikan, ekonomi maupun subsektor lainnya; (1) pada tanggal 17 September 1991 menjadi Anggota PBB, (2) 17 Agustus 1992 membuka hubungan diplomatik dengan Tiongkok, (3) Februari 1998 memperkokoh hubungan dengan Amerika dan Jepang, (4) sejak tahun 2003 menekankan hubungan Regional maupun Internasional, termasuk dengan Rusia dan ASEAN, (5) khusus dalam politik terhadap KoreaUtara, Kim Dae Jung (presiden terpilih) menjalankan “kebijakan matahari” dengan mengajukan prinsip tiga pasal terhadap Korea Utara yakni; saling tidak menggunakan kekuatan senjata, tidak melakukan penyatuan serap serta meningkatkan pertukaran dan kerjasama antara Korea Utara dan Selatan. Ia menganjurkan penyelesaian masalah Semenanjung Korea dengan “paket rencana” pengakhiran struktur perang dingin di Semenanjung Korea.

Hubunngan kerjasama antar beberapa Negara sangat berpengaruh terhadap kestabilan politik Korea Selatan, yang pengaruhnya cukup signifikan terhadap perkembangan pembangunan perekonomian negara ini. Bukti konkrit hal ini adalah terbentuknya Negara ini menjadi sebuah Negara industri maju seperti yang diagendakan sejak tahun 1980-an dan 1990-an.

Akibatnya, sejak tingkat prekonomian mencapai titik kulminasi, tahun 1995 pemerintah, melalui Menteri Pendidikan dan Sumber Daya Manusia Republik Korea berinisiatif dan secara agresif membuka jalinan kerjasama dengan Negara-negara lain. Presiden Republik Korea, yang saat itu dijabat oleh Kim Dae Jung menegaskan bahwa perbaikan sistim pendidikan tidak akan berhasil mencapai tujuan tanpa disertai dengan “political will” pemerintah. Pemerintah Korea Selatan sampai pada tahun 2004 mencatat telah menyepakati hubungan kerjasama di bidang pendidikan dengan 84 negara. Pemerintah Korea Selatan juga berpartisipasi dalam program-program pengembangan pendidikan dengan lembaga-lembaga internasional seperti UNISCO, the OECD, APEC, ASEM dan the Worid Bank.

3.1.2. Pelaksanaan dan Administrasi

Usaha menyeimbangkan antara tradisi dan kemajuan yang timbul karena industrialisasi yang berhasil nampaknya tidak mudah. Generasi lama Republik Korea melihat bahwa masyarakatnya tidak dapat disalahkan apabila berubah menjadi masyarakat meterialistik, karena keadaan ini merupakan apa yang dialami sehari-hari. Karenanya diperlukan struktur dalam menjalankan dan mengurus pendidikan. Dalam hal ini, Korea Selatan memiliki struktur Nasional, dan kota Administrasi. Pembagian daerah administrasi : satu kota istimewa: Seoul; 9 provinsi dan 6 kota. (Hari nasional 15 Agustus 1945).

Pemerintah, melalui Menteri Pendidikan dan Sumber Daya Manusia Republik Korea memegang tanggung jawab nasional. Unjuk kerja dalam setting jabatan bagi orang Korea, etos kerjanya adalah penting “What you did is what you are“ yang sederhana ini ditanggapi amat serius oleh semua orang korea, dari pemikir sampai pekerja.

3.2. Anggaran Pendidikan

Sekilas, investasi dalam dunia pendidikan merupakan langkah “buang-buang duit” saja. Tapi bagi Korea Kelatan, hal itu sama pentingnya dengan investasi dalam dunia otomotif, teknologi informasi, dan sektor bisnis lain. Berdasarkan data yang dirilis Organization for Economic Cooperatiion an Development, untuk urusan perhatian pada dunia pendidikan, Korea Selatan terunggul di dunia, melibas Inggris, Amerika Serikat, dan Jepang. (Republika, 28 September 2003).

Sejak selesainya perang Korea, secara tradisional orang Korea Selatan menekankan pentingnya pendidikan sebagai jalan untuk memuaskan diri sendiri dan juga untuk menunjukkan kemajuan sosial, dan kemajuan negaranya. Bertolak dari itu pemerintah Korea Selatan merumuskan tujuan pendidikan, yang dalam kalimat singkat “membangun karakter masyrakat , kemampuan hidup mandiri, menuju kemakmuran bersama berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan”. Pendidikan adalah poin yang sangat penting sebab kami menggantungkan harapan dan tanggung jawa pada pendidikan; kata presiden Korean Educational Development Institute (KEDI)

Dengan perkembangan pendapatan Negara diberbagai sektor prekonomian pemerintah Korea Selatan meningkatkan Anggaran pendidikan. Pemerintah Korea Selatan tidak pelit mengeluarkan dana untuk sektor pendidikan.

Anggaran Pendidikan Korea Selatan

T a h u n

Jlh.Anggaran (%)

Keterangan

Sebelum th. 1948

0,00

-

Th. 2000

7,1

Dari GDP

Th. 2003

17,1

Dari BPP

Th. 2004

16,5

Dari BPP

Semangat menjadi kata kunci yang membawa kebangkitan pendidikan Korea Selatan hingga siap bersaing dengan negara-negara lain di dunia. Prestasi di semua jenjang pendidikan terus melaju pada peringkat tinggi, ini terlihat dari persentase populasi pelulusan dari peringkat ke-17 ke posisi ke-3 di tahum 2004.

Dari prestasi yang diraih, pemerintah terus meningkatkan kualitas pendidikan melalui program-program pengembangan sumber daya yang berkualitas. Program “Brain Korea 21“ atau BK 21 merupakan program yang bertujuan meningkatkan derajat sumber daya manusia Korea Selatan memasuki persaingan dalam komunitas internasional abad ke-21. Dimulai sejak tahun 1999 dan direncanakan berlangsung selama tujuh tahun, hingga tahun 2005. Melalui program ini, pemerintah mengucurkan dana sebesar 1,4 triliun won (sekitar 11,2 triliun).

Dibalik kisah suksesnya pendidikan Korea Selatan, ada kesalahan yang merebak di tengah masyarakat. Akibat persaingan yang ketat, setiap siswa berjuang sekuat tenaga untuk membuktikan kemampuannya menembus perguruan tinggi idaman. Materi pelajaran yang didapat di bangku sekolah dianggap masih kurang memadai sehingga dibutuhkan pelajaran tambahan melelui les privat. Orangtua rela membayar berapapun biaya demi keberhasilan anak-anaknya dalam pendidikan. Bahkan menurut Lee, sebagian besar keluarga mengeluarkan 1/3 pendapatannya untuk membiayai les privat anak-anaknya.

IV. Tenaga Pendidik

4.1. Pendidikan Tenaga Pendidik (guru)

Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas juga ditentukan oleh pendidikan para tenaga pendidik (guru). Orang Korsel dididik spartan dari kecil mengenai Ajaran Konfusius yang banyak mempengaruhi pola sikap dan tingkah laku orang-orang Korea, memberikan pemahaman penting untuk menghargai pendidikan. Masyarakat Korea benar-benar menaruh respek kepada orang-orang yang berpendidikan dan menempatkan guru (tenaga pendidik) pada posisi yang terhormat. Sebenarnya prinsip-prinsip pendidikan yang dikembangkan Korsel bersifat universal, seperti mengembangkan spirit nasional, konsep tentang kebajikan, konsep tentang kewajiban, tanggungjawab terhadap tugas, peningkatan pengetahuan dan keterampilan, persatuan dan kesatuan serta konsep hidup harmonis sesama manusia. Semua orang harus memberikan kontribusinya kepada peningkatan kesejahteraan umat manusia dan mengembangkan kehidupan demokrasi.

Kelayakan guru sekolah rendah (SD) dan menengah (SMP-SMA) adalah diploma atau sarjana muda dari berbagai Universitas Pendidikan (Universities of Education). Dengan demikian, sumber daya tenaga pendidik terjamin yang diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk menghasilkan pelajar-pelajar yang handal.

Begitu juga, jumlah guru selalu ditambah untuk mengecilkan ratio perbandingan pelajar per guru. Pada masa kini, ratio perbandingan pelajar bagi seorang guru ialah 28:1 di sekolah rendah, 19:3 di sekolah menengah dan 15:7 di sekolah tinggi. Setiap saat kualitas guru dapat ditingkatkan dengan menekuni program pembangunan profesi tenaga pendidik (guru). Hal ini dilakukan antara lain dengan meningkatkan kesadaran moral guru, memperbaiki tangga gaji dan lamanya guru bekerja. Guru-guru di Korea Selatan kini sangat berpeluang mengikuti program studi lanjut jangka panjang di luar negeri

4.2. Kesejahteraan Tenaga Pendidik

Tawaran gaji bagi seorang guru di Korea Selatan sangat menarik yaitu gaji permulaan bagi guru baru ialah sekitar Rp.14.787.000/bln. Apabila mereka (guru) yang telah mengabdi selama kurang lebih 20 tahun memperoleh Rp 28.967.115/bln.

Dari gaji tersebut tampak betapa berharga dan bergengsinya profesi sebagai guru. Profesi guru mempunyai daya pikat dan daya jual yang tinggi. Dengan demikian, profesi guru bukanlah pilihan terakhir dan terburuk dari profesi yang ada dalam masyarakat. Tingginya penghargaan terhadap guru dan bayaran yang memadai mendorong daya saing yang cukup tinggi dalam memilih profesi sebagai guru sehingga tenaga pendidik yang ada sungguh berkualitas dan memiliki dedikasi yang besar karena kehidupannya sangat terjamin. Setiap guru dapat memfokuskan perhatiannya pada pencapaian tujuan pendidikan tanpa dihantui oleh biaya pendidikan anak, kesehatan ataupun biaya-biaya lain.

Perhatian pemerintah dan masyarakat yang tinggi terhadap profesi guru dan kesejahteraan guru secara langsung atau tidak membawa dampak yang cukup signifikan bagi perkembangan kualitas pendidikan.

V. Analisis Mengenai Peluang dan Tantangan Penerapannya Di Indonesia

Secara umum, sistem, proses ataupun mekanisme dan kebijakan pemerintah dalam penyelenggaran pendidikan di Korea nampaknya sama dengan yang selama ini telah berjalan di Indonesia. Demikian pula bentuk, jenis, dan tingkat pendidikan, kedua negara secara tidak berbeda menata bidang pendidikan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari bidang-bidang pembangunan yang lain.

Jika di Korea diselenggarakan pendidikan keahlian misalnya untuk menghasilkan tenaga ahli bidang teknologi, maka di Indonesia juga terdapat sekolah teknik menengah, akademi dan institut atau sekolah tinggi teknik.

Jika di Korea terdapat “lifelong education” yang berisi pendidikan keterampilan, nilai budaya, seni, dan pembinaan bakat, maka di Indonesia hal itu diperoleh dalam jenis-jenis pendidikan informal.

Sampai pada jenjang pendidikan tinggi, kedua negara selain sama-sama menyelenggarakan pendidikan di universitas, sekolah tinggi dan akademi juga kedua negara menyelenggarakan universitas terbuka.

Sebuah perbedaan yang dapat disaksikan dalam penyelenggaran pendidikan di kedua negara itu adalah besar-kecilnya perhatian pemerintah dalam mendudukan arti penting bidang pendidikan di antara bidang-bidang pembangunan yang lain.

Pernyataan Kim Dae-Jung melalui kebijakan “National Prosperity on the Basis of Education” yang menekankan bahwa perbaikan pendidikan terutama ditujukan untuk menyelesaikan problem-problem sosial dan ekonomi adalah indikasi positif yang dapat menunjukkan betapa besar perhatian pemerintah Korea terhadap berlangsungnya proses pendidikan.

Ini berarti penyelesaian persoalan-persoalan sosial dan ekonomi sesungguhnya bergantung pada bidang pendidikan. Oleh karena itu, secara konsekuen, pemerintah pun menetapkan anggaran untuk membangun sektor pendidikan secara sangat proporsional.

Dalam rangka mendayagunakan keluaran pendidikan, pemerintah Korea memandang bahwa peserta didik sebagai salah satu unsur yang terlibat dalam keseluruhan sistem pendidikan merupakan modal dasar yang secara strategis dapat dihandalkan untuk mengatasi persoalan-persoalan sosial dan ekonomi. Ini berarti peserta didik adalah sumber daya manusia yang memerlukan pengelolaan secara terpadu dengan bidang-bidang yang lain.

Sebuah komisi bernama “The Presidential Commision for the New Education Community" yang dibentuk berdasarkan undang-undang pada 24 Juni 1998 dan bertugas untuk mendekatkan Pendidikan dengan “dunia kerja” agar pendidikan dapat merespon “dunia kerja” itu, memberikan masukan kepada Presiden agar masyarakat diarahkan untuk merubah cara pandang dan sikapnya terhadap tujuan penyelenggaraan pendidikan. Seiring dengan adanya program pengembangan sumber daya manusia untuk mewujudkan masyarakat informasi pada abad 21, komisi tersebut lalu berubah menjadi “Presidential Commission on Education & Human Resource Policy" pada 30 September 2002. Komisi tersebut beranggotakan lebih dari 30 orang yang secara langsung ditunjuk oleh Presiden. Anggota ini berasal dari berbagai bidang pendidikan, industri, organisasi kemasyarakatan, dan lain-lain.

Dalam rangka memperluas dan memperlancar tugas-tugas komisi itu, Menteri Pendidikan, Menteri Science and Technology, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Menteri Perdagangan, Industri dan Energi, Menteri Informasi dan Telekomunikasi, Menteri Tenaga Kerja, dan Presiden Komisi Pemberdayaan Perempuan, serta Sekretaris Senior Presiden Bidang Pendidikan dan Kebudayaan menjabat sebagai anggota ex officio. Komisi ini semangat awalnya jelas yaitu ingin menerapkan konsep “link and match” dalam penyelenggaraan pendidikan.

Pembentukan komisi seperti ini, dalam sistem pemerintahan Indonesia bukanlah sesuatu yang baru, termasuk dalam hal pendidikan. Namun sebanyak komisi serupa itu dibentuk juga semakin banyak hasil kerja yang tidak dapat diketahui apalagi menyelesaikan persoalan bangsa. Penyebabnya tentu karena tidak berjalannya komisi secara koordinatif, bahkan seringkali kehilangan arah.

Pemerintah Korea, melalui komisi ini, dapat menekan meluasnya persoalan pengangguran, mempertahankan stabilitas ekonomi, dan justru dapat mengembangkan kreativitas masayarakat dalam mempersiapkan diri menyambut era global yang penuh tantangan.

Maka yang terjadi di Korea justru sebaliknya dengan Indonesia. Pemerintah Korea, melalui komisi yang dibentuk, dapat menjalankan tugas secara terpadu dengan orientasi yang jelas; berangkat dari bidang pendidikan menuju peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Sebagaimana dicanangkan di Korea, hal-hal berikut dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengembangan pendidikan :


1. Pemantapan sistem pengembangan sumber daya manusia

2. Pemantapan Sekolah dasar dan menengah untuk memperkuat pendidikan dasar bangsa;

3. Peningkatan mutu perguruan tinggi untuk dapat sejajar dengan pendidikan di negara-negara maju;

4. Perluasan pendidikan semi formal dan pelatihan keterampilan untuk mengoptimalkan kemampuan masyarakat;

5. Menyelenggarakan sistem pendidikan dan pengajaran yang profesional;

6. Menyiapkan sistem pendidikan nasional yang mampu merespon tuntutan era informasi dan globalisasi; dan

7. Pemantapan sistem keuangan dan administrasi pendidikan untuk mendukung suksesnya upaya-upaya pengembangan pendidikan.

Tidak ada komentar: